Saat Indonesia memperoleh kemerdekaan, penggunaan sarung dan peci justru menjadi ciri khas kaum santri. Bahkan elit-elit pesantren menyerukan bahwa resistensi terhadap kebudayaan Barat tidak relevan lagi. Mereka berpendapat bahwa tidak semua kebudayaan yang berasal dari Barat harus diharamkan. Beberapa pesantren membolehkan penggunaan celana panjang, dasi, dan sarung dalam kegiatan pondok. Hal ini menunjukan bahwa telah terjadi dinamika dalam menanggapi semangat zaman yang terus berubah. Meskipun demikian, sebagian kalangan masih ada yang memahaminya secara kaku sehingga terjebak pada kutub pemikiran yang ekstrem dogmatis tidak berdasarkan argumen historis. Kutub yang menolak perubahan ini kemudian membabi buta menolak segala unsur-unsur dari Barat sehingga terjebak pada keterbelakangan. Sarung dan peci adalah potret perjuangan simbolik masyarakat dalam melawan dominasi kolonial. Seyogyanya eksistensinya tetap dilestarikan sebagai bagian dari perjuangan bangsa. Sarung dan Peci adalah simbol perlawanan sekaligus pemersatu bangsa bukan alat pemecah bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H