Peran Pemerintah dalam Pembinaan Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga
Berdasarkan Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 Pasal 47 Ayat 1 dikatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menetapkan kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
Sistem yang mempengaruhi program pembinaan keluarga salah satunya adalah sistem makro, yaitu tentang hukum/regulasi yg kondusif, kebudayaan, norma, agama, jaminan sosial, dan pembiayaan (Bronfenbrenner, 2004).
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2015 ini merilis isu strategis permasalahan dalam pembinaan keluarga Indonesia. Salah satu permasalahan yang dihadapi adalah pengasuhan dan pembinaan anak balita yang rendah. Padahal di sisi lain, jumlah balita sekarang ini meningkat, proyeksi jumlah balita dan anak pada tahun 2015 adalah 47,4 juta jiwa (Bappenas, 2013). Anak balita sekarang ini dan beberapa tahun ke depan akan menjadi penduduk usia produktif di tahun 2045, saat satu abad Indonesia Merdeka. Tahun 2045 diharapkan Indonesia mencapai masa keemasannya karena banyaknya penduduk berusia produktif yang sering disebut bonus demografi. Oleh karena itu untuk mewujudkan hal tersebut harus ada usaha serius dari pemerintah dan pemerintah daerah untuk membina keluarga agar mampu mengasuh dan membina anak-anaknya dengan baik sesuai amanat UU Nomor 52 Tahun 2009 di atas.
Solusi yang penulis tawarkan untuk membentuk keluarga yang mampu mengasuh dan membina anak balita dengan baik adalah Sekolah Pra Nikah.
Masalah dalam Pengasuhan Balita
Masalah yang sering dihadapi dalam pengasuhan dan pembinaan balita adalah kurangnya pengetahuan dan keterampilan orang tua baru. Selama ini peran pemerintah dan pemerintah daerah belum maksimal dalam membekali calon orang tua dengan pengetahuan dan keterampilan pengasuhan dan pembinaan balita. BKKBN sebenarnya dalam programnya telah membentuk kegiatan berbasis masyarakat, yaitu Bina Keluarga Balita (BKB) melalui fasilitator atau kader yang dilatih untuk penyuluhan KB, bimbingan cara pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang balita dan anak. Tetapi setahu penulis, di desa tempat kami tinggal belum ada kegiatan tersebut, yang ada adalah kegiatan Posyandu. Kegiatan Posyandu belum cukup untuk membekali kami dengan informasi dan pengetahuan tentang pengasuhan balita, selebihnya adalah mencari informasi sendiri baik dengan buku atau majalah dan artikel di internet, bertanya kepada orang tua dan teman, konsultasi dengan bidan dan dokter ketika memeriksakan istri saat hamil atau anak. Informasi juga kami dapatkan dari beberapa komunitas orang tua dengan saling berdiskusi dan berbagi pengalaman tentang pengasuhan anak. Kebetulan penulis dan istri mempunyai tingkat pendidikan dan ekonomi yang cukup serta akses informasi mudah. Tetapi juga belum terampil karena hanya membaca atau mendapatkan informasi, belum pernah mempraktikkan. Akhirnya yang dapat kami lakukan adalah mencoba sendiri sesuai informasi yang kami dapatkan.
Penulis melihatnya secara global penduduk di seluruh Indonesia, berapa banyak penduduk dengan tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah. Ternyata penduduk dengan tingkat ekonomi rendah cukup banyak yang tentu saja berkorelasi dengan rendahnya tingkat pendidikan. Persentase penduduk miskin Indonesia tahun 2014 mencapai 11,25% atau 28,28 juta jiwa (BPS 2014). Sedangkan proyeksi jumlah remaja pada tahun 2015 adalah 66 juta jiwa atau sekitar 27% dari total jumlah penduduk (Bappenas, 2013). Berapa banyak calon orang tua baru yang tidak bisa mengakses informasi dan pengetahuan tentang pengasuhan anak balita karena rendahnya tingkat pendidikan dan ekonomi. Oleh karena itu, sekali lagi dibutuhkan peran pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan pembinaan kepada calon orang tua baru, yang salah satunya melalui Sekolah Pra Nikah.
Pelaksanaan Sekolah Pra Nikah
Teknis pelaksanaan Sekolah Pra Nikah diwajibkan sebagai salah satu syarat menikah kepada calon pengantin selama 6 hari. Pengelolaan Sekolah Pra Nikah kerja sama antara Kementrian Agama dan BKKBN. Agar tidak mengganggu pekerjaan calon pengantin, kegiatan Sekolah Pra Nikah dapat dilaksanakan setiap hari Sabtu dan bisa diikuti di tempat domisili calon pengantin, tidak harus di tempat akan melangsungkan pernikahan. Sekolah Pra Nikah harus diikuti oleh kedua calon pengantin, walaupun tidak bersamaan, bisa di tempat berbeda sesuai domisilinya.
Berikut ini materi yang sekiranya perlu ada dalam Sekolah Pra Nikah:
- Kewajiban menikah oleh agama sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan
- Hak, kewajiban, dan pentingnya pembagian tugas suami istri
- Keterampilan dasar sehari-hari yang harus dikuasai suami dan istri
- Pengetahuan dan keterampilan mengasuh balita (sesuai dengan Program BKKN: Menjadi Orang Tua Hebat dalam Mengasuh Anak)
- Keluarga berencana (KB)
- Cara mengatasi konflik di rumah tangga
Dengan adanya Sekolah Pra Nikah diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan calon orang tua khususnya dalam pengasuhan balita, sehingga membentuk keluarga bahagia dan sejahtera. Dari keluarga bahagia dan sejahtera membentuk bangsa dan negara yang kuat dan sejahtera. Bukan begitu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H