Mohon tunggu...
Antonia Febe Hartono
Antonia Febe Hartono Mohon Tunggu... -

Mahasiswa SBM ITB 2013

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kebenaran Menurut Siapa?

6 Juni 2012   01:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:21 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebenaran, layaknya sebuah koin dengan dua sisi yang berbeda, mengacu pada hal yang sangat relatif dan subyektif, sering kali kebenaran itu sendiri juga sangat terkait dengan kepentingan pribadi didalamnya, yang semakin membuat nilai relativitas dari sebuah kebenaran itu semakin nyata. Kebenaran saat ini menjadi sebuah pembicaraan hangat di Bangsa Indonesia. Dalam kasus Lady Gaga misalnya, yang sarat dengan berbagai pihak yang pro dan kontra, dan masing – masing berbasis kepada kepentingan dan tujuan pribadinya masing – masing. Beberapa kaum agamais menganggap bahwa Lady Gaga adalah contoh yang kurang baik kepada masyarakat, dengan pakaian yang minim, tarian yang sedikit erotis, dan lagu yang cenderung merendahkan nilai – nilai agama, dengan paham kebebasan, ia menunjukan bahwa setiap orang berhak melakukan apapun dan mengeksplorasi dirinya secara tak terbatas (coba dengarkan lagu born this way). Dengan dasar itulah mereka dengan sangat keras menolak kedatangan Lady Gaga. Disisi lain, kaum liberalis dan hedonis, serta artis menganggap bahwa itu hanya sebuah tontonan yang sangat merupakan karya seni, sehingga tidak ada salahnya untuk memberikan kesempatan seseorang untuk menebarkan popularitasnya. Kedua pandangan egosentris dan sempit itu pada akhirnya tetap berpegang teguh pada pendirian masing – masing, namun pada akhirnya, kaum agamais berhasil mencekal kedatangan Lady Gaga.

Sebenarnya bukankah ketakukan utama mereka bahwa Lady Gaga akan memberikan pengaruh yang buruk kepada masyarakat? Demikian dangkalnya kah mereka menganggap bahwa Indonesia adalah bangsa yang sangat labil? Tetapi pernahkah mereka berpikir akan akibat dari sikap mereka tersebut? Bahwa Indonesia, yang merupakan negara demokrasi, dan tidak berbasis pada agama tertentu, kini mendapat nilai yang kurang baik di mata Internasional, sebagai negara yang tertutup. Menjaga identitas bangsa, tentu sangatlah baik, dimana bangsa yang besar, tidak akan meninggalkan nilai – nilai luhur dan identitasnya. Tetapi, saat ini merupakan era globalisasi, dimana banyak sekali kemajuan dalam teknologi dan tak terkecuali budaya, sementara Bangsa yang tertutup dan mengisolasi diri, tidak akan pernah berkembang menjadi lebih baik. Seharusnya Indonesia tetap terbuka terhadap segala perkembangan dalam teknolog pengetahuan dan budaya.

Jika kaum agamais memang melihat Bangsa Indonesia belum memiliki pegangan hidup yang kuat, dibanding dengan sibuk memberikan larangan – larangan, lebih baik kaum agamais memberikan pendidikan kepada masyarakat, untuk dapat berpegang kepada nilai – nilai agama, karena dengan seseorang yang sudah memiliki nilai – nilai kebenaran yang tertanam kuat dalam dirinya, tentu ia tidak akan mudah terpengaruh dengan nilai baru yang masuk. Disinilah agama berperan sebagai filter dari intervensi nilai yang masuk.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun