[]gambar diambil dari surabaya.detik.com Suatu ketika saya melihat sebuah tayangan di televisi, dalam sebuah wawancara di studio televisi tersebut nara sumbernya adalah seorang pengangguran dan seorang Dirjen di Depnakertrans. Ketika seorang penganggur tersebut di beri kesempatan bicara, dia mengatakan bahwa pengangguran di Indonesia ini adalah tanggungjawab pemerintah dan dunia usaha. Seolah olah dia menganggur karena menjadi korban sempitnya lapangan kerja akibat rumitnya permasalahan investasi di Indonesia. Dengan cukup percaya diri dia mengatakan bahwa regulasi, perpajakan, perijinan dan tata kelola ketenagakerjaan di Indonesia cukup complicated sehingga lulusan-lulusan di Indonesia termasuk para sarjana menjadi pengangguran yang hingga saat ini memang menjadi permasalahan pemerintah. Geram sekali saya mendengar statemen dia saat itu. Ingin rasanya meneriakinya dan memaki-makinya. Seenaknya saja dia mengatakan ini (pengangguran) merupakan mutlak tanggungjawab pemerintah dan dunia usaha. Memang, permasalahan di Indonesia yang terkait ketenagakerjaan cukup rumit sehingga investor dari luar negeri kerap kali hengkang dari Indonesia dan calon investor baru enggan menanamkan modal dan mendirikan bisnisnya di Indonesia. Tapi hal ini juga kerap kali diakibatkan oleh ulah si penganggur itu sendiri. Banyak lulusan dari universitas atau lulusan sekolah menengah yang gengsi, memilih-milih pekerjaan mencari yang cocok dan sesuai dengan disiplin ilmu yang ia tekuni ketika di meja belajar. Ketika pertama kali ia ditawari sebuah peluang kerja, yang ia tanyakan biasanya gajinya berapa. Jarang sekali yang menanyakan persyaratan dan job deskripsinya. Seharusnya mereka yang menganggur ini mengutamakan bagaimana caranya masuk dunia kerja terlebih dahulu. Untuk urusan gajinya berapa, kemudian jenjang karirnya bagaimana, itu bisa dipikir kemudian. Jika memang jobdis-nya tidaklah terlalu sulit untuk ia kerjakan, terima saja dulu. Yang penting masuk dunia kerja. Memiliki pengalaman kerja, memiliki pengalaman bekerjasama dengan orang lain minimal dalam tim kerja, relasi atau partnernya. Di sini ia akan bisa belajar bagaimana berinteraksi dengan orang dalam lingkup kerja, bagaimana menjadi karyawan, bagaimana seharusnya menghadapi pekerjaa, majikan, pimpinan atau bos-nya. Selain itu dengan masuk dunia kerja kita bisa memiliki relasi dan kenalan yang lebih banyak. Dari sinilah biasanya kita mengenal banyak orang dan bisa saling tukar informasi, termasuk informasi peluang kerja di tempat lain atau di perusahaan yang sama namun berbeda departemen dengan jobdis yang sekiranya ia sukai. Ini penting, dan prinsip seperti ini kerap kali dilupakan oleh pencari kerja hingga akhirnya banyak pengangguran dimana-mana. Jadi bagi para penganggur dan pencari kerja, terima saja dulu tawaran kerja apa yang pernah Anda terima. Nikmati saja dulu yang ada, siapa tahu justru Anda menjadi betah dan mencintai pekerjaan Anda hingga Anda memiliki pengalaman yang cukup dan tertantang untuk berwiraswasta dalam bidang tersebut. Meskipun awalnya Anda tidak sesuai dengan jobdisnya karena disiplin ilmu yang Anda tekuni di sekolah tidaklah sesuai. Lihatlah, banyak sekali sarjana pertanian yang justru menjadi manajer di perusahaan telekomunikasi. Seorang insinyur komputer menjadi pengusaha di bidang kuliner. Ini kebanyakan karena mereka awalnya nerimo dengan apa yang ada dihadapannya hingga ia mahir menguasai bidang pekerjaannya. [tri]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H