Mohon tunggu...
Anugrah Roby Syahputra
Anugrah Roby Syahputra Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Ditjen Bea & Cukai, Kemenkeu. Ketua Forum Lingkar Pena Wilayah Sumatera Utara. Menulis lepas di media massa. Bukunya antara lain Gue Gak Cupu (Gramedia, 2010) dan Married Because of Allah (Noura Books, 2014)

Staf Ditjen Bea & Cukai, Kemenkeu. Pegiat Forum Lingkar Pena. Penulis lepas. Buku a.l. Gue Gak Cupu (Gramedia, 2010) dan Married Because of Allah (Noura Books, 2014)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Radix Wp, Kompasianer Pembuat Onar Pembenci Islam

18 September 2012   03:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:19 1616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tahu sebenarnya, ketika saya menulis ini, maka Radix akan menjadi ibarat INUL yang dinasehati RHOMA IRAMA. Akhirnya, Inul juga yang populer dan mendapat pembelaan dari media mainstream yang umumnya sekuler-liberal. Persis kayak si Radix Wp ini yang memang mengklaim dirinya manusia sekuler-liberal. Tapi postingan ini saya buat, semata-mata ingin meminta kepada Admin agar Kompasianer pembuat onar semacam ini didelete saja akunnya, di-banned. Sebagaimana akun pertamanya yang sudah pernah dibekukan karena melakukan pelecehan agama. Katanya, "“kan lbh murah ketimbang biaya umroh.. jk anda menganggap umroh yg mahal itu bermanfaat, maka kembang api juga menimbulkan kegembiraan yg bermanfaat bagi yg menyukainya”. Nah, ketika kemarin ramai diperbincangkan orang di dunia maya tentang fitnah dan kebohongan yang dibuat Metro TV tentang aktivitas Rohis sekolah yang dituduh sebagai sarang teroris, si Radix melalu akun Radix Wp Ver 2 kembali membuat onar di berbagai lapak tulisan orang lain. Di antaranya di tulisan berikut: 1. Tulisan saya yang berjudul "Rohis dan Fitnah Busuk Metro TV" http://politik.kompasiana.com/2012/09/15/rohis-dan-fitnah-busuk-metro-tv/ 2. Tulisan Bunda Alisha yang berjudul "Rohis Sarang Teroris?" http://sosbud.kompasiana.com/2012/09/17/rohis-sarang-teroris/ 3. Tulisan Punchsukahujan yang berjudul "Rohis (bukan) Teroris" http://media.kompasiana.com/mainstream-media/2012/09/15/rohis-bukan-teroris/ Di berbagai tulisan itu, Radix malah melarikan topik diskusi menjadi hal lain. Misalnya di tulisan saya, ia memberi komentar, "Ketika dlm Rohis sering terjadi cuci otak utk membenci negara Republik Indonesia yg ber-Pancasila & ber-Bhinneka Tunggal Ika, serta ambisi mengubahnya jadi negara berdasarkan syariat Islam, apakah hal tsb bisa dibenarkan?" Padahal si Radix ini tidak tahu apa-apa tentang Rohis, dan berbagai kesaksian dari alumni Rohis berbagai zaman dan angkatan telah menjelaskan bahwa Rohis itu moderat, organisasinya resmi legal formal di bawah bimbingan dan pengawasan sekolah dan alumninya juga orang yang santun, baik dan tidak jadi teroris. Malah ada yang jadi Gubernur. Tapi dia tidak terima. Dia ngotot. Ketika sudah tersudut dan sadar bahwa argumennya lemah, dia melarikan lagi pembicaraannya. Tiba-tiba dia bicara Ba'asyir, Imam Samudra, Hizbut Tahrir dan NII. Itupun disamaratakannya. Padahal Ba'asyir, Imam Samudra, HTI dan NII saja beda-beda ideologinya. Padahal topik tentang itu sama sekali nggak nyambung dengan konten tulisan kita. Ini namanya buat onar, kan? Kata orang Medan, "Palak awak dibuatnya. Grrr.." Tapi  dipikir-pikir wajar sih dia menghujat Islam tidak kalah dari pembuat film Innocent of Muslim. Lihat aja statementnya, "saya sih menempatkan Islam sejajar dg semua prinsip hidup lainnya, yg agama & yg non-agama, yaitu “bukan kebenaran universal, melainkan hanya benar bagi yg menganutnya” Radix menempatkan Islam sejajar dgn prinsip hidup lainnya, dgn prinsip Komunisme, Marxisme, Kristen, Budha, Hindu. Semua ini sejajar baginya. Sama baginya. Sama-sama ga dipake. Kecuali sesekali pas ada enaknya aja. Kan memang begitu prinsip LIBERALISME, semua agama dan ideologi sama aja. Ga ada BENAR menurut orang2 semacam mereka ini. Tapi okelah, kalau dia memang anti agama, itu hak dia, saya tidak peduli selama dia tidak MENEBAR FITNAH DAN KEBENCIAN kepada ISLAM. Sayangnya, dia nggak mau kalah. Dia berkomentar, berdebat dan berargumen bukan untuk mencari KEBENARAN. Di kala opini-opini sesat yang dibangunnya sudah terbantah, ia selalu mencari tema baru. Parahnya lagi, ketika Metro TV