Profesi ahli gizi terbagi menjadi dua jenis, yakni sebagai nutrisionis dan dietisien. Keduanya dapat disebut sebagai ahli gizi, namun dietisien diharuskan menempuh profesi lanjutan untuk kemudian bisa menyandang gelar RD sedangkan nutrisionis tidak bisa menangani pasien dengan masalah medis. Dietisien adalah salah satu tenaga kesehatan yang bertugas untuk memberikan konsultasi seputar gizi dan nutrisi yang berkaitan terhadap diagnosis dari suatu masalah kesehatan. Lulusan profesi ahli gizi juga mempunyai tugas penting untuk mengatur jumlah nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh pasien, terutama bagi penderita penyakit kanker, diabetes, dan penyakit kronis lainnya. Selain itu, dietisien juga dapat memberikan konsultasi gizi baik secara individu atau kelompok mengenai pola dan kebiasaan yang makan sehat sekaligus memantau status gizi. Konsultasi tersebut dilakukan dengan tujuan agar kualitas hidup pasien menjadi lebih baik, memberikan penilaian terhadap status gizi, memberikan perencanaan diet dan pengelolaan makanan yang berkolaborasi dengan para ahli, serta melakukan edukasi. Sejalan dengan dietisien, seorang nutrisionis bertugas sebagai penyuluh atau konselor gizi. Penyuluh gizi atau nutrisionis memberikan penyuluhan gizi berupa penjelasan, penggunaan, pemilihan, dan pengolahan bahan makanan kepada individu atau kelompok masyarakat dalam mengonsumsi makanan sehingga mampu meningkatkan kesehatan tubuhnya. Adapun tujuan dari penyuluhan gizi adalah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat atau individu tentang bagaimana meningkatkan status gizi mereka sehingga seimbang dengan yang dibutuhkan. Dietisien dan nutrisionis sama-sama memiliki bagian dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat atau individu karena perannya yang saling melengkapi. Dietisien lebih berfokus untuk penanganan medis yang berbasis gizi, namun nutrisionis lebih berfokus dalam memberikan edukasi serta pencegahan masalah gizi. Untuk menciptakan masyarakat yang lebih sehat, maka kolaborasi antara dietisien dengan nutrisionis dapat dijadikan sebagai fondasi. Keberadaan ahli gizi masih sangat diperlukan di Indonesia karena tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat yang rendah mengenai pentingnya mengonsumsi nutrisi sesuai kebutuhan tubuh, tidak berlebihan atau kekurangan gizi. Perlu disadari bahwa kualitas sumber daya manusia (SDM) dipengaruhi oleh kesehatan dan gizi berkaitan erat dengan bagaimana kondisi kesehatan seorang individu. Oleh karena itu, Indonesia masih butuh pakar-pakar yang ahli dalam masalah nutrisi dan gizi agar mampu menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas untuk bisa menggapai Indonesia Emas 2045.
Selain memberikan saran mengenai pola makan, dietisien juga berkontribusi dalam meningkatkan kesehatan masyarakat yang dilakukan dengan cara pendekatan edukasi dan konseling. Maka dari itu, Indonesia membutuhkan lebih banyak pakar dalam bidang nutrisi dan gizi yang mampu merancang program kesehatan berbasis gizi, baik di tingkat individu maupun komunitas dengan tujuan mendorong peningkatan kualitas hidup. Agar proses konseling dapat berjalan efektif, maka penting bagi seorang dietisien  untuk membangun kepercayaan dan menciptakan kenyamanan pada pasien dengan upaya menjalin komunikasi yang baik, seperti komunikasi interpersonal dan komunikasi humanistik. Komunikasi interpersonal merupakan jenis komunikasi yang dilakukan melalui proses bertukar informasi dan pendapat antara dietisien dengan pasien yang ditangani. Sedangkan komunikasi humanistik adalah jenis komunikasi dengan melakukan pendekatan dan menekankan pada hubungan interpersonal yang positif dan penuh empati, serta saling menghargai antara dietisien dengan pasiennya. Komunikasi dua arah yang mampu berjalan dengan baik dapat membuat dietisien lebih mudah memilih langkah dan tindakan yang tepat terhadap pasien. Untuk menjadi seorang dietisien, seseorang harus menempuh pendidikan formal di bidang gizi agar memperoleh gelar sarjana atau sarjana terapan gizi yang kemudian dilanjut dengan pendidikan profesi dietisien selama satu tahun. Setelah pendidikan profesi, wajib mengikuti ujian kompetensi dan dinyatakan lulus supaya memiliki surat tanda registrasi tenaga gizi. Selama menempuh pendidikan, akan terbuka peluang untuk membangun koneksi dan jaringan profesional yang berguna dalam proses mendapatkan informasi terbaru menuju jenjang pekerjaan. Pengetahuan dari pendidikan formal dan jaringan profesional yang luas menjadi kombinasi keberhasilan dalam menjalankan tugas secara optimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H