Mohon tunggu...
Anugrah Roby Syahputra
Anugrah Roby Syahputra Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Ditjen Bea & Cukai, Kemenkeu. Ketua Forum Lingkar Pena Wilayah Sumatera Utara. Menulis lepas di media massa. Bukunya antara lain Gue Gak Cupu (Gramedia, 2010) dan Married Because of Allah (Noura Books, 2014)

Staf Ditjen Bea & Cukai, Kemenkeu. Pegiat Forum Lingkar Pena. Penulis lepas. Buku a.l. Gue Gak Cupu (Gramedia, 2010) dan Married Because of Allah (Noura Books, 2014)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Buku: Rahasia Tajamnya Nurani dan Agar Nalar Tidak Dungu

19 Mei 2021   08:14 Diperbarui: 19 Mei 2021   08:24 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selamat Hari Buku Nasional. Foto koleksi pribadi

Hari ini banyak orang sok bijak bicara tentang apa yang tidak diketahuinya. Modalnya cuma membaca sebuah artikel singkat atau sekadar meme atau bahkan tangkapan layar akun medsos tertentu. Yang penting viral, banyak yang share maka dianggap benar.

Akibatnya, muncul orang-orang yang menyeru korban penindasan untuk berdamai pada penjajah. Mereka menganggap si tertindas hanya sedang playing victim. Foto dan video kebengisan penjajah terhadap anak-anak dan kaum hawa yang jelas nyata mereka katakan sebagai hoaks.

Ujungnya mereka berfatwa: ngapain urusin yang jauh, kalau yang dekat tak dipeduli? Padahal kalimat itu sesungguhnya sangat layak dialamatkan pada mereka yang selalu nyinyir tiap kali ada aksi solidaritas yang digalang selain mereka.

Ada lagi jenis sok bijak lainnya yang menuding pejuang garis depan dari kelompok tertindas adalah buatan penjajah. Perlawanan selama ini hanyalah kepura-puraan belaka.

Mereka juga anggap melawan penjajah adalah sia-sia dan harusnya menyerah saja. Sialnya mereka hobi membawa ayat suci dan mengklaim diri paling sesuai Nabi, sementara yang beda divonis ahli bid'ah. Kalau dikonfirmasi apa dalilnya? Mereka cuma bisa bilang, "Begitu kata guru kami. Apa kamu menuduh guru kami berdusta?"

Kedua macam kelompok ini jika hidup di masa sebelum 1945 dapat dipastikan akan menjadi kaki tangan penjajah.

Bayangkan Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro sampai Bung Tomo akan dituduh playing victim.

Bayangkan Cut Nyak Dhien, Fatahillah, Pangeran Antasari & Sultan Hasanuddin diminta menyerah saja kemudian bermigrasi dari kampungnya sehingga tak perlu melawan Belanda. Ini semua demi "maslahat yang lebih besar" kata mereka.

Jika sebaran opini dari kedua kelompok ini lebih menggema daripada mayoritas rakyat yang anti penjajahan, bisa jadi hari ini republik ini belum merdeka. Naudzubillah.

Nah, ada cara ampuh agar tak mudah terbuai hoaks yang menumpulkan nurani macam itu: unfollow semua akun buzzer anonim dan mulailah membaca buku. Bersucilah. Baca basmalah. Lalu nikmati lembar demi lembarnya sembari mereguk lautan ilmu.

Binjai, 17 Mei 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun