Mohon tunggu...
ANUGERAH OS
ANUGERAH OS Mohon Tunggu... Peternak - ~Penghobi hitam dan penggemar manis. HITAM MANIS, itu saja~

Selama kata masih merangkai kalimat Selama itu pula pena kan tetap berjaya Selama badan masih mengandung hayat Selama itu pula diri kan tetap berkarya

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Cerbung] Akhirnya Menikah Juga (4)

21 September 2014   18:50 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:02 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Bagaimana kagetnya aku setelah membaca pesan itu , begitupula terperanjatnya ayah. Beliau yang biasanya tenang, sedikit terlihat panik. Aku bisa memahami itu, pastilah ayah khawatir sekarang. Bukan apa! Pernikahanku tidak kan lama lagi. Tidaklah mungkin hanya gegara pesan yang belum jelas dari siapa itu, acara ini akan dibatalkan. Tapi bukan tak mungkin pula semua bisa berantakan jika ini tidak segera clear. Ayahlah yang menurutku pas, sebagai tempatku mengadu.Ayah membaca sekali lagi pesan itu. Tidak lama terdengar dia berujar.

“Anakku…” kata Ayah sambil merapatkan duduknya. “Jangan sampai ibumu atau orang lain tahu, nanti ayah ke Tanete membicarakan ini dengan Pak Lukman, atau bila perlu ayah akan bertemu Andi.” Sejenak aku terpaku mendengar kalimat-kalimat yang terlontar dari mulut ayah. Betapa tidak! Ayah yang selalu bercanda, kali ini serius.

"Sekarang ganti bajumu dan keluarlah temui ibumu dan saudara-saudara sepupumu, jangan sampai ada yang mencarimu…” Aku mengangguk setuju.

“Lebih baik hapus saja pesan itu dan bersikaplah wajar… santai saja, Insya Allah tidak akan terjadi apa-apa!” Lagi-lagi aku mengangguk mengiyakan dan tersenyum.Ayah membalas senyumku dan segera berlalu dari kamarku.

***

Di luar matahari sudah condong ke barat. Sinarnya sudah tak lagi terik. Beres-beres dan bersih-bersih rumah sudah selesai. Suasana yang teduh mengantar keluarga, tetangga satu persatu meninggalkan kediamanku pulang ke rumahnya masing-masing.

Rumah terasa sepi kembali tak ada lagi suara-suara, membawa hati ini hanyut terbawa sepi pula. Hampa terasa, seketika terngiang-ngiang lagi bunyi pesan itu … aku tak sudi dia jadi milikmu… Rasa sepi itu membuatku tenggelam, apakah aku akan kehilangan orang yang baru saja mengikatku? Kutatap cincin yang melingkar di jari manisku.

Setelah memberi tahu ayah, ada sedikit lega dalam hatiku. Rasa lega itu memang sedikit saja. Aku belumlah bisa sepenuhnya melupakan pesan itu, walaupun sudah menghapusnya di hp.Dan mungkin karena terlalu kepikiran itulah, seakan ada beban berat yang mengganjal di bathinku.

Mengapa ini terjadi di saat-saat aku baru merasakan yang namanya cinta?Cinta yang datang diam-diam. Ahhh, Andi Firmansyah. Sejak pertama aku melihat gambarnya, aku sudah tertarik kepadanya. Kemudian menyusullah kenyataan-kenyataan, seakan berpacu dengan waktu yang semakin mendekatkan aku dengan wujudnya. Dan kini ada yang coba mengusiknya. Siapa dia? Inikah bumbu cinta itu? Bahwa perjalanan cinta tidaklah mesti berjalan mulus?

Warna kuning keemasan di langit senja perlahan menghilang tertutup oleh tirai hitam pertanda berakhirnya pesta warna di langit yang cerah tadi, menutup pesta kecil di rumahku hari ini. Sayup-sayup terdengar suara adzan berkumandang dari beberapa masjid di kampungku mengantar penghuni segera menunaikan sholat magrib.

Dalam sekejap suasana kampung menjadi sepi. Akupun bergegas mengambil wudhu, sholat dengan tenang, memuji keagungan dan kebesaran Sang Pencipta. Bersyukur atas segala nikmat dan karunia. Aku berdoa dalam hati, dalam hatiku yang teramat dalam, paling dalam.

“Ya Allah, berilah kemudahan untuk setiap urusan, berilah jalan keluar untuk setiap masalah. Kuatkanlah imanku… Aamiin.”

***

Semakin dekat ke hari pernikahanku, semakin hari semakin ramai pulalah rumahku. Ramai orang-orang mengangkut bambu ke rumah. Sekitar limapuluhan pohon bambu ditebang untuk keperluan membuat balli’ 11. Ramai dengan canda ibu-ibu dan gadis-gadis yang membuat kue, ramai dengan suara bambu diketok-ketok mereka yang membuat balli’, ramai dengan mereka yang bersih sana bersih sini, ramai dengan mereka yang pasang ini pasang itu, ramai suara mereka yang bermain domino dan catur, ramai suara anak-anak yang main petak umpet dan kejar-kejaran. Riuh Rendah. Begitulah jelang sebuah pesta dikampungku siang dan malam. Hiruk pikuk.

Semakin dekat ke hari pernikahanku, semakin hari semakin sepi pulalah hatiku. Sepi di tengah-tengah keramaian yang ada.Entah mengapa, aku lebih senang menyendiri.

Seperti malam ini. Ada gelisah yang meresah jiwa. Entah mengapa, padahal ayah sudah mendapat jawaban pasti dari Pak Lukman bahwa anaknya masihlah seorang perjaka tulen. Pun sudah bertemu dengan Andi yang mengaku tidaklah pernah menjalin hubungan dengan seseorang. Dan perihal sms itu, merekapun tidak tahu menahu. Tetapi semua itu menjadi samar-samar dalam pengertianku.

Kubuka layar laptopku. Terlihat wajah Andi tersenyum. Wajah itu memang kupasang sebagai wallpaper12 di home screen13. Wallpaper inilah yang kusembunyikan dari adik-adikku beberapa waktu yang lalu. Kubalas senyum itu, kesentuh wajahnya. Dan tiba-tiba rasa takut akan kehilangan dirinya itu menyeruak lagi… Ahhhh

“khmm.. hmmm…” Suara dehem ayah mengejutkanku. Spontan laptop itu kututup tanpa off dulu. Aku tidak menyadari ternyata ayah sudah berdiri di belakangku.

“eh…a.. ada ayah rupanya.” Ucapku terbata.

“Kok menyendiri nak, orang-orang pada mencarimu…” Ayah menarik sebuah kursi dan duduk di hadapanku. Aku tidak menjawab hanya mengangkat kepala menatap ayah. Lama ayah menatapku , seperti mencoba menyelami dan menduga apa yang kupikirkan. Dan seakan sudah mengerti, ayah berbicara dengan lembut.

“Engkau janganlah risau anakku, perahu yang berlayar di lautan maha luas itu tidaklah merapat di dermaga tanpa alunan ombak dan tiupan angin, terkadang pula perahu itu harus melawan gelombang yang tinggi dan terpaan badai yang dahsyat.” Aku tertunduk mendengarkan.

“Dengarlah, pernikahanku dengan ibumu awalnya juga tidak berlangsung mulus, banyaklah berbenturan dengan kerikil tajam dan onak berduri yang merintang,” Aku semakin dalam tertunduk dan mulai terselip haru, sesekali mengangguk… “Orangtuanya tidak merestui hubungan kami, ibumu… Nur… shock dan mogok makan,” Ayah menerawang mengingat-ingat masa lalunya… “tetapi, cinta kami memang sudah terpaut enggan terpisah, ayah tentu tidak ingin Nur tersiksa, diam-diam aku menemuinya malam-malam membawakan makanan untuknya….”

Ayah terdiam sejenak, “tetapi rupanya kejadian itu diketahui orangtuanya, dan bukannya membuat mereka kasihan dengan Nur tetapi Nur malah dikurung tidak boleh lagi keluar rumah, hingga akhirnya Nur diketemukan dalam kamarnya tidak sadarkan diri dan segera dilarikan ke rumah sakit.Sebagai lelaki yang tidak ingin kekasihnya kenapa-napa Ayah nekat mengunjunginya di rumah sakit, dan… di sanalah orangtua Nur terenyuh melihat kegigihan ayah… di sanalah pula bunga itu tersenyum mekar kembali, dan sekarang sudah menghasilkan buah yang ranum… hmm….” Ayah mengangkat daguku dan tersenyum. Aku menghapus airmataku dan bangkit memeluk ayah.

“Kok Ayah tidak pernah ceritakan ini sebelumnya?” Ucapku manja dan melepas pelukanku.

“Ah.., sudahlah! Sekarang bergabunglah di luar, masak yang punya hajat malah sembunyi di kamar?”Ayah membangkitkan semangatku.

Saat itu juga aku merasakan kekuatan yang menjalari aliran darahku. Rasa sesak yang mencucuk hati sirna seketika. Plong rasanya.

“Sabarlah Fitri Gau, sabarlah hati… engkau pasti bahagia….” Kataku begitu yakin.

***

_____________

to be continued

Bulukumba, September 2014 (ANUGERAH OETSMAN)

11.Balli’ : anyaman yang dibuat dari bilah-bilah bambu yang dipasang menutupi dinding rumah, dipasang digerbang ataupun pada pegangan tangga.Balli digunakan juga pada pembuatan rumah pengantin, ruang mappaccing atau sesuai kebutuhan yang punya hajat

12.Wallpaper : Gambar yang dijadikan latar belakang pada home screen atau layar  desktop

13.Home screen : Tampilan awal pada layar komputer

Baca juga :

Akhirnya Menikah Juga (1)

Akhirnya Menikah Juga (2)

Akhirnya Menikah Juga (3)

Illustrasi : Balli' yang dipasang menutupi dinding (Sumber : http://www.linihijau.com)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun