Mohon tunggu...
Antonia Dhagi
Antonia Dhagi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Bernyanyi, menari, publik speaking

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perspektif Masyarakat terhadap Fenomena Cheldfree bagi Kehidupan Sosial Masyarakat

20 Mei 2024   15:42 Diperbarui: 20 Mei 2024   15:46 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Childfree merupakan fenomena yang masih hangat diperbincangkan saat ini. Childfree itu sendiri mengacu pada keputusana seseorang maupun pasangan suami istri untuk tidak memiliki anak setelah menikah. Setiap orang memliki hak untuk menentukan pilihannya masing-masing. Pasangan yang memilih childfree pastinya mereka sudah berpikir matang dan siap untuk menanggung segala risiko yang akan terjadi kedepannya. Mereka sudah siap bahwa mereka tidak akan memiliki keturunan. Fenomena ini terjadi tentunya tidak terlepas dari beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor tersebut dintaranya:

  • Faktor ekonomi, Faktor ekonomi menjadi faktor utama yang mempengaruhi seseorang maupun untuk tidak memliki atau childfree.  Faktor ekonomi mendorong masyarakat berasumsi bahwa biaya yang dibutuhkan untuk membesarkan anak tidaklah sedikit. Hal tersebut dapat memicu keraguan dalam diri karena merasa tidak memiliki biaya yang cukup untuk merawat anak. Bukan hnaya itu, Masyarakat dengan ekonomi yang baik juga akan selalu berpikir untuk mengejar karir dan tinggal berjauhan dengan pasangannya. Hal ini juga akan berpengaruh pada chelfree.
  • Ingin lebih dekat dengan pasangan, 
  • Hal yang mempengaruhi pasangan memilih untuk tidak memiliki anak juga yaitu ingin menjaga kedekatan dengan pasangannya. Mereka sering berasumsi bahwa jika mereka memiliki anak maka kedekatan amupun kasih sayangnya akan terbagi kepada anak-anak mereka. Tipe orang seperti ini lebih banyak ditemukan oleh pasangan yang selelu posesif dalam hubungan.
  • Memiliki trauma pada masa lalu
  • Faktor ini terjadi dikarenakan seseorang memliki trauma yang terjadi pada masa lalu. Trauma akan kenangan masa lalu membuatnya takut bahwa nanti anak-anaknya akan mendapatkan perlakuan yang sama seperti yang ia rasakan. Hal ini menjadi alasan untuk memilih childfree.
  • Faktor lingkungan
  • Kondisi lingkungan juga sangat mempengaruhi seseorang atau pasangan untuk memilih childfree. Gaya hidup maupun pengalaman yang dialami seseorang dalam masa hidupnya juga akan menjadikan seseorang untuk tidak memiliki anak.

Selain faktor penyebab munculnya fenomena childfree, adapun dampak childfree bagi kesehatan, dan sosial budaya. Dampak pada kesehatan, sebenarnya belum ada penelitian yang melaporkan bahwa tidak hamil atau melahirkan seumur hidup dapat memicu munculnya penyakit atau kondisi medis tertentu. Bahkan, di dalam dunia medis sendiri, terdapat metode sterilisasi yang tujuannya mencegah kehamilan secara permanen. Dimana, praktik tersebut cukup normal dan biasanya dilakukan pada pasien yang sudah memiliki keturunan di luar jumlah yang disarankan, atau bila kehamilan berikutnya membahayakan nyawa ibu. Meski begitu, wanita yang sudah pernah hamil dan menyusui diketahui memiliki risiko lebih rendah terkena kanker payudara, endometrium, dan ovarium dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil.

            Perspektif masyarakat terhadap childfree bagi kehidupan sosial budaya yaitu ketika seorang perempuan sudah menyandang status sebagai seorang istri dalam sebuah pernikahan maka muncul adanya doktrin patriarki bagi perempuan dalam sebuah rumah tangga, perempuan dituntut untuk mempunyai keturunan, perempuan pada era patriarki di doktrin mempunyai anak merupakan suatu keharusan, hal ini turut serta menyeret bahwa tujuan pernikahan adalah mempunyai  keturunan. Realitanya hal tersebut masih marak terjadi pada masyarakat, bahkan tidak sedikit dari kalangan masyarakat yang beranggapan bahwa mempunyai keturunan merupakan kodrat bagi pasangan yang sudah menikah, dalam konteks ini yang disoroti dan yang menonjol merupakan peran perempuan dalam sebuah rumah tangga, perempuan sendiri mempunyai kodrat untuk hamil dan melahirkan seorang anak.

Adanya stigma sosial mengenai perempuan mempunyai keharusan jika sesudah menikah memberikan keturunan terhadap suaminya (bisa hamil), adanya kecaman stigma sosial mengenai hal itu tentunya akan mengarah pada penilaian orang lain apabila perempuan tidak hamil maka kasarannya perempuan tersebut infertilitas atau kerap disebut dengan mandul, posisi ini juga menjadikan perempuan sebagai kambing hitam, bagaimana tidak, munculnya stigma mengenai perempuan mandul berangkat dari adanya pandangan dari masyarakat yang sangat lengket pada budaya patriarki dimana ketika menjadi perempuan yang sudah menjalani rumah tangga harus melahirkan dan juga menjadi seorang ibu. Hal itu juga turut memberikan label yang kurang mengenakkan bagi kaum perempuan sebenarnya itu merupakan bentuk dari pengucilan sosial terhadap kaum perempuan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun