Mohon tunggu...
Anugerah Akbar Yudha Adistian
Anugerah Akbar Yudha Adistian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN RM Said Surakarta

Sebuah tujuan tidak akan bisa dicapai tanpa adanya pengorbanan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkawinan Wanita Hamil

28 Februari 2024   19:46 Diperbarui: 28 Februari 2024   19:55 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

4. ⁠Boleh kawin asal sudah selesai haid dan kesuciannya, dan sekali menikah tidak boleh diambil, kecuali sudah melewati masa istibur (masa tunggu seorang wanita pasca hamil).

4. 

Sudut pandang sosiologis

Pernikahan wanita hamil di Indonesia dapat dilihat dari sudut pandang sosiologis sebagai refleksi dari faktor-faktor sosial, budaya, dan ekonomi yang kompleks. Hal ini seringkali terkait dengan tekanan sosial, norma-norma budaya, dan keterbatasan ekonomi. Secara sosial, pernikahan dalam kondisi hamil bisa mencerminkan norma-norma yang mengharuskan pernikahan sebagai tanggapan terhadap kehamilan di luar nikah. Faktor ekonomi juga memainkan peran dengan menekankan pada perlindungan sosial atau keamanan finansial yang mungkin diberikan oleh pernikahan. Selain itu, aspek agama dan budaya juga mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap pernikahan dalam keadaan hamil, dengan beberapa budaya mungkin menekankan pada kehormatan keluarga dan pemulihan "kehormatan" melalui pernikahan.

Sudut pandang religious

Dalam konteks agama Islam di Indonesia, pandangan terhadap pernikahan wanita hamil dapat bervariasi tergantung pada interpretasi dan praktik lokal. Secara umum, Islam menekankan pentingnya menjaga kehormatan dan menjauhi perbuatan yang dapat mendatangkan kehinaan dalam masyarakat. Namun, ketika seorang wanita hamil di luar nikah, pandangan agama Islam dapat memberikan solusi dengan menekankan pentingnya menikah sebagai langkah untuk melindungi diri dan anak yang akan lahir.

Beberapa ulama dan masyarakat Islam di Indonesia mungkin melihat pernikahan dalam keadaan hamil sebagai solusi yang lebih baik daripada membiarkan wanita tersebut mengalami stigmatisasi sosial atau risiko lainnya yang terkait dengan kehamilan di luar nikah. Namun, ada juga pandangan yang menekankan pentingnya bertobat dan memperbaiki diri sebelum menikah, serta menekankan perlunya menghindari perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama.

Dalam praktiknya, penyelesaian pernikahan dalam kondisi hamil dapat melibatkan proses yang melibatkan keluarga, tokoh agama, dan proses hukum yang berlaku di Indonesia. Namun, penting untuk dicatat bahwa pandangan agama Islam terhadap pernikahan dalam keadaan hamil dapat bervariasi dan bergantung pada konteks budaya, sosial, dan agama yang spesifik.

Sudut pandang yuridis

Secara yuridis, pernikahan wanita hamil di Indonesia diatur oleh hukum pernikahan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang tersebut tidak secara khusus mengatur mengenai pernikahan wanita hamil, namun secara umum mensyaratkan bahwa pernikahan harus dilakukan dengan persetujuan kedua belah pihak yang ingin menikah.

Sementara itu, dalam Konteks Hukum Islam, Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur tentang pernikahan wanita hamil. Menurut KHI, wanita hamil dapat menikah dengan syarat-syarat yang berlaku dalam hukum Islam, termasuk persetujuan dari kedua belah pihak, wali yang sah, serta memenuhi syarat-syarat lain yang ditetapkan dalam hukum Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun