Mohon tunggu...
Anugrah Yega Pranatha
Anugrah Yega Pranatha Mohon Tunggu... -

saya? pembenci rokok, menyukai berpikir sebelum tidur, hobi main bola, otak-atik komputer, menyukai menulis ide yang terlintas di kepala, penyanyi yang baik :-P, tidak betah tinggal di kamar yang rapi, mencintai ke acak-acakan.\r\n\r\n\r\nTidak anti kemapanan, tapi sungguh, saya meyakini kalau berlebihan adalah hal yang benar-benar tidak baik, termasuk ketika kau mengambil air wudhu dengan air yang terlalu banyak.\r\n\r\ntahu banyak hal, tapi belum pernah mengisi teka-teki silang sampai selesai :p, tertarik pada ilmu ekonomi, pada buku-buku bagus, pada komputer, suka berdebat, memberi respek hanya pada orang yang pantas menerimanya, fair play.\r\ntapi yakinlah, saya orangnya ramah kok ^^

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Termarjinalkan

21 Juli 2012   15:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:44 1251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kalau boleh diibaratkan sebagai setandan pisang, maka izinkanlah aku mengibaratkan kalau kadang-kadang setandan pisang terbaik pun matangnya tidak pernah serempak. Kadang yang atas duluan matang, jadi kuning, dijual pasar ke pasar pagi, adakalanya deret sisir-sisir bagian tengah duluan yang menguning, disusul kemudian yang bagian atas, lantas mereka bersama-sama dijual ke pasar pagi. Aku menemukan fakta yang unik bahwa dalam barangkali dalam masing-masing buah pisang tersebut membentuk segerombolan kumpulan yang dinamakan sisir, berikutnya mereka bertumpuk-tumpuk dan berebutan untuk matang duluan. Oleh sebab itu mereka saling menginjak untuk mendapatkan jatah supply makanan biar lebih cepat besar dan elok dipandang. Itulah mengapa pisang yang paling besar selalu berada di bagian pangkal tandan.

Aku lantas menarik kesimpulan, yang menurut versiku bahwa gerombolan pisang yang di atas adalah para pejabat pemerintah, anggota DPR, menteri negara, pengusaha yang punya banyak dapat proyek dari pemerintah, atau paling tidak para ajudan bupati. Sementara golongan tengah adalah para pedagang, tenaga kesehatan, guru, pegawai bank, pegawai jawatan kereta api, artis, para bintara, dan pegawai pemerintah dengan pangkat paling tinggi penata tingkat satu.

Lantas, bagaimana dengan sisir pisang yang paling bawah? Mereka lah sekondan yang berada pada garda terdepan, mereka paling berjasa bagi gerombolan-gerombolan sisir pisang di atasnya. Ibarat prajurit, mereka adalah prajurit infanteri balok merah di lengan, berada pada garda terdepan. Merekalah hulu ledak nuklirnya bila tandan tadi jatuh ke tanah. Sama halnya kalau negara sedang mengalami masa-masa sulit, maka yang paling menderita karena krisis adalah mereka. Mereka tetap hidup biarpun jalur distribusi ke arah mereka ditutup. Bagi mereka, pepatah biar lambat asal selamat sudah jadi landasan idiil hidup mereka. Merekalah kaum yang termarjinalkan secara struktural dari kehidupan, mereka para buruh tani, para nelayan kecil, dan para mahasiswa semester-semester akhir. Adapun mereka yang termarjinalkan secara mental, atau lebih tepatnya dapat dikatakan miskin secara mental, adalah para pengunjal minyak.

Maka, Lihatlah, kalau kau lihat tandan pisang, di pohon pisang tentunya, bukan di pohon kates, kawan, maka tengoklah dari bawah, zoom-in ke sisir paling bawah. Ucapkanlah Alhamdulillah, sebab barangkali saja, kalau kita masih bisa membuat akun facebook, berleha-leha di kantin pas jam istirahat siang, bekerja di tempat berpenyejuk ruangan, dan masih bisa ber week end ria karena cuti bersama, atau tidak sedang sibuk-sibuk memikirkan skripsi. Maka boleh jadi kita bukanlah sesisir pisang yang berada di bawah. Atau paling tidak kita bukan pengunjal minyak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun