Dunia jauh lebih banyak menyuarakan keprihatinannya pada isu radikalisasi agama. Bahkan negara Amerika yang dulu (saat perang dingin) gemar memprovokasi kebencian dan kekhawatirannya terhadap paham komunisme ke seluruh pelosok dunia, kini (kecuali setelah merebaknya "gegaran konflik" LCS) sudah tidak pernah lagi; buktinya, seorang filsuf komunisme yang bernama Zizek dibebaskan untuk tinggal dan menyuarakan ajaran komunisme di negara AS sendiri; hal yang tak mungkin bisa terjadi bila Zizek berkiprah pada saat berkobarnya "perang dingin" (ketika paham komunisme masih laris di pasaran). Inilah aspek pemikiran struktural yang diabaikan oleh bapak Amin Rais (AR) yang sedikit mabuk sejarah.
Argumen penyangkal untuk dakwaan AR lainnya adalah bahwa realitas eksistensi paham komunisme di luar NKRI itu sudah ada jauh sebelum PKI di Indonesia lahir.
Maka bila eksistensi paham komunis di negara asalnya tetap berlaku, sedangkan di sini (NKRI) sudah bangkrut, Â tentu saja realitas eksistensi komunisme luar negeri itu, Â tidak dapat dijadikan pembenaran untuk semacam "kecurigaan fenomena PKI reborn", tanpa bukti kuat dari hasil penalaran struktural (kekinian) yang kokoh dan cermat.Â
Kecuali, seluruh dunia luar itu sudah didominasi oleh paham komunisme; yang kenyataan bicara sebaliknya, di mata dunia paham komunisme bisa dibilang sudah bangkrut, meskipun ditopang oleh kuasa negeri sedigdaya Cina dan Rusia. Â
Mengapa? karena di negerinya sendiri (Cina dan Rusia) paham itu pun dapat tetap hidup hingga kini hanya melalui mekanisme "tekanan otoriter" oleh penguasa dan negara.
Saran penulis, bapak AR banyak belajar dari negara Israel. Bila rakyat Israel ada yang melontarkan isu keislaman, sebagaimana isu PKI di negeri kita tercinta, Â maka isu tersebut hanya jadi bahan tertawaan. Orang Israel yang negara kecil-nya dikepung oleh negara-negara besar berbeda ideologipun, sanggup mengenyahkan tragedi masa lalu; bahkan kini berdamai pula. Ironis sekali para penebar isu PKI ini! Terima-kasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H