Buku-buku literasi baca-tulis yang mengupas spek stunting para bocil di Indonesia terbilang sedikit. Kaum literat kita tergolong rabun baca tentang fenomena stunting tanah air. Para intelek kita masih miskin referensi. Buktinya, stunting hingga kini laris manis sebatas orasi ilmiah, omongan, obrolan, bincang-bincang, dan lelucon orang-orang non-stunting. Lalu, Anda di golongan yang mana?
Buku yang bertajuk Makan Tepat, Tumbuh Sehat! anggitan dokter Apin ini terbilang gado-gado. Kini menjadi penting kembali di tengah kasak-kusuk masyarakat yang mulai kehilangan passion terhadap literasi kesehatan. Underan bahasannya tentang fenomena stunting dan gagal tumbuh untuk anak balita tanah air. Selain itu, perlu dicermati waspada ASI, MPASI, laktasi, nutrisi, gigi, dan mata.Â
Tak kaget jika Presiden dan Wapres RI pun bergidik. Di negeri gemah ripah loh jinawi ini masih terkendala momok pertumbuhan raga bagi balita nusantara.Â
Istilah stunting berbeda dengan cap perawakan pendek. Stunting adalah perawakan pendek akibat gagal tumbuh. Sebaliknya, perawakan pendek belum tentu semuanya stunting. Misalnya karena faktor keturunan atau genetik dan sukses tumbuh, tentu ukuran pendeknya bukanlah stunting. Jadi salah kaprah jika stunting diklaim gagal tumbuh ataupun perawakan pendek. Stunting identik kekerdilan.
Indonesia tercatat menjadi negara berangka stunting tinggi. Kini stunting menjadi lirikan prioritas pemerintah. Prevalensi (jumlah keseluruhan kasus penyakit yang terjadi pada suatu waktu tertentu di suatu wilayah) stunting menurun drastis dari angka 37,2 persen tahun 2013 menjadi 27,7 persen tahun 2019. Lalu, digenjot optimal agar turun ke angka 19 persen pada tahun 2024.Â
Masyarakat Indonesia dengan SDM unggul harus memiliki paham kesadaran tentang kesehatan itu nomor satu. Pilihan primernya harus memiliki akses dasar air bersih dan sanitasi yang layak. Ketiadaan dua faktor ini menjadi tengara dini bahwa persoalan kesehatan masyarakat senantiasa menelikung.
Jika terjangkit penyakit karena ketiadaan air bersih dan sanitasi selalu merundungi anak di 1.000 hari pertama kehidupannya, dipastikan anak tersebut menderita stunting. Anak tidak sanggup menyerap nutrisi dengan baik. Simpulannya, ketersediaan air bersih dan sanitasi higienis sangat berkontribusi terhadap potensi penurunan prevalensi stunting. Sanitasi higienis akan mengurangi banyak penyakit, baik untuk ibu hamil, bayi, maupun anak balita.
Selain stunting, buku gado-gado ini menuliskan "ajakan makan tepat agar tumbuh sehat". Fokuskan masalah gagal tumbuh. Gagal tumbuh merupakan gejala dari berbagai penyakit yang dikelompokkan sebagai gangguan asupan makanan, gangguan penyerapan makan, dan penggunaan energi yang berlebihan. Disebut juga keadaan terjadinya keterlambatan pertumbuhan fisik pada bayi dan anak, yaitu kegagalan penambahan berat badan yang sesuai dengan grafik pertumbuhan normal dibandingkan dengan tinggi badan.
Dokter Arifianto alias dokter Apin yang juga telah sukses promosi buku Berteman dengan Demam (2019), kini memaparkan dua penyebab gagal tumbuh anak, yaitu organik dan nonorganik.Â
Penyebab organik terhitung 30 persen dari semua gagal tumbuh. Faktor penyebabnya gangguan nutrisi, gangguan sistem saluran pencernaan, penyakit infeksi, penyakit kardiovaskular, penyakit pernapasan, penyakit ginjal, gangguan hormon, kelainan kongenital, dan penyakit susunan saraf pusat. Gagal tumbuh yang nonorganik terhitung 70 persen. Biasanya disebabkan pengaruh lingkungan, kurangnya asuhan fisik, dan emosional.