Perkembangan Information and Communication Technology (ICT) di berbagai negara, salah satunya yang dirasakan di Indonesia. Kemampuan dan kreativitas SDM di Indonesia sudah terbukti dan tidak kalah saing dengan orang-orang Eropa. Hanya dengan satu komputer dan kreativitas yang dimiliki, anak muda di Indonesia dapat menghasilkan produk-produk ICT hebat yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya startup yang bermunculan dan menghasilkan produk-produk ICT berkelas. Implikasi dari hal ini adalah semakin banyaknya para pelaku ekonomi seperti venture capital, bank, otoritas publik, pemerintah dan lainnya yang menaruh harapan tinggi terhadap potensi pertumbuhan startup.
Tahun 2010 diyakini sebagai tahunnya startup di Indonesia. Hal ini terlihat dari pergerakan startup di tahun 2010 terutama di bidang web dan aplikasi mobile. Pada tahun ini terlihat banyaknya startup Indonesia yang muncul disertai dengan pemberitaan media yang cukup gencar baik secara online maupun offline.
Perkembangan para startup di tahun 2010 ini diperlihatkan dengan beragamnya produk dan service yang dihasilkan oleh startup. Pada tahun 2010 banyak startup yang mencetak sukses baik secara nasional maupun internasional, seperti GantiBaju.com, Koprol, dan lain-lain. Akuisisi koprol oleh yahoo pada Mei 2010 merupakan berita besar bagi dunia ICT Indonesia. Akuisisi ini dianggap salah satu prestasi besar startup Indonesia dan menjadi booster bagi para startup lainnya.
Process Startup
Banyaknya mode dan gencar-gencarnya berbagai perkembengan dengan produk yang ada terdapat sebuah akumulasi dari sebuah startup "the act or process of strating a process or machine; a new organization or business venture" dalam istilah bahasa inggris. Startup identik dengan teknologi terutama ICT yang mengenalkan Silicon Valley. Startup dirancang untuk menemukan sebuah model bisnis yang dapat berulang dan berskala (Blank, 2014).
Sisi lain startup, bukan hanya perusahaan konsultan IT yang memiliki codebase atau aplikasi dengan melakukan costomization secara khusus pada setiap client. Startup juga bukan departemen atau divisi dari suatu perusahaan yang ditugaskan secara khusus untuk bertingkah laku seperti startup dalam membangun sesuatu yang berbeda.
Sebagian besar startup merupakan developer yang bersatu untuk menciptakan codebase atau aplikasi yang manfaatnya mereka tawarkan kepada dunia. Codebase atau aplikasi tersebut dapat diakses melalui web, dijalankan pada PC Windows, Linux ataupun Mac, dan juga dapat dijalankan di smartphone seperti BlackBerry, Android, iPhone, Nokia, dan lain-lain.
Pendanaan startup pada awalnya melalui pendanaan sendiri (swadaya) dan digunakan sebagai modal awal, yang kemudian tidak menutup kemungkinan memperoleh bantuan dana dari keluarga, teman atau bahkan venture capital dan angel investor.
Startup di Indonesia memang belum menampakkan perkembangan yang siginifikan bila dibandingkan dengan startup yang ada di luar negeri seperti Amerika Serikat, Irlandia, Israel, dan lain-lain. Namun demikian harus diakui cukup banyak juga yang sudah mencetak sukses seperti Kaskus, Koprol, dan startup lainnya.
Nampaknya startup di Indonesia masih akan terus bermunculan dan membuat gebrakan-gebrakan baru bagi industri ICT di Indonesia. Popularitas startup di Indonesia mungkin belum tersebar luas, akan tetapi tidak menutup kemungkinan mereka bisa go International seperti Google, Facebook, dan Twitter.
Tahap-Tahap Startup
Dari banyaknya hal mengenai sebuah permasalahan yang ada dalam menanggulangi Upaya untuk menelaah kesuksesan dari kacamata yang lebih logis potensi kegagalan startup dapat dikurangi (terdeteksi dari awal). Sebagai langkah berikutnya dengan mencetuskan pendalaman terlebih dahulu. Diantaranya yaitu melalui tahap-tahapnya antara lain:
1. Ideation (Pencetus Ide),
2. Product Development (Pengembangan Produk atau layanan),
3. Getting User and Marketing (Memasuki Pasar),
4. Rapid Growth ( Berkembang dengan Pesat),
5. Maturity (Matang),
6. Steady Growth or Decay (Berkembang atau Menurun).
Tahapan-tahapan lebih rinci dalam bagian-bagian beriku ini.

Secara umum, tahapan pengembangan start-up mengikuti kurva S sebagaimana ditampilkan pada gambar diatas. Sumbu horizontal melambangkan waktu. Sumbu vertikal adalah penghasilan (revenue). Skala bervariasi dari start-up ke start-up. Sebagai contoh, ada yang proses pengembangan yang memakan waktu mingguan sampai tahunan.
Semua dimulai dari sebuah ide. Karena ide ini "gratis" maka penghasilan (revenue) atau pengeluaran masih nol. Sesuai dengan berjalannya waktu, maka ide mulai dikembangkan dan mulailah ada pengeluaran. Penghasilan dapat berubah menjadi negatif.
Investor dapat menganalisa dari tahapan dari gagasan. Bisa juga investor masuk setelah produk mulai terlihat bentuknya dan sudah ada tanda-tanda kesuksesan.
Produk atau layanan mulai masuk ke pasar dan mulai mendapat pengguna. Penghasilan boleh jadi masih negatif tapi sudah ada tanda-tanda untuk menaik. Pada suatu saat, penghasilan mulai positif.
Tahapan ini diikuti dengan perkembangan yang (sangat) pesat. Rapid growth Ini dengan asumsi produk atau layanan yang sangat disukai.
"Start-up" identik dengan rapid growth. Perusahaan yang tidak memiliki rapid growth tidak bisa disebut start-up tetapi perusahaan biasa saja.
Tahap matang biasanya terpecah menjadi dua jenis; yang tetap bertahan (dengan bertambah keuntungan meskipun tidak sehebat sebelumnya pertambahannya) dan yang kemudian mulai menurun sampai akhirnya menjadi mati (Rahardjo, 2013).
Pengaruh dalam membangun Start-Up
Suatu usaha dalam industri maupun kancah internasional setiap bisnis yang dijalankan pasti selalu ada ukuran untuk mengatur dari setiap perjalalan pekerjaannya. Dari A Kuriloff, John M. Memphil dan Dougls Cloud dalam buku (Echdar, 2013), ada 4 potensi utama yang dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan yaitu:
- Technical Competence, kemampuan atau kompetensi pada aspek penyusunan bentuk usaha dan sistem dalam menjalankan usaha. Aspek ini dapat dilihat secara real sistem operasional sebuah bisnis. Potensi ini memiliki hasil akhir yaitu produk atau jasa yang memiliki daya saing tinggi dipasar sehingga memiliki daya jual yang tinggi untuk menghaasilkan profit yang besar bagi perusahaan.
- Marketing Competence, kompetensi yang dibutuhkan untuk menemukan pasar yang tepat, fokus terhadap pelanggan, dan menjaga keberlangsungan hidup perusahaan. Tim marketing melalui strategi yang meliputi pada dasar target pasar atau pesan yang disampaikan dengan jelas kepada konsumen terkait produk yang dihasilkan dari sebuah bisnis. Strategi marketing yang tepat sasaran secara otomatis akan meningkatkan kesuksesan start-up bisnis. Pemasaran atau marketing terdapat beberapa yang harus diperhatikan diantaranya: segmentasi, target pasar, positioning, product, harga, distribusi, promosi, iklan, dan public relation (Wijatno, 2009). Secara spesifik dan mendalam menurut Panigyrakis dan Prokopis mengkaji komponen marketing sangat menentukan karena dianggap sebagai ujung tombak penentu keberhasilan bisnis (Mariotti, 2010).
- Financial Competence, merupakan kemampuan dibidang keuangan yang mengatur keuangan, pembelian, penjualan, pembukuan. Aspek financial competence berupa laporan laba rugi laba pro forma, anggaran yang perlu tersusun pada tahap awal sehingga dapat fokus pada biaya-biaya operasional (Wijatno, 2009). Bukti yang perlu dibutuhkan sebagai pengukur di bidang keuangan guna mempersiapkan income statement montly, quartey dan annually (Mariotti, 2010).
- Human Relation, merupakan kompetensi dalam mengembangkan relasi personal halnya komunikasi dan membangun sebuah jaringan. Start-up dalam bisnis tidak bisa dijalankan oleh satu individu, bahwa semua bisnis tetap membutuhkan orang lain berposisi sebagai rekan kerja, karyawan, pelanggan. Kesuksesan human relation antara perusahaan dengan karyawan akan berdampak pada loyalitas konsumen sehingga dapat meningkatkan penjualan yang berimbas pada peningkatan start-up bisnis.
Berdasarkan model dan teori yang sudah dijelaskan diatas bahwa technical competence, marketing, financial, dan human relation memiliki pengaruh terhadap keberhasilan start-up bisnis. Adanya sekelompok variabel bebas tidak memiliki pengaruh terhadap variabel tertentu atau terkait exclusion restriction melalui pengawasan terkait dampak seperangkat variabel bebas lainnya non exclusion restriction (Ariefianto, 2012).
Advantage memiliki sebuah Start-Up
Independen terdapat dalam sifat entrepreneur bukan tidak dapat bekerja sama dengan orang lain tetapi secara bebas dapat menentukan waktu, tempat dan memilih partner untuk bekerja.
Biaya Rendah sebuah start-up (perusahaan yang didirikan oleh entrepreneur) membutuhkan biaya yang lebih kecil untuk bergerak dan berubah dibandingkan dengan perusahaan besar dengan ribuan karyawan.
Fleksibel sebuah strart-up dapat beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan kebutuhan pasar. Hanya satu layer manajemen yang terdapat yaitu "Owner".
Fokus seorang etrepreneur menelusuri pada niche market yang melayani sekelompok customer kecil. Korporasi besar mentargetkan pada pasar-pasar yang besar dan segmentasi pasar yang luas sedangkan seorang entrepreneur dengan Start Up-nya memenuhi kebutuhan pasar yang tidak dilirik oleh perusahaan-perusahaan besar.
Reputasi seorang entrepreneur dengan start-up yang fokus pada niche market membangun reputasi dan kualitas dengan layanan yang baik (Wardhana, 2014).
Disadvantage memiliki sebuah Start-Up
Tingkat stress yang tinggi, entrepreneur sebagai owner perusahaan Start Up tidak hanya memikirkan bagaimana untuk membiayai dirinya tetapi juga bagaimana agar memenangkan kompetisi, menangani karyawan, mencari market, menjual, melakukan inovasi dan melakukan penghematan pada biaya operasional. Tidak sedikit entrepreneur yang bertindak sebagai manajer, sales, pencatat keuangan, HRD dan pengurus kerumahtanggaan dalam perusahaan. Banyak orang kretif yang gagal bukan karena konsep bisnis yang kurang baik, tetapi kurangnya kemampuan untuk menangani bisnis secara lebih baik.
Tingkat kegagalan yang tinggi, banyak bisnis baru yang berjatuhan di lima tahun pertama. Konsep bisnis yang gagal dikarenakan banyak yang menjalankan bisnis tanpa melakukan riset. Ada tiga penyebab kegagalan utama bagi entrepreneur yaitu:
1. Tidak cukup pembiayaan pada awal-awal tahun perusahaan Start-Up
Beberapa entrepreneur mengira dengan modal secukupnya dapat mendirikan Start Up dan mendapatkan cash flow dari hasil penjualan di bulan-bulan berikutnya. Kenyataannya tidak demikian. Sedikit sekali Start Up yang dapat menghasilkan cash flow dari awal berdirinya dan kalaupun ada belum tentu dapat menutupi biaya operasional yang dikeluarkan. Di sisi lain pihak perbankan belum mau mengambil resiko untuk pembiayaan bagi Start Up. Tanpa pembiayaan yang memadai Start Up akan susah bertahan di awal 2 sampai 3 tahun pertama.
2. Kurangnya kemampuan dari pengalaman manajerial
Banyak entrepreneur yang memiliki kemampuan bagus untuk membuat produk dan memasarkannya tetapi lemah di sisi manajerial. Manajer bertindak sebagai penggerak untuk mencapai visi dan misi perusahaan, melakukan keputusan manajemen yang baik, bernegosiasi dan melakukan fungsi kontrol. Hal ini akan banyak dialami oleh lulusan perguruan tinggi yang terjun langsung ke dunia entrepreneur tanpa memiliki pengalaman sebagai manajer dalam sebuah perusahaan.
3. Tidak dapat menangani perkembangan perusahaan dengan baik
Advantage yang dimiliki oleh seorang entrepreneur dapat menjadi disadvantage. Sebuah start up tidak dapat menjadi start up selamanya. Beberapa korporasi besar yang berawal dari start up juga mengalami hal-hal yang berat saat tumbuh berkembang. Kebanyakan juga mempekerjakan manajer-manajer professional dan berpengalaman untuk bisa survive (Wardhana, 2014).
Bahwa sebuah peluang usaha dari setiap bidang dan kemunculannya selalu diinginkan setiap orang. Banyak penelitian membuktikan pengalaman kerja pengusaha merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan start-up.
Dunia bisnis tidak bisa diprediksi sehingga tidak bisa hanya mengandalkan pada teori-teori yang ada. memiliki pengalaman kerja akan memberikan nilai positif baik alam hal membangun keterampilan maupun pengelolaan manajemen sebagai modal dalam menjalankan dan mengembangkan usaha.
Dukungan akses internet berkecepatan tinggi dengan harapan dapat mendorong efektifitas dan produktifitas para pendiri usaha berbasis teknologi ternyata tidak serta mempengaruhi pertumbuhan start-up. Ketersediaan broadband dianggap infrastruktur penting, namun pada kenyataan tidak semua startup-startup tersebut memang perlu akses internet berkecepatan tinggi.
Berada dalam fase tumbuh, start-up belum menaruh perhatian khusus pada faktor keamanan cyber meskipun sudah melakukan upaya-upaya untuk menjamin keamanan.
Dari segi bisnis berbasis digital dan lebih dikenal dengan startup ini memang sangat signifikan dan membantu, namun dalam startup ini tidah hanya membahas tentang bisnis dari segala bidang seperti politik, hukum, ataupun internasional atau lebih bisa dipahami startup ini. Karena startup tersebut tidak bisa memahami nilai atau segi tradisional maka dari itu lebih ke modernisasi dengan kecanggihan teknologi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI