Perkenalan saya dengan kereta api bermula ketika almarhum ayah menjalani studi di kota Bandung di tahun 1992. Saat itu saya yang masih kelas 1 SD bersama ibu dan adik perempuan menyusul almarhum ayah tinggal di Bandung selama kurang lebih 9 bulan.Â
Saat itu karena dana yang dimiliki tak memungkinkan untuk naik pesawat, maka rute perjalanan dari kota Banjarmasin menuju Bandung ditempuh lewat jalan laut dan darat. Jadi dari Banjarmasin kami naik kapal laut menuju Surabaya dan dilanjutkan dengan naik kereta menuju kota Bandung.Â
Pengalaman pertama saya naik kereta api tentunya menjadi sebuah kenangan manis dalam hidup. Untuk pertama kalinya saya merasakan naik alat transportasi yang menggunakan rel sebagai medianya ini.Â
Perjalanan 14 jam dari Surabaya menuju kota Bandung diisi dengan pemandangan persawahan dan juga perumahan penduduk. Setiap beberapa jam sekali kereta akan berhenti di stasiun di mana penumpang bisa turun dan para penjaja makanan mulai menawarkan dagangannya.Â
Jika malam tiba, ibu akan menggelar selimut di lantai kereta agar saya dan adik bisa tidur. Tentunya tidur di lantai kereta bukanlah hal yang nyaman karena sepanjang perjalanan saya harus merasakan jalan kereta yang ajrut-ajrutan. Â
Setelah kembali ke kota kelahiran, saya kembali merasakan sensasi naik kereta saat melakukan perjalanan bersama beberapa teman ke kota Bandung sekitar tahun 2010.Â
Saat itu, untuk perjalanan pulang kembali ke Banjarmasin, kami memilih untuk menggunakan kereta terlebih dahulu dari Bandung menuju Jakarta baru kemudian menuju bandara Soekarno-Hatta untuk pulang dengan tiket pesawat yang sudah dipesan sebelumnya.
Berdasarkan pengalaman teman yang sudah pernah naik kereta dari Bandung ke Jakarta, waktu yang ditempuh untuk tiba di Jakarta sekitar 2 jam. Dengan tiket kereta yang kami beli, seharusnya kami tidak perlu khawatir akan ketinggalan pesawat karena jadwal penerbangan sekitar pukul 1 siang sementara kereta kami berangkat pukul 8 pagi.Â
Namun rupanya takdir berkata lain. Saat kereta baru berjalan kurang lebih beberapa puluh (atau ratus?) kilometer, tiba-tiba kereta yang kami tumpangi berhenti. Mulanya saya pikir ini adalah persinggahan antar stasiun yang memang sudah biasa dilakukan oleh kereta dalam perjalanannya.Â
Namun yang membuat hati mulai was-was, ternyata pemberhentian yang kami jalani kali itu memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan. Padahal setahu saya jika hanya untuk singgah di stasiun hanya memerlukan waktu 15 menit. Belakangan akhirnya kami ketahui kalau ternyata ada masalah teknis yang membuat kereta harus berhenti lebih lama dari seharusnya.Â