Indonesia masih mengimpor pipa dan rig untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa penopang sektor migas. Menurut data dari Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) pada tahun 2014 nilai investasi kegiatan hulu migas Indonesia sebesar 25,64 miliar dolar AS. Dari dana tersebut sekitar 8,6 miliar dolar AS digunakan untuk mengimpor barang dan 6,3 miliar dollar AS untuk biaya fasilitasi bea masuk. (sumber : Kompas, 10 Maret 2015)
Sektor Migas merupakan penyumbang penerimaan negara terbesar kedua setelah pajak, namun tak banyak yang paham bahwa sektor ini tak hanya sebagai penghasil devisa. Namun juga sebagai pendorong bangkitnya sektor-sektor lain di dalam negeri. Kegiatan usaha hulu migas mencakup 2 proses yaitu eksplorasi dan produksi. Ini merupakan kegiatan yang padat modal, padat teknologi dan padat resiko. Diperlukan begitu banyak peralatan berteknologi tinggi untuk memperlancar pelaksanaan proses pencarian dan pengeboran sumber energi baru yang tersimpan di dalam perut bumi.
Salah satu peralatan yang biasa digunakan dalam kegiatan eksplorasi migas adalah rig pengeboran. Ini merupakan suatu bangunan yang dilengkapi dengan peralatan untuk melakukan pengeboran ke dalam reservoir bawah tanah untuk memperoleh air, minyak, gas bumi atau deposit mineral bawah tanah. Rig dapat berada di atas tanah (on shore) atau di atas laut/lepas pantai (of shore) tergantung pada kebutuhan pemakainya. (sumber : Wikipedia)
[caption id="attachment_359337" align="aligncenter" width="300" caption="rig pengeboran darat. Sumber gambar : Wikipedia"][/caption]
Harga tiap unit rig ini mencapai US 205 Juta, dan selama ini pemenuhan kebutuhan rig dalam kegiatan industri hulu migas di Indonesia masih berasal dari luar negeri. Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan bahwa "pelaku usaha rig di Indonesia baru ada satu. Lalu yang lain kemana?" Ungkapnya. Padahal Indonesia sudah 60 tahun lebih mengelola sektor migas tapi segala sesuatunya seperti pipa dan rig masih impor (sumber :Kompas, 10 Maret 2015)
Menanggapi pernyataan menteri ESDM Sudirman Said tersebut, penulis sepakat bahwa sebaiknya Indonesia tidak perlu lagi mengimpor rig dari luar negeri jika saja di Indonesia banyak pelaku industri yang bisa menyediakan kebutuhan rig untuk kegiatan usaha hulu migas nasional. Jika kebutuhan rig ini dapat dipenuhi dari dalam negeri maka Indonesia tentu tidak perlu menghabiskan uang untuk membayar biaya impor dan bea masuk hingga miliaran dolar. Sehingga dana tersebut bisa digunakan untuk menggerakkan roda perekonomian dalam negeri kita.
Sepengetahuan penulis saat ini memang ada perusahaan dalam negeri yang sudah mampu memproduksi rig sejak tahun 2009 yaitu PT Harmoni Driling Service yang pabriknya terletak di Tanjung Pucang Batam. Rig buatan dalam negeri ini malah seluruhnya di ekspor ke luar negeri. Proses produksi rig dalam negeri ini dikerjakan oleh 70% SDM yang berasal dari Indonesia dan sisanya merupakan tenaga asing. Standar yang digunakan juga sudah memenuhi standar internasional.
Pemenuhan rig dalam kegiatan usaha hulu migas di Indonesia memang masih mengalami kendala seperti keterbatasan rig. Padahal jika usaha industri bidang penyediaan rig ini dapat dikembangkan, selain bisa mengatasi masalah kelangkaan peralatan, juga akan dapat membuka banyak lapangan kerja baru.
Dalam memenuhi kebutuhan rig, sebenarnya sejak tahun 2013 kementrian ESDM bekerjasama dengan perguruan tinggi telah mengembangkan prototype rig CBM (Coal Bed Methane) dengan kapasitas engine 400 hp (horse power/tenaga kuda) yang dapat digunakan untuk melakukan pemboran sedalam 1000 meter. Rig ini khusus digunakan untuk mengebor CBM yaitu gas metan yang diproduksi dari lapisan batubara yang berada di bawah permukaan. Karena kedalamannya sangat kecil, sehingga cukup digunakan rig CBM yang kapasitasnya juga tidak sebesar pengeboran migas konvensional yang bisa mencapai 1.200 hp.
Untuk memenuhi kebutuhan rig CBM ini sebisa mungkin Indonesia tidak perlu mengimpor dari luar negeri sehingga bisa menekan biaya yang harus dikeluarkan oleh KKKS. Diharapkan perusahaan industri dalam negeri dapat ikut serta memproduksi rig CBM ini dalam membantu memenuhi kebutuhan nasional.
Peran SDM dan Industri dalam negeri pada Kegiatan hulu Migas
Membaca fakta-fakta tentang kemampuan SDM dan industri dalam negeri kita dalam memproduksi rig maka sudah seharusnya jika potensi ini terus didorong dan dikembangkan demi mendukung kegiatan hulu migas nasional kita. Antara pemerintah, perbankan dan industri harus bisa bersinergi dalam mendukung pengembangan produksi rig dalam negeri.
Kendala dalam proses produksi rig dalam negeri ini masih terletak pada masalah biaya produksi yang tinggi. Dikatakan bahwa biaya pembuatan rig dengan kapasitas di bawah 1.500 hp diperkirakan mencapai 40.000.000 US Dolar. Tentu ini butuh modal investasi yang besar. Sementara di Indonesia, pembiayaan perbankan untuk menggerakkan sektor swasta masih menjadi tantangan besar. Misalnya bunga kredit yang masih relatif tinggi yaitu 12 persen. Kondisi ini membuat para pelaku usaha lebih memilih mencari pembiayaan / utang dari luar negeri yang menawarkan bunga lebih rendah.
Pihak Industri penyedia barang jasa penopang sektor migas juga harus aktif mensosialisasikan produksinya kepada pemerintah serta berkomitmen tinggi untuk selalu menjaga kualitas produk barang dan jasa yang dihasilkan agar memenuhi standar yang ditetapkan oleh pihak pengguna. Apalagi Indonesia akan dihadapkan pada tantangan baru yaitu diberlakukannya MEA pada Desember 2015 nanti. Jika SDM kita tidak siap maka kita akan kalah bersaing dengan SDM dari luar negeri. Untuk itu penguatan kapasitas SDM yang mumpuni dibidangnya dan penguasaan bahasa asing perlu dipersiapkan dengan baik.
Dukungan Pemerintah dan SKK Migas dalam Mendorong Multiplier Effect Perekonomian Nasional
Dukungan pemerintah juga sangat penting. Faktor keterbukaan dan kejelasan dalam melakukan tender dan membuat spesifikasi proyek-proyek migas harus selalu dikedepankan,sehingga semua pihak mulai dari perbankan, pelaku usaha, dan pemerintah dapat memanfaatkan anggaran proyek barang jasa sektor migas dengan baik yang dampaknya akan menggerakkan roda ekonomi dengan lebih cepat, membuka lebih banyak lapangan pekerjaan yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi angka kemiskinan.
[caption id="attachment_359340" align="aligncenter" width="570" caption="Sumber Gambar : Materi Nangkring SKK Migas & Kompasiana"]
Dalam menjalankan usaha hulu migas nasional, SKK migas juga sudah menetapkan aturan bahwa kontraktor migas wajib mengedepankan penggunaan produk dalam negeri, menggunakan jasa keuangan bank nasional untuk seluruh transaksi terkait investasi para kontraktor migas di Indonesia serta melibatkan BUMN dalam kegiatan hulu migas. Pada tahun 2014, nilai seluruh komitmen pengadaan barang dan jasa industry hulu migas sebesar US$ 17,354 miliar dengan persentase tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sebesar 54,15 persen (cost basis). Sejak tahun 2010, penggunaan TKDN juga melibatkan partisipasi badan usaha milik Negara (BUMN) penyedia barang dan jasa. Periode 2010-2014 nilai Pengadaan yang melibatkan BUMN mencapai lebih dari US$ 4,51 miliar dengan TKDN sebesar rata-rata 77,25 persen.Selain BUMN penyedia barang dan jasa, industry hulu migas juga berkontribusi pada sektor perbankan. Sejak 2009, seluruh pembayaran pengadaan barang dan jasa di sektor hulu migas harus melalui bank BUMN dan BUMD dengan total transaksi mencapai US$ 44,91 miliar. Tahun 2014, nilai transaksi yang melalui perbankan nasional mencapai US$ 12,43 miliar. Jumlah ini melonjak 50 persen lebih dari tahun 2013 yang nilai transaksinya senilai US$ 8,195 persen.
[caption id="attachment_359341" align="aligncenter" width="565" caption="Sumber : materi nangkring SKK Migas & Kompasiana"]
[caption id="attachment_359343" align="aligncenter" width="570" caption="sumber : Materi Nangkring SKK Migas & Kompasiana"]
[caption id="attachment_359344" align="aligncenter" width="574" caption="Sumber : Materi Nangkring SKK Migas & Kompasiana"]
Agar dapat tercipta sinergi yang harmonis antara pelaku industri dalam negeri, Pemerintah, KKKS dan SKK Migas, maka diselenggarakan SCM Summit setiap tahunnya. Pada tahun 2015 ini SCM Summit diselenggarakan di Jakarta dengan mengangkat tema utama “Empowering National Capacity Through Strategic Supply Chain Management in Up Stream Oil and Gas Industry”. Kegiatan ini berfungsi sebagai forum komunikasi antara profesional pengelola rantai suplai hulu migas Indonesia, Pejabat Pemerintah dan Pemimpin Bisnis Indonesia untuk berdiskusi dan berbagi tentang isu-isu bisnis terkini dan tantangan dalam industri serta regulasi, pendekatan inovatif dan perubahan paradigma pengeluaran rantai suplai.
[caption id="attachment_359338" align="aligncenter" width="571" caption="sumber : Materi Nangkring Kompasiana & SKK Migas"]
Paradigma pengelolaan rantai suplai hulu migas di dorong untuk berkembang ke level paradigma baru menuju Strategic Supply Chain Management dimana yag sebelumnya berfokus pada efektifitas dan efisiensi menuju ke arah Sinergi Suply Demand untuk meningkatkan kapasitas nasional yang mana pada akhirnya dapat menciptakan multiplier effect Perekonomian Nasional.
Akhir kata, menurut pendapat penulis berbagai peluang yang telah diberikan oleh pihak pemerintah dan SKK Migas ini dapat ditangkap sebagai peluang dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pelaku industri dan masyarakat sehingga mimpi besar agar sektor Migas dapat menjadi penggerak utama bagi pertumbuhan Ekonomi Indonesia bisa segera diwujudkan.
Sumber Referensi :
1.http://id.wikipedia.org/wiki/Rig_pengeboran
2. Harian Kompas tanggal 10 Maret 2015
3. http://www.migas.esdm.go.id/berita-kemigasan/detail/3566/Rig-Buatan-Kementerian-ESDM
6. Materi nangkring Kompasiana dan SKK Migas
7. http://www.scmsummit.co.id/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H