Tontonan yang tidak lucu dan kurang menarik ditayangkan Metro TV , Jum’at malam tadi. Calon Gubernur Bali Made Mangku Pastika bersama pasangannya Ketut Sudikerta terpaksa harus bergaya seolah-olah mereka berdebat keras dengan pihak lawannya. Kenyataannya, mereka hanya berhadapan dengan panelis dadakan. Presenternya pun kebingungan karena baru kali ini memandu acara debat yang berubah jadi “Stand Up Champaign”. Semua ini lantaran Debat Metro tidak di hadiri oleh pasangan calon lainnya AA Ngurah Puspayoga- Dewa Nyoman Sukrawan.
Puspayoga memilih untuk melakukan persembahyangan bersama para pendukungnya. Bagi dia, kampanye telah berakhir damai malam tadi dan tinggal disyukuri saja. Ia kemudian berbaur dengan warga kota Denpasar yang menggelar malam seni budaya. Ini tentu sangat menyakitkan bagi Metro. Sebab sebelumnya TV One telah sukses mengelar Debat kandidat di Pilkada Bali. Malam tadi, debat kandidat Gubernur Jawa Tengah juga berlangsung semarak dengan kehadiran seluruh pasangan calon.
Pertanyaannya, kenapa blunder fatal ini bisa terjadi?. Teman-teman saya di Bali menyebut, semua itu gara-gara ketidakprofesionalan Metro TV ini. Tepatnya ketika stasiun TV milik Surya Paloh ini membuat tayangan di bulan Maret lalu bertajuk “Perebutan Tahta di Pulau Dewata”. Alih-alih membuat tayangan yang komprehensif dan seimbang, tayangan yg sgt dangkal ini dengan jelas memihak Pastika dan menyudutkan Puspayoga serta PDI Perjuangan. Kedangkalan Metro terlihat dari pemilihan 2 narasumber pengamat yang sudah dikenal luas di bali sebagai pro Pastika.
Analisa mereka pun sangat tidak menggambarkan dinamika Bali karena menggunakan pemilahan kasta sebagai dasar analisa. Seolah-olah Puspayoga mewakili kasta yang lebih tinggi sementara Pastika berasal dari kalangan rakyat jelata. “Di Bali masalah itu sudah lama sekali selesai, orang Bali marah karena merasa dipecah belah,” kata kawan saya di Bali. Lebih gegabahnya lagi, salah-satu narasumber Metro dengan jelas menyebut, massa PDI Perjuangan sudah tidak solid lagi dan Puspayoga akan kalah. Lebih menyakitkan lagi, karena Puspayoga dianggap akan membangun politik dinasti demi kekuasaan keluarganya. Asumsi ini kemudian diperkuat Metro dengan fakta yang tidak akurat dan kelihatan konyol dengan menyebut Puspayoga adalah adik kandung Cok Ratmadi, Ketua DPRD Bali.
Saya baca di media online, alasan resmi pihak Puspayoga adalah merasa sudah cukup menyampaikan visi misi dalam 2 kali debat sebelumnya yang ditayangkan di TV One dan 3 TV lokal. Puspayoga melihat, pada debat kedua, suasana mulai kelihatan emosional dan kemudian memancing ketegangan di masyarakat. Ia memilih untuk colling down dan tidak menghadiri debat. Sebagai orang yang cukup lama bergaul dengan teman-teman di Bali, saya sendiri melihat , debat sebenarnya bukanlah kebiasaan yang disukai oleh orang Bali. Orang yang pandai bicara bersilat lidah umumnya dianggap sebagai orang yang suka berbohong dan tidak tulus. Debat juga dipandang kurang sesuai dengan ajaran menyama braya (membangun persaudaraan) dimana dialog yang akrab dari hati ke hati lebih disukai daripada kemenangan beradu logika dan kata-kata. Yah, bagaimana pun ini pelajaran penting buat Metro TV agar tidak gegabah lagi..
Ubud, 11 Mei 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H