***
Salah siapa entah dosa siapa. Semua terjadi, Angan tiada pernah tahu darimana ia bermula. Yang ia tahu, bahwa orang-orang di sekitarnya memanggilnya Angan. Namun ia tak pernah menangis mengenangkan nasibnya yang kelabu. Pun ia tiada pernah menyesalkan diri,mengapa harus terlahir ke dunia. Meskipun sekali waktu,terkadang ia kelimpungan seperti mencari-cari, bagai anak ayam yang ditinggal induk tertabrak lari.
Angan yang tak beda dengan angin lalu, lewat sekelebat tiada men inggalkan kesan. Tak ada seorang pun yang menanggap. Dialah gulita yang memimpi taburan bintang. Keadaannya tak ubah layangan putus tanpa tali pegangan. Adakalanya ia terhempas, seperti menyerah tak kuasa menghadapi tiap-tiap kejadian di nyata harinya.
Bersama siapa Angan menjalani siang, setitik pun tanya tak pernah terbetik dalam hatinya. Harus bagaimana Angan meniti menghabiskan malam, sedikitpun tak pernah terpikirkan olehnya. Seperti senandung insan-insan pemuja yang senantiasa mengucap syukur pada Tuhan, bagai kicau burung-burung riang menghirup aroma embun basah.
“Terima kasih angan...” bisiknya setiapkali mentari membangunkan tidurnya. Senyum yang mengembang, menghias rona berbinar mukanya menyambut pagi. Segala keindahan yang barusan terjadi, masih saja melekat kuat di matanya.
Angan berlari di tepian sungai yang berkilat-kilat airnya. Kilatan air yang tercipta karena cahaya bebatuan bak bongkahan bacan yang berkilauan di dasarnya. Ikan-ikan berwarna-warni seperti terbang laju mengikuti arah larinya. Saat Angan berhenti, seketika ikan-ikan itu juga berhenti dan berbalik arah mempermainkan ekornya. Angan tertawa riang, senang ia walau merasa dikerjai oleh ikan-ikan rupawan itu. Sekali waktu ikan-ikan itu terjun kembali ke air, kecipak kecipuk riuh seperti memanggil Angan untuk ikut berenang.
Tiga belas tahun, Angan bercumbu dengan angan. Siang, ia berdansa dengan angan. Malam, ia berdendang dengan angan lainnya. Angan hanya ingin berbicara dengan angan-angan saja. Keinginan memeluk angan, hasrat hati enggan melepas. Tetapi apalah daya, angan hanyalah sebatas angan. Oleh seekor nyamuk yang beringas menghisap pipinya, angan lepas dari pelukan. Obrolan seketika berhenti.
Indahnya angan sementara... NYATANYA ...
***
Bulukumba, 25.01.2017
(Anugerah Os)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H