Mohon tunggu...
Antya Frihanira
Antya Frihanira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Perlindungan Konsumen dalam Praktik Bisnis Halal Dalam Penegakan Etika Bisnis pada Transaksi E-Commerce

10 Januari 2023   18:47 Diperbarui: 10 Januari 2023   18:52 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bisnis Online menyediakan ekonomi global memasuki babak dengan terminologi baru yang lebih trendi seperti "ekonomi digital" dan "digital." Keberadaannya ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah industri dan ekonomi yang menggunakan internet sebagai alat komunikasi. Misalnya, perdagangan semakin banyak menggunakan perdagangan elektronik atau perdagangan elektronik (e-commerce) sebagai platform untuk transaksi. 

Budaya dan cara hidup suatu negara sudah mendarah daging dengan bisnis. Bisnis melibatkan produsen dan konsumen, tetapi produsen sering percaya bahwa mereka hanya memenuhi kebutuhan produsen untuk menghindari tanggung jawab atas barang-barang yang dapat merugikan konsumen atau berpotensi melakukannya. 

Setiap orang yang mengkonsumsi komoditas dan/atau jasa yang ditawarkan oleh masyarakat, baik untuk keuntungan sendiri, kepentingan keluarga, kepentingan orang lain, atau kepentingan makhluk hidup lainnya, adalah konsumen (UU No.8 Th 1999).

Etika Bisnis adalah studi tentang prinsip-prinsip moral atau standar etika dan bagaimana mereka berlaku untuk sistem dan organisasi yang digunakan masyarakat umum untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa serta kepada orang-orang yang bekerja di organisasi tersebut. Etika bisnis tidak selalu merupakan jenis etika yang berbeda. Ini adalah praktik bisnis yang etis. Gaya ini berfokus pada apa yang merupakan ancaman bisnis yang sah atau ketidaknyamanan kecil, serta bagaimana pebisnis harus menerapkan prinsip-prinsip moral untuk berbagai situasi yang mungkin timbul dalam kehidupan sehari-hari mereka di tempat kerja.

Masyarakat modern adalah masyarakat bisnis pelaku bisnis beranggapan hanya bertanggung jawab memenuhi kebutuhan dan bersikap netral Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memiliki peran melindungi konsumen dari tindakan produsen hubungan produsen dan konsumen antara produsen dan onsumen memiliki "hak kontraktual" yaitu hak yang timbul dan dimiliki seseorang ketika memasuki suatu persetujuan atau kontrak dengan pihak lain. 

Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian untuk memberikan perlindungan hukum kepada konsumen. Pengertian konsumen sendiri adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Bisnis menempatkan barang-barang mereka di layanan online berbasis web atau kemudian di bawah frasa "perdagangan elektronik" karena banyaknya pengguna internet (e-commerce). Pembentukan perangkat legislasi yang mencakup topik-topik tersebut di atas tidak sesuai dengan pandangan ke depan pelaku usaha dalam menggunakan internet untuk pemasaran, transaksi, online, dan tujuan komersial lainnya. Akibatnya, kekosongan hukum di dunia maya menyebabkan kerugian bagi beberapa pihak. 

Ternyata konsumen yang mengidentifikasi diri sebagai muslim menghadapi pola regulasi bisnis yang merugikan sekaligus menyulitkan untuk menemukan produk halal di pasar Indonesia. Kembali ke konteks pemikiran terarah, industrialisasi di Indonesia dan implikasinya terhadap produk halal dan segala permasalahan di muka. Susah dengan sistem regulasi perusahaan yang menggunakan pola sistem output dan input, mendapatkan produk halal menjadi lebih sulit. Pendekatan ini jelas melanggar hak konsumen untuk mendapatkan barang yang diinginkan dengan mengecualikan pelanggan muslim sebagai peserta atau komponen dalam proses produksi.

Bahkan ketika ada organisasi perdagangan, apa yang dilegalkan negara sebenarnya membuat peraturan perusahaan semakin eksklusif, yang berarti bahwa tidak ada orang di luar asosiasi yang memiliki wewenang untuk menetapkan aturan main di industri tertentu. Semua ini pada akhirnya menghasilkan sistem monopolistik hak-hak konsumen yang menjaga konsumen Indonesia di puncak. Pelanggan Indonesia berada dalam situasi yang sulit dan sepertinya mereka dipaksa untuk menerima barang tanpa dapat menuntut penjual. Alasan halal, pencantuman umum klausul dalam perjanjian e-commerce dapat menjadi bukti instan bahwa ketentuan perjanjian sama dengan ketentuan perjanjian pada umumnya. Hal yang sama berlaku untuk adanya keadaan yang menentukan legalitas perjanjian atau kontrak e-commerce. Agar konsumen dapat membaca dan memahami ketentuan kontrak atau perjanjian dan menentukan apakah mereka akurat dan tidak menyimpang dari praktik yang diterima atau tidak, perjanjian atau kontrak yang diberikan oleh pedagang dalam e-commerce harus memenuhi persyaratan Pasal 1320 KUH Perdata.

Untuk dapat mengidentifikasi sebagai konsumen yang kritis dan bertanggung jawab, sangat penting bahwa orang memiliki pemahaman menyeluruh tentang perilaku konsumen. Tujuannya, ia secara sponatan menyadari akan hal itu jika adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya. Konsumen kemudian dapat menjadi lebih mahir dalam menangani hak-hak produk. Sehingga, dalam menjalankan bisnis di dalam e-commerce perlu adanya perlindungan terhadap konsumen yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun