Seperti yang kita tahu bahwa peri seringkali muncul dalam film-film kartun yang sering kita tonton pada waktu kecil hingga sekarang. Tetapi apakah kalian pernah bertanya-tanya, apakah peri itu ada atau tidak, Mari kita bahas
Keberadaan peri sering kali dipandang melalui lensa keyakinan pribadi. Jika seseorang meyakini bahwa peri ada, maka mereka dianggap nyata dalam realitas orang tersebut. Sebaliknya, bagi yang tidak percaya, peri hanyalah dongeng. Pandangan ini menunjukkan betapa subjektifnya persepsi manusia terhadap hal-hal yang berada di luar pengalaman nyata mereka.
Setelah Saya membaca banyak sekali opini-oinpi yang orang-orang berikan di blog maupun situs situs, Saya mulai berpikir bahwa peri benar-benar ada, meskipun tidak semua orang bisa melihatnya. Orang-orang yang memiliki kemampuan khusus untuk "melihat" makhluk gaib juga tidak selalu mampu melihat peri dalam bentuk asli mereka. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dimensi tempat tinggal mereka. Manusia berada di dimensi ketiga, sementara peri tinggal di dimensi keempat atau kelima, yang merupakan tingkat kesadaran spiritual yang lebih tinggi.
Manusia dapat berinteraksi dengan peri, roh alam, dan elemental ketika mencapai tingkat kesadaran yang sama. Namun, interaksi ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan sebaiknya oleh mereka yang berpengalaman. Peri dikenal sebagai makhluk yang manipulatif dan licik, meskipun mereka tidak bermaksud jahat. Pengalaman dan pengetahuan yang memadai diperlukan untuk memastikan bahwa hubungan dengan peri tidak berakhir dengan masalah.
Tetapi balik lagi kepada diri sendiri bahwa kalian percaya atau tidaknya, hanya saja apakah peri-peri itu berwujud seperti di film-film yang sangat terlihat menarik atau berbentuk menyeramkan. Pembahasan mengenai peri ini juga seperti membahas apakah putri duyung itu ada atau tidak. Jadi apakah mereka benar-benar ada atau sekadar mitos?
Pada akhirnya, keyakinan akan makhluk-makhluk ini adalah soal pribadi. Terlepas dari bukti atau pengalaman yang ada, apa yang kita yakini membentuk realitas kita. Sementara sebagian orang mungkin mengejar bukti konkret, yang lain mungkin merasa cukup dengan kepercayaan dan cerita yang telah diwariskan. Jadi, apakah peri itu nyata atau tidak, mungkin hanya bisa dijawab oleh hati dan pikiran masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H