Mohon tunggu...
Antoni Ludfi Arifin
Antoni Ludfi Arifin Mohon Tunggu... -

Antoni Ludfi Arifin, senang dipangil ALA, lahir di Kotabumi Lampung Utara pada tanggal 11 Juni 1977.\r\n\r\nKetertarikannya dalam dunia menulis sejak kumpulan artikel-artikelnya dimuat di beberapa situs online seperti www.andriewongso.com dan beberapa majalah, serta telah menulis tiga buku yaitu: 1. Bacaan Wajib Semua Sales (VisiMedia, 2011); 2. Demi Waktu: So, Use Your Time Effectively (Gramedia, 2012); dan 3. Be A Writer (Gramedia Pustaka Utama, 2012).

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Be A Reader

18 Desember 2013   15:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:46 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul                       : Be A Reader: Mendulang Aksara, Meraih Makna Penulis                    : Antoni Ludfi Arifin ISBN                        : 978-979-22-9781-2 Penerbit                 : Gramedia Pustaka Utama Terbit                      : Juli, 2013 Pages                       :  xxvi + 108 Berat                       : 275 gram Dimensi(mm)      : 140  x 210 Harga                      : Rp38.000 Bacalah!

“Betapa penting dan menyenangkannya membaca, bahwa apa yang kita baca hari ini dapat mengakar, berbunga, dan menyebar.” ~Dewi “Dee” Lestari, Penulis novel

Tradisi membaca, seperti yang telah Tuhan wahyukan: Iqra—Bacalah, masih belum menjadi kebiasaan yang menyenangkan, bahkan sering gagal dilaksanakan.  Tradisi membaca hanya tumbuh di dunia pendidikan formal, setelah selesai menempuh ilmu, tradisi tersebut hilang ditelan kesibukkan. Tradisi membaca yang kini telah banyak dilakukan di dunia pendidikan formal kiranya perlu merambah dunia nonformal, agar ia tidak terhenti ketika selesai menempuh pendidikan saja. Membaca buku juga harus dibudayakan di mana pun dan kapan pun kita berada. Jadikanlah buku sebagai teman yang baik saat menunggu di ruang-ruang antrean, di gerbong-gerbong kereta, di atas bus, ataupun saat perjalanan pesawat. Di rumah sekalipun, buku menjadi teman yang baik untuk menggantikan budaya menonton sinetron. Kritik Taufiq Ismail masih relevan adanya, “Mengapa para penumpang di gerbong kereta api Jakarta-Surabaya tidak membaca novel, tapi menguap dan tertidur miring? Mengapa di dalam angkot di Brebes, Tegal, penumpang tidak membaca kumpulan cerpen, tapi mengisap rokok? Mengapa di halaman kampus yang berpohon rindang mahasiswa tidak membaca buku teks kuliahnya, tapi main gaple? Kenapa di kapal Makassar-Banda Naira penumpang tidak membaca kumpulan buku puisi, tapi main domino?” Belajar dari para tokoh besar di dunia, mereka besar karena membuka cara pandang dengan membaca: buku-buku tersurat (tertulis) pada makna sesungguhnya (tekstual) dari para cerdik cendekia dan buku-buku yang tersirat, yaitu bacaan kehidupan (kontekstual) yang terlahir dari “rahim” pengalaman.  Kebiasaan gemar membaca ini adalah cara kita mengisi jiwa lewat “nutrisi” bacaan sehingga pemikiran terus “terbarukan”. Pesan Prof. Din Syamsuddin dalam buku ini patut menjadi renungan, “Pentingnya membaca sebagai jambatan ilmu.  Sebuah upaya meniti jembatan yang membentang agar dapat ditapaki dan dijelajahi sehingga kita mendapatkan ‘makna’ dari setiap untaian kata yang terukir dari setiap tulisan. ‘Makna’ yang ditangkap inilah yang dapat dijadikan faedah bagi manusia untuk berbuat baik, dan memberikan ‘cahaya’ jalan kebaikan kepada orang lain.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun