Mohon tunggu...
Antoneta Manginsela
Antoneta Manginsela Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional

Mahasisiwa Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melangkah Sejajar: Eksplorasi Peran Wanita dalam Masyarakat Baduy Luar

18 Januari 2024   11:13 Diperbarui: 18 Januari 2024   11:15 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://picture.triptrus.com/image/2014/06/tanah-baduy.jpeg

Suku Baduy merupakan kelompok masyarakat yang dikenal sangat mempertahankan tradisi dan gaya hidup yang konservatif. Masyarakat Baduy hidup dan menetap di wilayah desa Kanekas, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Jawa Barat. Suku Baduy terdiri dari dua kelompok, yaitu Baduy Luar dan Baduy Dalam yang masing-masing memiliki ciri khasnya sendiri. Masyarakat Baduy tetap berpegang teguh pada keyakinan mereka untuk mempertahankan identitas adat istiadat. Namun, bagi masyarakat Baduy Luar sendiri mereka mulai terbuka akan masuknya perkembangan globalisasi dan teknologi digital. Pakaian adat Baduy menjadi simbol dari ciri khas dan keanggunan budaya mereka. Rumah-rumah adat yang terbuat dari kayu dengan dinding yang terbuat dari bambu dan atap yang terbuat dari dedaunan adalah bagian lain dari kearifan lokal suku Baduy.

Peran Wanita Baduy
Masyarakat Baduy mengakui bahwa pria dan wanita memiliki peran dan kedudukan yang sama-sama penting dalam menjaga kelangsungan tradisi dan gaya hidup mereka. Namun, di balik penjagaan ketat terhadap tradisi, peran perempuan dalam masyarakat Baduy tetaplah menarik untuk dikritisi secara mendalam. Seiring dengan masuknya modernisasi, perubahan dalam peran perempuan masyarakat Baduy Luar menjadi lebih kompleks dengan adanya dorongan untuk mengadopsi norma-norma yang lebih inklusif. Adapun tiga konsep yang menjadi dasar perilaku kesetaraan antara pria dan wanita Baduy, yakni konsep Ambu, konsep Nyi Pohaci, dan konsep keseimbangan. Konsep Ambu menyoroti adanya peran ganda dalam kehidupan sehari-hari, yakni di rumah tangga dan di ladang. Konsep ini juga berkaitan dengan alam semesta, dimana masyarakat Baduy percaya bahwa Ambu merupakan penguasa dan pengayom dunia. Konsep Nyi Pohaci Sang Hyang Asri merupakan konsep yang berkaitan erat dengan kegiatan pertanian di sawah. Hal tersebut menjadi simbol yang menyiratkan bahwa wanita merupakan sosok yang harus dihormati dan diperlakukan dengan baik sebagai sumber kehidupan. Konsep keseimbangan merupakan hal yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Baduy. Pria dan wanita memikul tugas yang sama, baik di rumah maupun di ladang. Di kehidupan keluarga, pekerjaan rumahan tidak hanya dipikul oleh wanita saja, tetapi juga dipikul oleh pria. Pria Baduy biasa melakukan aktivitas rumah tangga seperti memasak, membersihkan rumah, dan mendidik anak. Namun tetap untuk menghormati adat yang ada untuk pekerjaan yang berhubungan langsung dengan padi, seperti menumbuk padi, mencuci beras, dan memasak nasi harus dilakukan oleh wanita.

Selain bekerja di ladang, para perempuan Baduy kerap berkreasi dengan kehalian yang mereka miliki. Mereka memiliki keahlian menenun dengan tenun halus yang dijadikan sebagai pakaian dan tenun kasar yang biasa dijadikan sebagai ikat kepala, serta ikat pinggang. Hal tersebut dimafaatkan oleh mereka untuk berjualan hasil kerajinan yang sudah di buat kepada masyarakat luar dengan memanfaatkan teknologi yang ada dan berkontribusi terhadap perekonomian rumah tangga mereka. Di bidang ‘politik’ kesukuan Baduy, wanita atau istri menjadi syarat mutlak seorang pemimpin. Hal ini karena istri dianggap sebagai stabilisator dan dinamisator seorang pemimpin kesukuan. Seorang pemimpin akan turun turun secara otomatis dari jabatannya bila istrinya meninggal dunia. Hal ini menunjukkan adanya fungsi dan peran khas dari perempuan Baduy.

Dampak Modernisasi terhadap Peran Wanita Baduy Luar
Konsep keseimbangan suku Baduy memang menyiratkan adanya posisi sejajar dan harmonis antara pria dan wanita. Meskipun tradisi dan kearifan lokal masih menjadi pilar utama, pengaruh modernisasi memberikan dampak signifikan terutama dalam peran gender. Tantangan terletak pada sejauh mana masyarakat Baduy Luar dapat menyeimbangkan antara modernitas dan pelestarian nilai-nilai tradisional mereka, termasuk konsep keseimbangan gender. Salah satunya adalah modernisasi yang dapat membawa perubahan dalam pola pekerjaan dan mata pencaharian. Wanita Baduy yang sebelumnya terlibat dalam kegiatan tradisional seperti pertanian dan kerajinan, dengan masuknya pengaruh luar memungkinkan adanya keinginan untuk terlibat dalam sektor ekonomi yang lebih modern. 

Modernisasi juga dapat mempengaruhi pandangan dan identitas perempuan Baduy terhadap diri mereka sendiri. Dengan akses terhadap budaya luar dan nilai-nilai modern, memungkinkan perempuan Baduy untuk mengalami pergeseran dalam persepsi mereka tentang peran dan identitas gender. Seiring dengan penerimaan nilai-nilai modern, mendorong perempuan Baduy untuk menggali dan mengartikulasikan identitas mereka di luar batas-batas tradisional yang telah ada. Hal ini dapat menciptakan kebingungan atau pertentangan internal dalam menghadapi nilai-nilai baru dan bagaimana nilai-nilai tersebut berdampingan dengan identitas mereka yang sudah ada. Selain itu, sejauh mana mereka dapat menggabungkan nilai-nilai modern dengan nilai-nilai tradisional tanpa mengorbankan identitas budaya mereka menjadi dilema yang kompleks.

Dalam kesimpulannya masyarakat Baduy tidak hanya penjaga tradisi yang konservatif, tetapi juga menerapkan keseimbangan gender sebagai pilar utama dalam pemeliharaan kesejahteraan mereka. Sistem kepercayaan yang melibatkan peran wanita, seperti konsep ambu, nyi pohaci, dan konsep keseimbangan, menyoroti pentingnya kontribusi wanita dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Baduy. Seiring dengan masuknya nilai-nilai modern dalam masyarakat Baduy Luar membawa tantangan sendiri terhadap peran perempuan Baduy. Apakah modernisasi akan membuka peluang yang lebih besar bagi perempuan Baduy Luar untuk mendapatkan peran yang lebih seimbang dan terdiversifikasi, ataukah akan memberikan tekanan pada tradisi mereka yang sudah terakar kuat selama bertahun-tahun? Tetapi terlepas dari pertanyaan tersebut, Kesetaraan gender dalam masyarakat Baduy bukan hanya sekadar prinsip, melainkan juga landasan kuat untuk kelangsungan dan kesejahteraan tradisi yang mereka junjung tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun