Privilege Tak Hanya Berupa Harta tapi Juga Memiliki Orangtua yang Baik

Kapan kamu sadar kalau ternyata kamu memiliki privilege?

Begitulah sebuah cuitan terbaru yang saya baca yang akhirnya cukup banyak ditanggapi warganet di aplikasi X beberapa waktu lalu. 

Berbagai jawaban muncul termasuk di antaranya tentang buku dan tas sekolah yang dulu pernah dipakai di mana ternyata produk tersebut adalah produk yang termasuk mahal. 

Atau, perkara bisa makan siang di ayam goreng kakek janggut yang dulu saya juga bahkan tak pernah mengalaminya saat masih sekolah. 

Jika bicara tentang privilege, mungkin akan ada banyak tanggapan yang muncul dari berbagai kalangan. Ada yang menganggapnya sebagai hal yang negatif terutama jika itu sudah berhubungan dengan kesempatan yang bisa didapatkan mereka yang memiliki privilage ini jika dibandingkan dengan mereka yang tidak. 

Namun, ada juga yang bisa memandangnya sebagai sebuah kondisi yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan hal-hal yang positif bagi dirinya atau mungkin orang banyak. 

Menurut Cambridge Dictionary, privilage diartikan sebagai  keuntungan (hak istimewa) yang didapatkan oleh seseorang atau sekelompok orang karena posisi/jabatan mereka atau karena mereka kaya. 

Selain jabatan atau kekayaan, privilage juga bisa berupa penampilan fisik yang menarik. Mereka yang memiliki privilage ini biasanya akan sangat dimudahkan dalam berbagai hal seperti mencari kerja atau kemudahan dalam mendapatkan fasilitas tertentu. 

Dalam dunia kerja sendiri, privilage kerap dikaitkan dengan nepotisme yang memang sering kita temukan di berbagai bidang. 

Contoh yang paling sederhana adalah ketika anak-anak pejabat bisa dengan mudahnya mendapat pekerjaan karena koneksi yang dimiliki ayahnya. 

Bagi mereka yang harus susah payah mencari lowongan pekerjaan hal ini tentunya terasa sangat tidak adil. Apalagi jika ternyata kualitas mereka yang memiliki privilage ini ternyata tidak lebih baik dibanding dirinya.