Mohon tunggu...
ANTONIO
ANTONIO Mohon Tunggu... Wiraswasta - Dosen

seorang yang selalu ingin mencoba dan mencoba hal yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Proses dalam Pendidikan

18 April 2016   15:26 Diperbarui: 18 April 2016   15:38 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="MAHASISWA BUKAN ANAK SMA LAGI diambil dari: notedcupu.com"][/caption]Waktu sudah menunjukkan pukul 24.00 wib dan mata sudah mulai lelah karena beberapa hari ini berhadapan terus dengan layar laptop ini, dengan mata lelah ini terus saja saya melanjutkan kerjaan untuk memasukan nilai yang diperoleh mahasiswa (Teman Belajar) saya. Semua ini dilakukan demi menyelesaikan sebuah tanggung jawab untuk memberi apresiasi kepada teman-teman belajar yang sudah berjuang pada semester ini demi tujuan mulia mereka yaitu untuk mempersiapkan masa depan dan untuk merubah dunia. 

Satu persatu kolom nama dan nilai saya rapikan dan akhirnya sampai pada dua nama teman mahasiswa yang sampai malam ini belum juga mengumpulkan kerjaannya, situasi yang dilematis dan bercampur apakah akan meninggalkannya di lembah ini yang akhirnya membuat mereka berdua untuk tertinggal atau akan menjemput dia dan membawa ikut serta dalam rombongan penumpang untuk menuju ke semester depan meskipun sebenarnya deadline nya sudah terlewati.

Teringat perkataan ayah yang adalah seorang mantan pendidik di era orde baru “Nilai tidak dibeli jadi jangan pelitlah memberi NIlai”, pernyatan yang dalam dan penuh interpretasi. Satu sisi memang benar nilai tidak dibeli jadi berapapun nilai yang diberikan kepada teman belajar tidak merugikan kita, tetapi pemahaman itu juga akan berdampak anomali pada proses pendidikan yang akan selalu terpaku kepada nilai sehingga Teman mahasiswa akan berfokus pada Nilai saja bukan dari prosesnya,.

 Ditambah lagi kalau seorang pendidik hanya memberi nilai bagus semua kepada Teman mahasiswa tanpa mempunyai alasan yang benar sesuai dengan aturannya maka sama juga akan membina mahasiswa untuk terkondisikan hanya fokus pada nilai saja meskipun pendidik seperti ini akan disukai sama mahasiswanya. Di sisi lain pendidikan harus digeser bukan ke arah nilai saja tetapi prosesnya dan rasa tanggung jawab yang harus dijunjung tinggi, berapapun nilai yang diberikan seorang pendidik adalah sebuah penghargaan akan perjuangan selama satu periode belajar dan itu adalah hasil dari kerja keras Teman mahasiswa, tetapi semua itu masih belum sampai dipahami oleh Teman mahasiswa.

Teringat juga pada Alm Profesor Sukadiyanto seorang guru besar ilmu keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta yang mengingatkan mahasiswa S2 nya dengan mengirim sms untuk segera menyelesaikan tugas akhirnya karena sudah lama tidak muncul-muncul untuk bimbingan, hal yang luar biasa dilakukan seorang Profesor untuk mendampingi bimbingannya yang akhirnya selesai juga dengan hasil sangat memuaskan.

Teringat juga pada saat seorang dosen di Universitas terpandang di kota pendidikan yang memberikan nilai hanya menggunakan ilmu penerawangan saja, bayangkan saja seorang mahasiswa yang aktif di kelas, selalu masuk dan ujian juga bisa mengerjakan (meskipun tidak tahu hasilnya bagus apa tidak) karena hasilnya tidak dikembalikan kepada mahasiswa. Oleh dosen bersangkutan diberikan nilai dibawah dari teman-teman lain yang notabenenya jarang berangkat dan kurang aktif, sehingga akirnya seorang mahasiswa menemuin dosen pengajar itu dan bertanya “maaf pak, mau bertanya kenapa nilai saya  kurang baik pak? 

Apa ada yang salah dengan saya pak?” jawab dosen itu dengan ketusnya “kamu keset (kamu males)” jawaban seperti itu yang sampai sekarang masih saya ingat dan berjanji tidak akan mencontoh figur pendidik itu dan bahkan waktu itu memberikan sumpah serapah (jahat juga saya waktu itu) meskipun benar juga setelah selang 6 tahun semenjak kejadian itu sang dosen itu ahirnya di non aktifkan dari Universitas karena perilakunya. Jawaban seorang pendidik yang tidak mencerminkan citra seorang pendidik yang seharusnya memberikan penjelasan dan penerangan kepada mahasiwanya sehingga mahasiswa akan mengetahui dan mau merefleksikan proses dari mengapa nilai itu muncul.  

[caption caption="Di kelas.sumber dari: leloyoseplaurentius.wordpress.com"]

[/caption]

Dari perenungan singkat akan memori beberapa tahun yang lalu akhirnya saya putuskan untuk menghubungi teman mahasiswa itu menanyakan apakah menyadari tugasnya dan mau mengumpulkan tanggung jawabnya itu?Bahkan sampai teman sekelasnya sudah memberikan info kepada yang bersangkutan lebih dari 3 kali. Sampai pada hari berikutnya tidak ada usaha dari kedua teman mahasiswa itu, wal hasil apapun nilai yang didapat meskipun nanti kalau sudah dilihat oleh yang bersangkutan akan menangis ataupun akan sedih tetapi itu adalah pembelajaran akan sebuah tanggung jawab dan proses dalam pendidikan.

 Memang ada rasa belas kasihan, tetapi dalam sebuah perjalanan hal yang paling utama adalah prosesnya menuju suatu tempat yang ingin dituju. Pengalaman mengalami gangguan untuk mencapai tempat tujuan adalah bumbu dari sebuah proses yang akan membawa pada sebuah pencapaian. Semoga mahasiswa memahami dan belajar dari proses kegagalannya sehingga akan menyadari bahwa Pendidikan membawa manusia menjadi  lebih baik dalam segala sisi kehidupan.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun