Pembinaan Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga
Menurut Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga disebutkan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri; atau suami, istri dan anaknya; atau ayah dan anaknya; atau ibu dan anaknya. Keluarga adalah lingkungan pertama dan utama dalam pembinaan tumbuh kembang, menanamkan nilai-nilai moral dan pembentukan kepribadian.
Masih berdasarkan Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 pasal 47 ayat 1 dikatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menetapkan kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
Sistem yang mempengaruhi program pembinaan keluarga salah satunya adalah sistem mikro yang terdiri dari orang tua, saudara kandung, 8 fungsi keluarga, dan anggota keluarga lain yang tinggal di rumah (Bronfenbrenner, 2004). Keluarga berperan sebagai fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, dan pembinaan lingkungan.
Isu strategis permasalahan dalam pembinaan keluarga Indonesia salah satunya adalah pengasuhan dan pembinaan anak balita yang rendah. Pada tulisan ini akan berbagi pengalaman tentang permasalahan dalam pengasuhan balita, yaitu hanya sedikit ibu yang memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif. Dalam hal ini salah satu hal yang dapat dilakukan adalah meningkatkan peran suami dalam menyukseskan pemberian ASI eksklusif kepada bayi.
 Hambatan Pemberian ASI Eksklusif
Seperti yang sudah diketahui dan dipahami kita bersama bahwa ASI eksklusif yang diberikan kepada bayi dari lahir sampai usia 6 bulan sangat bermanfaat untuk kesehatan dan kasih sayang orang tua kepada anaknya. Akan tetapi dalam kenyataannya banyak ibu yang tidak bisa memberikan ASI eksklusif kepada bayinya karena berbagai alasan.
Beberapa alasan tersebut antara lain karena ibu bekerja, ASI tidak lancar atau produksi ASI kurang, orang tua menyarankan agar bayi diberi susu formula, payudara bengkak, capek dan stres karena pekerjaan di kantor. Di sini peran suami untuk mendukung istrinya dalam pemberian ASI eksklusif sangat penting.
Dukungan Suami dalam Pemberian ASI Eksklusif
Berikut ini adalah pengalaman penulis sebagai suami untuk mendukung istri untuk memberikan ASI eksklusif kepada dua anak kami. Istri adalah dosen di sebuah perguruan tinggi negeri di Yogyakarta yang selain mengajar juga sering mengikuti seminar di luar kota dan luar negeri sampai beberapa hari bahkan satu minggu, sehingga mempengaruhi pemberian ASI ekslusif kepada anak-anak kami. Sebagai suami harus tetap mendukung pekerjaan istri sekaligus program pemberian ASI ekslusif, hal ini sudah menjadi komitmen kami berdua.
Beberapa hal yang penulis lakukan untuk mendukung pemberian ASI eksklusif antara lain memberikan motivasi untuk semangat dalam pemberian ASI eksklusif kepada anak kami, antara lain:
- membantu istri menjelaskan kepada orang tua pentingnya pemberian ASI eksklusif,
- mendengarkan keluh kesahnya ketika capek atau ada masalah di kantor agar tidak stres,
- selalu support ketika payudara bengkak atau produksi ASI sedang menurun,
- menemani anak saat istri melakukan aktivitas rumah tangga,
- menyediakan air putih atau susu saat istri menyusui,
- mengerjakan aktivitas rumah tangga agar istri bisa istirahat,
- mendukung ketika istri ingin menabung ASI sejak awal kelahiran anak kami,
- mendukung istri untuk memerah ASI di kantor,
- mencuci popok atau pakaian dan alas tidur,
- mendukung ketika istri pergi ke luar kota untuk mengikuti seminar dan pembagian tugas lainnya.
Kebetulan kami dibantu pengasuh bayi yang bisa bekerja sama dalam pemberian ASI eksklusif. Ketika istri bekerja atau sedang pergi ke luar kota, anak kami diberi ASI yang sudah ditabung di freezer. Alhamdulillah, kedua anak kami mendapatkan ASI eksklusif.
Tentu saja setiap pasangan suami istri akan berbeda-beda dalam pembagian tugas dan cara untuk menyukseskan pemberian ASI eksklusif bagi anak-anaknya. Mari, para suami tingkatkan peran kita dalam mengasuh dan melakukan pembinaan anak karena hal ini merupakan tanggung jawab berdua, suami dan istri. Bukan begitu?
Â