sendiri sudah minta maaf, walaupun masih ngeles, si Radix ini malah tetap menganjurkan bahwa Rohis harus diwaspadai dan diawasi secara ketat oleh Densus 88. Katanya, "mengajak masyarakat (guru & ortu murid) utk ikut mewaspadai kegiatan rohis kan bukan info yg menyesatkan". Di lain lapak ia berkomentar, "mungkin memang sebaiknya pihak intelijen meneliti rohis tiap sekolah satu demi satu.. yg terindikasi mengajarkan kekerasan atau mengajarkan ketdkcintaan kpd bangsa & negara hrs dibubarkan.." Pemikirannya juga mundur ke zaman Orde Baru. Katanya, "Bagaimana jk profesor tsb menyerahkan hasil penelitiannya kpd intelijen Densus 88, lalu intel tsb diberi wewenang memeriksa ke sekolah2, kemudian mengumumkan temuannya?" Akhirnya, saya menyerah dan capek. Betul juga kata  Mas Ari Widodo, "yg mau melayani radix silakan, mpe berbusa mpe kriting, pasti ga akhirnya, dbwa muter2 mpe lieur ma doi, ya ga dix.. radix : kalo seks bebas, gay, lesb, transg, belum legal, akan treak2 atas nama ham, tuhan nya radix absurb bgtu jg sbagian besar logikanya " Saya sudah sampai pada keputusan bahwa memang PERCUMA MELADENI si Radix ini. Meskipun di tulisannya http://media.kompasiana.com/new-media/2012/01/22/maaf-merepotkan-karena-ver-2-ini/ dia mengaku "tujuan saya bukanlah mengajak orang lain untuk mengikuti prinsip hidup saya, melainkan mengajak untuk saling menghormati dalam segala perbedaan prinsip hidup, tanpa perlu ada pihak yang mengklaim diri paling benar atau paling mulia." Pada faktanya dia memaksakan prinsipnya yang ngawur dan kehendaknya yang keblinger kepada banyak Kompasianer. Sudah banyak sekali Kompasianer yang mengakui hal sama. Apalagi dia memang tegas mengakui kebenciannya kepada umat Islam, dalam salah satu komentarnya, "Jk yg anda maksud “apakah saya menganggap semua org Islam teroris?”, tentu jawabannya: tdk. Tokoh2 Islam yg saya sebutkan, beserta para pengikutnya, jelas bukan teroris Yg saya kontra dari kaum Islam hanya lima golongan kok: - Hizbut Tahrir, yg berambisi merobohkan negara kita - teroris macam al Qaeda & Jamaah Islamiyah - partai2 pengusung formalisasi syariat, misalnya PKS - para preman berjubah macam FPI & MMI - media2 penghasut spt Sabili & Arrahmah" Bahkan Republika pun dibilangnya Sektarian. Eh, tapi keputusan saya untuk mendiamkan komentar-komentar Radix tidak bertahan lama. Sebab dia memang mentalnya penghasut dan provokator SARA, maka pertanyaannya siapa yang tidak mendidih hatinya jika AGAMANYA DINISTAKAN? Apalagi komentar-komentarnya yang sudah kami patahkan karena argumennya lemah itu dia copast lagi di bawah dan di setiap tulisan Kompasianer yang bertema tentang Islam. Maka dari situ saya berharap Admin mem-banned saja akun Radix Wp Ver 2 yang suka buat onar itu. Beberapa menit yang lalu, sudah saya kirim Laporan kepada admin yang isinya begini: Yth. Admin Kompasianer ini selalu menebar fitnah dan kebencian kepada Islam. Parahnya, ia menebar tuduhan dan kebenciannya itu di lapak tulisan orang lain. Padahal sudah jelas argumennya kalah, tapi ia selalu mencari pembenaran yang mengada-ngada. Malah, ia sering melarikan pembicaraan jika sudah tak punya kata2 lagi untuk berdalih. Saya mohon user yang ini di-banned oleh admin, sebagaimana akun pertamanya yang dulu pernah dibekukan karena melakukan pelecehan agama. Kalaupun si Radix ini dan orang yang berkarakter semisalnya kayak Alex Laksana Vp2 tidak dibekukan, saya berharap setidaknya admin Kompasiana membuat kebijakan baru yang menenteramkan. Misalnya, ada fitur blokir seperti yang ada di jejaring sosial Facebook. Karena jelas, kami tidak nyaman sekali jika lapak kami ditaburi fitnah dan kebencian terhadap keyakinan kami tanpa dalil dan argumen, hanya berdasar tuduhan. Atas nama kedamaian Kompasiana sebagai media warga yang demokratis dan saling menghormati, saya harap postingan ini dijadikan bahan pertimbangan. Sayang sekali media sedemokratis Kompasiana dicemari oleh limbah pemaksaan pendapat secara membabi buta oleh orang yang mengklaim diri LIBERAL dan memuja kebebasan.. Betullah kata Sandrina Malakiano, "Bersama suami, saya kemudian menyimpulkan bahwa fundamentalisme "mungkin dalam bentuknya yang lebih berbahaya" ternyata bisa bersemayam di kepala orang-orang yang mengaku liberal"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun