Masalah Maskapai Garuda menjadi banyak perhatian orang dalam satu minggu ini. Kasusnya bukan main main, "Make Up Laporan Keuangan", sebuah usaha melakukan rekayasa angka angka laporan keuangan dengan memasukkan piutang sebagai realitas pendapatan.Â
Kasus ini yang sebenarnya hanyalah persoalan interpretasi dari sudut standar standar Akuntansi lantas melebar jadi "Politicking di internal Perusahaan" yang gema-nya sampai ke luar.Â
Persoalan menjadi semakin serius ketika "market" di Pasar Modal mulai mengendus bahwa tuduhan yang disampaikan oleh sebagian komisaris dan pihak pihak otoritas terkait menjadi sumir, harga saham yang sebelumnya anjlok malah menguat, "market" seakan paham kemana kasus Garuda ini bergerak, ketika Menteri BUMN Rini Soemarno buka suara dan secara perlahan tersibak permainan permainan untuk menguasai saham Garuda dengan harga murah.
Lalu siapakah yang ingin menguasai saham Garuda, dan pihak pihak yang ingin mengendalikan Maskapai Garuda sehingga Maskapai ini secara tak langsung lepas kontrol dari kebijakan negara soal industri penerbangan yang terkait langsung dengan industri Pariwisata. Â
Membicarakan Garuda tak lepas dari "situasi rilis IPO" tahun 2011 yang berantakan dan gara gara gagal strategi IPO harga saham IPO Garuda ambruk, ambruknya saham Garuda ternyata juga membawa beban bagi tiga sekuritas negara seperti PT Danareksa Sekuritas, Mandiri Sekuritas dan Bahana Sekuritas. Tiga perusahaan BUMN Pasar Modal itu terpaksa membeli saham saham yang tak terserap di pasar IPO karena perjanjian full commitment pada IPO Saham Garuda.
Menteri BUMN saat itu dijabat Mustafa Abubakar, kemudian digantikan Dahlan Iskan yang juga pening soal saham Garuda ini, kemudian muncullah CT yang seakan menyelamatkan puyengnya Menteri BUMN Dahlan Iskan. Saat ini tercatat grup CT memiliki 25,62% saham Garuda.
Setelah negara, maka  Chairul Tanjung atau CT menguasai saham Garuda, dan CT menempatkan orang-orangnya di internal Garuda dimana operatornya adalah Donny Oskaria dan Chairal Tanjung (adik kandung Chaerul Tanjung) sebagai komisaris.
CT yang mengambil saham Garuda saat bentuknya "Itik Buruk Rupa" tiba-tiba mendapati Garuda seperti "Angsa Telur Emas". Di masa Pemerintahan Jokowi jilid dua  diperkirakan harga saham Garuda melesat cepat karena "politik konektivitas Nusantara" digenjot habis habisan oleh Presiden serta adanya lonjakan turis turis asing seiring dengan dibukanya beberapa destinasi wisata yang menyebar ke pelosok Nusantara, belum lagi politik tata ruang kota yang menjadikan 10 wilayah sebagai daerah metropolitan baru. Jelas potensial gain saham Garuda seperti elang jawa yang melesat cepat.
Menilik susunan pemegang saham dan benturan benturan berita yang berkembang tercium adanya konflik kepentingan antara CT dengan Rini Soemarno selaku Menteri BUMN.Â
Di sini Rini berjuang untuk membawa visi Jokowi dalam pembenahan restrukturisasi Garuda, sementara CT ditengarai memiliki agenda lain atau agenda agenda tersembunyi dalam menguasai saham Garuda, atau dengan kata lain ada kemungkinan pihak CT melakukan aksi "Hostile Take Over" Saham Garuda dengan harga murah.
Maskapai Garuda Indonesia punya posisi sangat penting bagi kepentingan Pemerintahan Jokowi-Amin 2019-2024, Maskapai Garuda adalah "Great Branding" bagi Jokowi dalam menjadikan Indonesia sebagai pemain bisnis Pariwisata jajaran atas di Asia.Â