Mohon tunggu...
Anton Anthony
Anton Anthony Mohon Tunggu... -

Rakyat Jelata

Selanjutnya

Tutup

Politik

Benarkah Prabowo akan Memecahbelah Bangsa Ini?

27 Juli 2014   19:10 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:02 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada masa kampanye ada sebuah reportase menarik yang menyitir pernyataan Sekjen Gerindra, Ahmad Muzani, yang berisi kebulatan tekad bahwa dengan cara apa pun Prabowo harus menang (Lihat: http://indonesiasatu.kompas.com/read/2014/06/22/0852583/gerindra.dengan.cara.apapun.prabowo.harus.menang). Terhadap kebulatan tekad seperti ini, dapat diajukan satu pertanyaan: benarkah tekad ini mewakili keingingan Prabowo himself?

Jangan-jangan Prabowo adalah “boneka” yang paling mudah dimanfaatkan oleh elit perorangan untuk mencapai tangga kekuasaan dan merealisasikan agenda-agenda politik, baik jangka pendek, menengah maupun panjang. Elit perorangan ini berbeda dengan elit partai pendukung koalisasi merah putih, apalagi dengan partai pendukung itu secara keseluruhan. Mengapa? Karena sama-sama di partai pendukung koalisi merah putih ada sejumlah elit partai lain yang menentang koalisi ini.

Dalam dinamika pilpres ada sejumlah kampanye negatif yang ditujukan kepada kubu Prabowo yang bisa menjatuhkan kewibawaan Prabowo sebagai calon presiden. Tapi berbeda dengan Jokowi yang secara langsung meng-counter isu-isu tak produktif terhadap dirinya, di kubu Prabowo sanggahan terhadap isu-isu negatif itu dilakukan oleh elit perorangan yang ada di sekitarnya. Bukan Prabowo sendiri.

Ketika dikibarkan isu tentang pelanggaran HAM, berkali-kali Fadli Zon berdiri di garda depan membela Prabowo, sementara dalam Debat Capres, secara implisit sebenarnya Prabowo “tidak membantah” terjadinya pelanggaran HAM tersebut seraya menuding atasannya sebagai pihak yang harus bertanggungjawab. Begitu juga terkait dengan penghinaan terhadap Gus Dur, pelibatan konsultan politik asing, lagi-lagi elit perorangan (bukan Prabowo) yang menanggapi isu-isu tersebut.

Siapa sebetulnya yang mempengaruhi siapa? Saya agak yakin bahwa bukan Prabowo yang mempengaruhi kelompok kecil elit pendukungnya, tapi sebaliknya bahwa kelompok kecil elit pendukungnyalah yang mempengaruhi Prabowo. Dalam konteks ini, saya yakin bahwa Prabowo dalam kecukupan intelektualitasnya pasti bisa menerima hasil quick-count lembaga-lembaga survei kredibel yang menginformasikan kemenangan Jokowi-JK. “Kekalahan” perolehan suara ini pasti tidak bisa diterima oleh elit pendukungnya sehingga sebuah pembodohan harus didesakkan kepada Prabowo untuk memproklamasikan kemenangan berdasarkan quick count lembaga survei yang problematik.

Sekali lagi, segala cara memang harus digunakan untuk memenangkan oleh Prabowo. Bukan karena Prabowo memiliki ketegaasan atau kewibawaan sebagai seorang pemimpin, tetapi karena Prabowo lebih mudah dipengaruhi (untuk tidak mengatakannya sebagai boneka) dibandingkan dengan kandidat rivalnya, Jokowi. Ini mungkin menjadi alasan pragmatis mengapa sejumlah elit partai (sekali lagi, bukan keseluruhan partai) lebih memilih mendukung Prabowo dalam Koalisi Merah Putih dibandingkan mendukung Jokowi.

Keyakinan berdasarkan pengalaman bahwa hasil quick count yang dilakukan secara benar hampit tak berbeda jauh dengan hasil real count oleh KPU pasti dimiliki oleh Prabowo sebagai orang terdidik. Tapi lagi-lagi bisa jadi elit pendukungnya yang tak siap menerima fakta ini. Harus dipikirkan cara lain untuk tetap bisa memperoleh kemenangan. Bagi saya, pidato Prabowo 22 Juli di menjelang akhir rekapitulasi tingkat nasional menyiratkan pertentangan antara penerimaan personal atas hasil pilpres dan provokasi dari elit pendukungnya untuk “menggunakan cara lain lagi”.

Hasilnya adalah sebuah pilihan diksi yang tak tegas. Ia menyatakan mundur dari proses yang sedang berlangsung dengan segala umpatan yang lazim diteriakkan oleh the looser bahwa pemilu curang. Secara implisit ini adalah sebuah pengakuan kekalahan secara personal. Tapi pada titik kritis ini, elit pendukungnya melakukan zigzag dan mengoreksi kekeliruan dengan menyatakan bahwa yang dimaksudkan oleh Prabowo adalah mundur dari proses perhitungan suara dan dengan demikian masih akan berlanjut ke MK.

Dengan konstelasi seperti ini, sebuah rekonstruksi dugaan bisa dengan mudah kita buat bahwa semua pidato Prabowo berdiri di atas landasan bisikan dari elit pendukungnya. Jangan lupa juga bahwa lebih dari satu kali dalam debat Capres-Cawapres Prabowo masing memiliki nurani untuk menyetujui apa yang baik dari Jokowi sambil menyatakan bahwa para penasehatnya sebetulnya melarang dirinya untuk menyetujui apa pun yang dikatakan oleh Jokowi.

Frase “dengan cara apa pun” rupa-rupanya masih tetap akan digunakan untuk memenangkan pilpres. Setelah kalah dalam pemungutan suara, baik dalam quick count, maupun dalam real count, cara lain harus digelar. Di laman Mahkamah Konstitusi ada pemberitaan tentang pasangan Prabowo-Hatta yang mengajukan permohonan ke MK (Lihat: http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web. Berita&id=10097).

Dalam berita tersebut tercantum apa yang dikatakan oleh salah anggota kuasa hukum tim Prabowo-Hatta: “ Menurut salah satu kuasa hukum yang tergabung dalam Tim Pembela Merah Putih, Mahendradatta, pengajuan permohonan PHPU Presiden ke MK ini merupakan salah satu upaya hukum dan bukan upaya akhir dari koalisi merah putih. Mahendradatta juga meminta agar permohonan ini benar-benar diadili oleh Hakim Konstitusi.”

Tekanan bahwa “ini merupakan salah satu upaya hukum dan bukan upaya akhir dari koalisi merah putih” dapat bermakna ada cara-cara lain yang masih akan digunakan jika MK pada akhirnya menolak gugatan tim Prabowo – Hatta dan menguatkan keputusan KPU tentang pemenang Pilpres 2014.

Pertanyaannya: apakah ada cara-cara lain di luar konstitusi yang akan digunakan mengingat muara dari proses konstitusional hanya ada pada penetapan oleh MK? Jika ada, lagi-lagi saya menduga, ini bisa jadi bukan keinginan Prabowo. Saya tak yakin Prabowo akan memecahbelah bangsa ini, apalagi ia mencintai Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun