Mohon tunggu...
ANUGERAH OS
ANUGERAH OS Mohon Tunggu... Peternak - ~Penghobi hitam dan penggemar manis. HITAM MANIS, itu saja~

Selama kata masih merangkai kalimat Selama itu pula pena kan tetap berjaya Selama badan masih mengandung hayat Selama itu pula diri kan tetap berkarya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dialog Sopir Vs Diam

21 Desember 2015   00:47 Diperbarui: 21 Desember 2015   00:49 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

***

Rembulan baru saja menggamit lengan malam, mengajak meniti lintasan waktu, sesekali mengerling ke arah bintang-bintang, saling bersapa ajak bertegur atau sekedar berbagi senyum cahaya. Di lain kesempatan, ia menyibak awan yang sudah seperti bunglon saja, kadang putih kadang ungu dan sekali waktu gelap hitam, di celahnya ia mengintip keadaan di bumi.

Mobil berplat kuning itu, perlahan meninggalkan Terminal Kota. Daeng Rappe menarik handuk yang sedari tadi memeluk erat lehernya, disekanya beberapa bulir keringat di keningnya. Rupanya hawa AC yang mulai menyebar ke ruang mobil itu belum jua mampu menghalau panas dari dalam tubuhnya, setelah hampir setengah hari tadi berlarian mengejar-ngejar penumpang, berebut muatan dengan sesama sopir atau kenek di terminal yang tak rapi itu. Bibirnya kini membentuk sebuah senyum, tersungging di wajah yang tidak lagi berkeringat dan sudah agak bersih setelah beberapa daki yang terbentuk dari debu dan menggumpal lekat di sana telah berpindah tempat ke handuk kecil yang sudah berubah warna kecoklatan itu, padahal tiga bulan yang lalu handuk berbahan kain murahan itu warnanya putih bersih, dibelinya sama Daeng Caya, janda penjual kopi hitam di pojok terminal.

Senyumnya adalah senyum puas, karena mobilnya berisi penuh muatan pertanda rezeki berlimpah hari ini. Begitulah pekerjaannya, sebagai sopir angkutan umum yang saban hari berangkat dan pulang dari desa ke kota mengantar penumpang dengan mobil kecil bermuatan 10 orang itu. Padahal sejatinya mobil ini berkapasitas 8 orang saja, tapi entahlah penumpang seperti enjoy saja duduk berhimpit dengan penumpang lainnya. Daeng Rappe meminum beberapa teguk air mineral, kemudian mulailah ia bercerita seperti kebiasaannya, mencoba mencari kawan ngobrol dalam perjalanan, berusaha meringankan penat lelahnya dan sebagai cara agar kantuk tidak mudah menyerang.

“Alhamdulillaah, setelah hampir sebulan naik turun pulang pergi dari desa ke kota, baru kali ini mobil saya penuh,” lagi Daeng Rappe mengumbar senyum, menoleh ke lelaki muda yang duduk di sebelah kirinya berharap ada respon. Yang ditoleh malah asyik bermain gadget.

Diam...

“Cari penumpang sekarang susahnya minta ampun, penumpang selalu jadi rebutan, belum lagi jika harus adu mulut dengan calo yang mengaku-ngaku sebagai pemilik muatan. Paling parah jika ada sopir yang mesti berkelahi atau malah meregang nyawa hanya karena mempertahankan penumpang yang susah payah didapatnya, tetapi malah direbut calo karena dianggap belum ada setoran dan banyak lagi peristiwa yang menyedihkan lainnya. Tapi mau apalagi, begitulah kerasnya kehidupan di terminal.”

Diam...

“Tapi begini-begini bersyukurlah saya ini, masih bisa jalan terus, selalu saja ada yang numpang, masih ada yang sudi sama saya, padahal di luar sana ada banyak mobil yang lebih bagus, lebih besar dan mungkin fasilitasnya lebih oke, jumlahnya pun tak terhitung lagi. Iya, mobil angkutan sepertinya memang tidak dibatasi, menjamur bahkan mungkin sudah lebih banyak dari penumpang. Moga-moga sih sopir angkut kayak saya ini tidak ikut ikut diblokir, seperti nasib tukang ojek yang di Gojek itu, kabarnya sudah dilarang....”

Diam... 

Tiba-tiba, sebuah mobil putih yang berjalan pelan di depannya dengan sticker besar di kaca belakangnya bertuliskan “WHITE CAR COMMUNITY” berbelok ke arah kiri, tak ayal membuatnya terperanjat dan mengerem dadak mobilnya. Penumpangnya sama ikut tersentak, mungkin sebagian terbangun dari tidurnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun