Tidak terbayang dikehidupan saya untuk menjadi pendidik, teringat perkataan ayah saya “Ton dadio guru wae/Ton jadi guru saja” Setelah ayah saya berbicara saya menjawab “tidak pak, saya ingin menjadi seorang pemain sepakbola profesional sehingga memiliki uang untuk membahagiakan bapak ibu” jawab saya waktu itu, dengan semangat yang menggebu-gebu akhirnya memutuskan percakapan dengan ayah saya. Percakapan ayah saya itu terjadi 8 tahun yang lalu dan akhirnya saya paham maksud ayah saya itu yaitu meneruskan karyanya menjadi seorang guru/pendidik dikarenakan nama yang diberikan kepada saya adalah sebuah harapan kepada saya “Antonius” Adalah seorang tokoh pujangga gereja dan menjadi seorang pembimbing bagi orang lain. Memang benar akhirnya saya menjadi seorang pemain profesional, saya memperkuat tim PSS Sleman yang sudah saya bela sejak masa Junior dan akhirnya memperkuat tim kebanggaan Kabupaten Sleman itu, Sambil saya melanjutkan studi di salah satu Universitas Negeri di Yogyakarta tepatnya di Fakultas Ilmu Pendidikan jurusan Pendidikan Olahraga. Meskipun masuk dalam jurusan pendidikan waktu itu hanya ingin menyalurkan bakat saya sebagai atlet tidak ingin menjadi guru. Pada tahun 2008 menjadi keputusan berat dan saya harus putuskan untuk memperkuat tim tetangga Sleman yaitu tim PSIM Yogyakarta dan merupakan rival PSS Sleman dalam berlaga di kompetisi Divisi Utama Liga Sepakbola profesional pada waktu itu.
Akhirnya sambil memperkuat tim PSIM Yogyakarta saya menyelesaikan studi saya dan tepatnya tahun 2009 menjadi akhir bagi saya di dunia sepakbola profesional dan menjadi awal baru bagi saya untuk memasuki dunia yang selama umur 25 tahun aku menjahuinya yaitu masuk di dunia pendidikan.
Setelah saya melamar untuk seleksi di beberapa tim profesional lain seperti PSIS semarang, Persis Solo dan bahkan untuk mencoba kembali lagi di Tim PSS Sleman sudah saya lakukan, tetapi tidak diterima dengan berbagai alasan kesulitan keuangan karena waktu itu dana APBD tidak boleh dipakai untuk membiayai klub sepakbola sehingga hany memakai pemain lokal daerahnya saja. Malam itu saya berpikir sejenak tepatnya di teras depan rumah saya, “selama kuliah saya mandiri tidak meminta uang kepada orang tua saya karena saya menjadi pemain sepakbola, saya bisa membiayai kuliah saya, makan saya dan keperluan saya dan terkadang bisa memberikan sedikit kepada ibuk saya, tetapi setelah saya tidak menjadi pemain sepakbola saya dari mana saya mendapat uang untuk biaya kehidupan saya, malu dong untuk meminta uang kepada orang tua lagi, sedangkan uang tabungan saya pada waktu itu tidak begitu banyak”. Akhirnya saya memutuskan bagaimana caranya untuk mendapat uang meskipun harus bekerja apapun, saya mencoba memasukan lamaran di beberapa perusahaan-perusahan. Saya mnecoba di perusahaan treding dan beberapa perusahaan dan akhirnya juga tidak ada panggilan untuk saya, setelah itu saya mengetahui informasi dari teman saya kalau ada tes masuk di Kepolisiaan Nasional Indonesia dan akhirnya saya putuskan untuk ikut saja karena didorong oleh ibu saya.
Saya putuskan untuk mengikuti tes Polisi itu dan saya menuju kota Semarang untuk mengikuti tes administrasi sampai tes kesehatan saya lakukan dan akhirnya gatot(gagal total) juga saya rasakan“memang belum jodohnya saja” itu ungkapan saya pada saat pulang dari tes itu meskipun sedih juga rasanya. Tidak sampai disitu saja saya melakukan usaha untuk mendapatkan kerja, saya mencari info di internet dan selalu setiap hari saya ke warnet untuk mencari info kerjaan dan akhirnya saya mendapt info ada tes di Kementerian Pemuda dan Olahraga RI, singkat cerita saya memasukan lamaran untuk tes dan saya ajak teman saya namanya Todi (teman dalam tes di kepolisian) dan akhirnya saya lolos tes administrasi dan dapat panggilan untuk mengikuti tes di Jakarta dan dengan semangat kami berangkat ke Jakarta dengan restu Orang tua tentunya.
Moment untuk tes di Kementerian itu yang menjadi awal saya untuk masuk dalam dunia pendidikan, saya mengerjakan tes itu sampai 3 jam lamanya dan membuat kepala saya sampai pusing dalam batin saya bilang “kok ya susah ya tesnya”.hahaha. Setelah tes saya tidak langsung pulang ke kampung tetapi menikmati kota besar dulu pupung (selama) masih di jakarta. Dan yang menarik pada saat saya menikmati lampu-lampu kota dan hiruk pikuk kota Jakarta ada teman saya dan tepatnya kakak tingkat saya waktu saya kuliah namanya mbk Ambarwati (akhirnya menikah dengan teman saya Todi). Saya diajak dan diminta datang ke daerah jakarta Timur tepatnya di Cibubur dan saya langsung iyakkan saja, saya meluncur ke cibubur bersama Todi naik Bus Trans Jakarta, sekali –kali menikmati fasilitas umum yang lagi ngehit di Jakarta waktu itu, biar kekinian lah masak sudah sampai Jakarta tidak menikmatinya biar ada cerita nanti dibawa pulang ke kampung.
Akhirnya saya diminta teman saya itu ke sebuah sekolah di komplek Kota Wisata yang diasuh oleh suster-suster, dan akhinrya saya diminta untuk mengajar disitu dan saya bertemu dengan suster kepala yayasannya untuk menjadi pendidik di lembaga itu, dan dengan jujur saya berkata “suster saya ini pergi ke Jakarta untuk tes di Kementerian niat saya hanya itu”, langsung suster menjawab “ ya sudah sambil nunggu pengumuman kamu mengajar di sini saja” eh saya terkejut waktu itu, pikir saya “orang mencari kerja dan melakukan tes di Kementerian tetapi saya ditawari dan dipersilahkan kerja di lembaga pendidikan yang sebenarnya tidak menjadi rencana saya dan kalau nanti diterima di Kementerian dipersilahkan juga, edyan pikirku waktu itu.”. Akhirnya saya iyakan saja dan saya diminta 2 hari setelah kami berbicara untuk langsung mengajar, dan setelah saya berbicara sama suster pimpinan itu saya diajak ke SMP untuk praktek mengajar., sambil ketawa saya berkata “ belum pernah mengajar diminta praktek mengajar” saya iyakan saja permintaan suster itu, karena terbiasa di lapangan untuk berlatih bola saya atur saja siswa-siswa itu seperti pada saat persiapan berlatih sepakbola dan akhirnya beres juga “lega juga”.
Pak Anton adalah pangilan saya di sekolah itu, tidak biasa dipanggil secara formal tetapi dasar saya orang lapangan masih memanggil guru lain Mas bro atau bahkan Komandan dan yang menarik orang-orang juga ikut-ikut saja memanggil dengan panggilan itu.hahaha. santai dan asal mengalir saja lah pikir saya, tetapi lama kelamaan saya sudah terbiasa dengan dinamika formal itu juga dan saya akhirnya mendapat jadwal mengajar di kelas VII, waktu itu saya langsung nyetel saja dengan dinamika di sekolah itu karena orang lapangan tidak ada sekat dan membentengin diri untuk kenal dengan semua orang di sekolah itu dan akhirnya banyak teman dan selalu dekat dengan semua civitas disitus. Meskipun harus diakui saya terus meronta untuk tidak mau menjadi seorang pendidik dan marah sama keadaan, “lha wong ingin menjadi pemain profesional qo malah di jadikan guru” pikiran dan perasaan itu terjadi selama 1,5 tahun dan begitu tidak enak dan tidak enjoy menjadi guru waktu itu hingga suatu pengalam yang akhirnya membuat saya tersadar dan saya menyadari bahwa panggilan hidup saya menjadi pendidik. Tepatnya pada saat itu saya diminta menjadi guru penguji untuk praktek mata pelajaran Olahraga untuk kelas IX untuk sarat nilai kelulusan, dalam pengalaman itu ada seorang siswa cowok menghadap saya setelah dia melakukan tes senam, dengan mantap dia bilang kepada saya “pak bapak mau apa saja saya kasih pak, tapi nilai saya dinaikan y pak”, dan seketika itu saya gertak dia ”mau saya kasih 0 kamu sekarang juga, kmu mau?” dan dia menjawab “ampun pak, ampun pak jangan.jangan”. Padahal dengan badannya yang besar itu saya sudah memberi nilai lebih untuk dia meskipun dia tidak bisa melakukan gerakan senam untuk ujian itu, saat itu saya antara sedih, emosi atau semangat tidak bisa saya terjemahkan.
Peristiwa itu saya sharingkan ke beberapa guru di ruang guru dan ada beberapa jawaban yang membuat saya miris, “wah enak pak, minta saja karena dia orang kaya” dan seketika itu saya menjawab “dalam pendidikan itu untuk mendidikan menjadi baik, bukan malah menjadi buruk” Saya hanya merenung dan berpikir bagaimana ini bisa terjadi di lingkungan pendidikan dan ini dilakukan oleh anak yang masih sekolah SMP, dan mau dibawa kemana negara ini jika di dalam pendidikan terjadi peristiwa seperti ini. Peristiwa itu menjadi awal bagi saya mencoba berdamai dengan Tuhan dan saya menyadari bahwa panggilan ini adalah yang terbaik bagi saya dan saya putuskan untuk melanjutkan kuliah lagi di Yogyakarta untuk melanjutkan kuliah di Pasca sehingga suatu saat nanti bisa menjadi dosen dan mendidik mahasiswa di jurusan olahraga sehingga suatu ketika mahasiswa menjadi guru yang baik dan bisa memperbaiki tatanan kehidupan ini dengan menjadi teladan dan mendidik siswanya kelak.
Tidak gampang untuk menjadi pendidik, banyak tantangan dan banyak tembok yang menghalangi untuk menjadi pendidik, tetapi mari berjuang bersama untuk menjadi pendidik yang baik dimanapun berada.