Mohon tunggu...
Antonius Tri Prasetya
Antonius Tri Prasetya Mohon Tunggu... Lainnya - pelajar

aku menyukai membaca buku cerita

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apakah Guru Besar Mengajukan Gelar Profesor dengan Prosedur yang Baik dan Benar?

19 Agustus 2024   06:40 Diperbarui: 19 Agustus 2024   06:41 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sebanyak 17 Dewan Guru Besar Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) yang bergabung dalam Majelis Dewan Guru Besar PTNBH, melakukan skandal yang merugikan kampus dalam negeri. Ketua MDGB PTNBH Prof Andi Pangerang Moenta mengatakan, bahwa praktik mengejar jabatan guru besar tanpa mengikuti aturan yang berlaku jelas, telah melanggar moral, etika, dan integritas akademik.

Menurut saya, tindakan tersebut sangat tidak pantas untuk terjadi, karena manipulasi jabatan merupakan sebuah hal yang mencorengkan nilai kejujuran. Oleh sebab itu, mereka harus dihukum sesuai dengan ketentuan yang ada. Pemerintah harus lebih tegas dalam mengambil langkah-langkah untuk menjera oknum-oknum tersebut, agar tidak semakin banyak lagi calon-calon yang melakukan tindakan tersebut.

Nyatanya "Profesor bukan gelar akademik, tetapi jabatan akademik pada jenjang tertinggi dalam lingkungan perguruan tinggi," kata Ari. Nilai-nilai yang seharusnya diterapkan seperti bersifat objektif, terbuka, serta dapat menerima kritik dan kukuh dalam pendirian untuk menjunjung tinggi kebenaran. 

Sebaliknya menurut API, perguruan tinggi selama ini justru memberikan jabatan profesor kepada orang yang tidak aktif sebagai pendidik di perguruan tinggi. Oleh karena itu, API akan mengirim surat ke KPK maupun Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), khususnya Mendikbudristek Nadiem Makarim dan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Abdul Haris. 

Fenomena munculnya profesor abal-abal ini terjadi karena adanya supply dan demand. Demand tersebut berasal dari kebanggaan semu dan salah kaprah dalam memandang status guru besar dan profesor. Di masyarakat kita, guru besar sering kali dianggap sebagai sosok yang sangat dihormati dan diagungkan, seolah-olah menjadi profesor adalah tanda keunggulan dan kesempurnaan. Akibatnya, mereka yang memiliki uang berlomba-lomba untuk meraih gelar tersebut, meskipun tidak memenuhi kualifikasi yang seharusnya.

Seperti rubah dikenal cerdik namun serakah. Sifat rakusnya sering membuatnya berusaha mendapatkan lebih dari yang dibutuhkan. Akibatnya, kecerdikannya sering kali berbalik menimpa dirinya sendiri. Para petinggi tersebut mencurangin dalam pengajuan gelar profesor, hal tersebut bisa dimiripkan satu dengan lainnya.

sumber : https://newsletter.tempo.co/read/1888658/skandal-gelar-guru-besar-politikus-lewat-jurnal-predator-dan-sekongkol-di-kementerian-pendidikan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun