Salah satu pengikut Raden Wijaya adalah putra Adipati Sumenep Ranggalawe. Siang malam mereka membabat alas hutan. Mereka membuat tempat peristirahatan sang raja. Suka duka mereka lewati bersama. Di hutan belantara mereka merajut mimpi demi lahirnya kerajaan besar kelak.
Tidak ada waktu untuk bersantai. Mereka begitu bersemangat membangun. Semuanya saling mendukung. Setiap sudut diatur sedemikian rupa seolah secara detail. Mulai dari deretan pepohonan hingga parit-parit rahasia. Semua infrastruktur disiapkan dari segala arah dengan sangat rapi. Pembangunan dengan misi terselubung pun sukses dilaksanakan. Hutan yang semula adalah tempat berburu dan berwisata beralih menjadi desa yang sangat dinamis. Satu persatu masyarakat menuju ke sana untuk mengadu nasib.
Sepandai apapun Raden Wijaya merahasiakan segala persiapan kudetanya, akhirnya terbongkar pula. Telik sandi Kediri berhasil masuk dan mengamati segala aktivitas latihan prajurit terlarang. Berita itu sampai ke telinga langsung Prabu Jayakatwang.
Betapa geram dan kecewanya sang raja mendengar berita yang disampaikan. Seseorang yang selama ini diberi kepercayaan ternyata berkhianat. Tiba-tiba ia teringat masa-masa pertama kali melakukan serangan ke Singasari dimana hal serupa pun pernah ia lakukan.
Kediri dan Majapahit kini saling berhadap- hadapan. Dalam kondisi konflik, tentara Mongol mendarat di pulau Jawa. Mereka tiba di Pulau Jawa untuk menghukum raja Jawa. Di bawah panglima perangnya Ike Mese ribuan prajurit disiapkan untuk mengempur Singosari.
Dengan cepat Raden Wijaya membelokkan serangan tentara Mongol itu. Serangan yang seharusnya ditujukan kepada mertuanya sendiri Kertanegara, namun digunakan untuk menghancurkan tetara Kediri. Strategi nabok nyileh tangan dilakukan secara sempurna. Arya Wiraraja adalah otak dari siasat ini. Adipati Sumenep ini memang dikenal sebagai sosok cerdik, pandai bermanuver, dan memiliki pemahaman dunia internasional yang baik.
Gabungan tentara ini tidak dianggap remeh oleh Kediri. Jayakatwang menyadari bahwa sudah tidak ada waktu yang cukup melakukan klarifikasi kepada panglima Mongolia. Raden Wijaya mendahuluinya dalam menjalin komunikasi dengan Mongol.
Pasukan gabungan Majapahit-Mongolia bergerak mendekati pusat kerajaan Kediri. Terjadilah perang terbuka yang amat dahsyat. Pasukan Kediri tak mampu menahannya. Bagaikan air bah kekuatan pasukan gabungan itu terlampau besar. Para panglima mereka satu persatu bergurguran. Patih Mahisa Mundarang, Mahisa Antaka, Bowong, Segara Winotan tewas bersimbah darah. Istana Kediri benar-benar hancur lebur. Jayakatwang berhasil ditangkap. Dengan kondisi yang sangat memprihatinkan, lemah tak berdaya ia di arak-arak oleh pasukan Mongol. Mereka menghabisi nyawanya dengan memancungnya.
Atas kemenangan itu, pasukan Mongol merayakan kemenangannya dengan berpesta pora Mereka meluapkan kebahagiannya dengan meminum arak yang disediakan oleh Majapahit. Arak yang melimpah ruah itu adalah jebakan. Tanpa mereka ketahui semua itu adalah siasat untuk melemahkan kesiagaan pasukan Mongolia.
Raden Wijaya lalu memisahkan diri daripasukan Mongol untuk mengambil upeti yang sudah disiapkan bagi tentara Mongol yakni dua putri cantik Kertanegara. Kepergian Raden Wijaya ke Majapahit tetap dalam pengawasan dua perwira Mongol dan dua ratus pasukannya. Sebagai bangsa yang menguasai dua pertiga dunia, mereka tidak gegabah membiarkan Raden Wijaya melenggang tanpa pengawasan. Namun nahas, dua perwira dan dua ratus dilumat habis oleh pasukan Majapahit dengan berbagai serangan dan jebakan yang sudah disiapkan. Mereka semua tewas.
Dalam kondisi lemah itulah Majapahit mengirimkan bala tentaranya menyerang tentara Mongolia. Gempuran dadakan itu benar-benar melumat tentara Mongolia yang separu sadar itu. Banyak tentara mongol yang tewas. Sisanya melarikan diri ke Pantai, mereka berlayar kembali ke tanah asalnya dengan hasil kekalahan.