Mohon tunggu...
Purbo Iriantono
Purbo Iriantono Mohon Tunggu... Freelancer - Jalani inspirasi yang berjalan

"Semangat selalu mencari yang paling ideal dan paling mengakar" merupakan hal yang paling krusial dalam jiwa seorang yang selalu merasa kehausan kasih...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kontradikasi (Absurditas)-nya Kierkegaard?!

16 November 2019   12:26 Diperbarui: 19 November 2019   09:23 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Selain keberatan yang telah dipaparkan dalam postingan terdahulu, berjudul "Either Kierkegaard, or Mark Manson? Levinas!" terdapat hal lain yang menurut penulis cukup absurd (menggelikan) pada buku The Working of Love -nya Kierkegaard (menurutku lebih tepat "the working of love"-nya Kierkegaard, deh!).  Kontradiksi atau absurditas-nya itu adalah sebagai berikut:

Di satu pihak, Kierkegaard menyarankan agar para filsuf tidak hanya asyik dengan berkontemplasi, melainkan juga harus terjun langsung ke dunia eksistensi. Okay, hal ini dapat kita sepakati. Hal lain yang ia tegaskan adalah bahwa dalam hubungan manusia dengan sesamanya yang sehat dan tak bersyarat adalah harus disisipi oleh pihak ketiga yang tak lain Kristus Yesus. Ini juga okay. Dan kita semua, sebagai orang Kristiani sangat tahu bahwa Tuhan Yesus tidak pernah menarik garis tegas kegagalan tanggapan cinta (bahkan pada Petrus sekalipun!) sebagai sesuatu yang menandakan adanya kecenderungan paganisme (kafir!). Yang lebih kontradiktif, Yesus tak pernah menjelenterehkan persoalan cinta, paling banter beliau memberi analogi dan perbandingan. Selebihnya adalah karya nyata hingga pintu eh tiang salib!

Di lain pihak, dalam penjelasan tentang hukum "cintailah sesamamu sebagai dirimu sendiri", Kierkegaard langsung memberi label berbagai macam jenis paganisme ( dari yang murni, setengah palsu dll.) pada mereka yang mencintai sesamanya tidak sebagaimana yang dimaksudkan dengan hukum tersebut (Meskipun hukum itu sendiri mengandung problematika, karena masih mengandung asumsi tambahan bahwa cinta pada diri sendiri itu maksudnya adalah cinta diri yang sehat bukan egoisme).

Pertanyaannya, apa hak Kierkegaard memberikan garis tegas batas antara yang pagan dan yang tidak? Dan bukannya sebagai proses pertumbuhan cinta sebagaimana pertumbuhan cinta rasul Petrus pada Yesus yang bahkan tetap berusaha menyelamatkan Paulus justru di saat dirinya ada di puncak pengorbanan salib-Nya dan sudah menyangkalnya sebanyak tiga kali? Ia bahkan tidak melaknat Paulus dengan kafir lu!

Hal inilah yang menurut penulis jadi "menggelikan" (sesuai dengan kegemaran beliau dengan penggunaan kata ini pada para filsuf kontemplatif), karena Kierkegaard menghianati standarnya sendiri sebagai teolog eksistensialis namun memberikan stigmatisasi ala filsuf kontemplatif   yang dikecamnya. Ternyata, ia sekedar membela agama alih-alih Kristus Yesus...

Pustaka:

The Works of Love (Makna Cinta) - Yanni Y Mokorowu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun