***
Lebaran haji telah lama berlalu. Hari-hari setelahnya menjadi musim cinta kasih menyatu. Di mana-mana pesta perkawinan bertenda biru. Pertautan dua insan berakhir di depan penghulu. Musim bersemai asmara menggejolak birahi kalbu.Satu duaterpahat kisah pengantin baru. Malam pertama suami istri berbulan madu.
Musim kawin yang telah meninggalkanku, pergi bersama kekasihku. Yah, satu di antara pasangan berbahagia itu adalah mantanku. Aku ditinggal menikah lantaran orangtuaku yang tidak setuju.Lamaran ditolak sungguh membuatnya malu. Apakah engkau bukan jodohku? Yah, kurasa memang takdirku begitu.
Aku datang ke pestamu itu semata karena tekad yang sudah membatu. Aku hanya ingin melihatmu, meski itu terakhir kali bisa bertemu. Meski aku tahu itu akan menyiksaku. Benar sungguh adanya, pestamu adalah dukaku. Berat melihatmu bersanding dengan yang lain, pilu teramat sangat pilu.
Sayang… ini semua bukan salahmu. Aku hanyalah seorang anak yang tiada kuasa melawan kehendak ayah ibu. Kini, di sini aku hanya bisa merangkai rindu. Rindu yang akan selalu ada, tak lekang karena panas tak lapuk oleh hujan dan tak pupus terhapus waktu.
Akhh… Oktoberpun telah berlalu, meninggalkan lembaran kelabu. Musim cinta yang menggores haru. November yang datang kini, berharap hujan segera turun, biarkan dengan air mata ia menyatu. Samarkan sedih dan butiran basah yang bergulir satu-satu. Sebab… aku tak mau ada yang tahu, tidak pula engkau.
Pergilah sayang, jangan pernah ingat dan menyebut lagi namaku. Jagalah perasaan istrimu. Jangan ingkari sumpah dan janjimu di akad yang suci nan syahdu itu. Doaku akan selalu menyertaimu. Semoga engkau bahagia selalu…
Cintaku hampa teberai, kini lepas tak lagi bertali Kekasih hati telah pergi dan tak mungkin kembali Meninggalkan sepi tanpa ada seorang yang peduli Sesak di hati, menggores kalbu, sedih … sedih sekali
November… hujanlah walau hanya gerimis Basahi jiwa… sirami hati yang lagi miris Obati jiwa… yang sedang teriris-iris Bawalah dukaku ,segala kisah yang sisakan tangis
***
Sepenggal cerita, dari sebuah KISAH NYATA
Bulukumba, 03 November 2014 (ANUGERAH OETSMAN)
Sumber Illustrasi : Di sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H