Salah satu upaya walikota dalam penanganan banjir di Medan yaitu dengan cara pengorekan parit seperti yang telah dilakukan di Jalan Krakatau antara simpang Bukit Barisan sampai simpang Jalan Karantina. Awalnya saya mengapresiasi program ini karena parit disekitar lokasi pengorekan diketahui kurang berfungsi dengan baik. Ketika hujan deras maka tidak jarang jalan ini digenangi air mulai dari semata kaki bahkan hampir setinggi betis orang dewasa. Tetapi saya memperhatikan cara kerja para pekerja yang tidak beraturan dan amburadul, dimana tanah beserta sampah hasil pengorekan dari parit dibiarkan begitu saja di pinggir jalan hingga beberapa hari. Saya menilai pekerjaan ini seperti perkerjaan yang sia-sia dikarenakan ketika hujan turun, tanah tadi masuk kembali ke dalam parit. Program ini yang awalnya dilakukan sebagai bentuk penanganan banjir justru menimbulkan masalah baru, yaitu pencemaran lingkungan. Timbunan tanah dan sampah ini menimbulkan bau tidak sedap terhadap orang yang melintas di jalan itu, serta merusak pemandangan. Hingga sampai hari ini, tanah dan sampah tadi masih "tertata rapi" di pinggir jalan, sementara pengorekan parit sudah selesai beberapa hari yang lalu. Keadaan ini menimbulkan tanda tanya besar terhadap kinerja Pemko Medan yang terkesan setengah hati. Dimana Dinas Kebersihan kita ?
Warga di sekitar lokasi pengorekan sudah mulai mengeluh terutama bagi mereka yang rumah atau usahanya terdapat timbunan tanah dan sampah. Warga mengaku keadaan ini juga mempengaruhi kelancaran usaha mereka. Sebelumnya, keluhan ini telah disampaikan kepada lurah dan camat setempat, tetapi jawaban yang diperoleh, "sabar sedikit, kan demi kebaikan kita bersama.."
Kebaikan yang mana pak ? warga cuma meminta agar sampah pengorekan parit segera diangkut dan tidak ditelantarkan begitu saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya