Mohon tunggu...
Anton DH Nugrahanto
Anton DH Nugrahanto Mohon Tunggu... Administrasi - "Untung Ada Saya"

Sukarnois

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Chaerul Saleh Pahlawan Tambang Minyak Nasional

18 Mei 2012   08:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:08 2526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebenarnya peralihan kekuasaan di Indonesia sudah dimulai sejak bulan Maret 1945,  pada masa itu Jepang sudah membentuk Kepanitiaan kemerdekaan nasional, pada tahap itulah 'Pembicaraan-Pembicaraan masuk pada persoalan-persoalan ekonomi'.

Yang paling gesit mendebat persoalan-persoalan ekonomi adalah Bung Hatta. Dalam lobi-lobi politiknya di antara bulan Mei 1945 sampai Juni 1945 kelompok Hatta meminta konsesi-konsesi atas modal swasta di Perkebunan diakhiri, inilah yang bikin Tan Tek Peng dari kelompok pemodal (Tan Tek Peng adalah Boss Oei Tiong Ham concern) menolak adanya intervensi negara dalam perkebunan, hal ini malah jadi kecurigaan pihak swasta bahwa kelak dikemudian hari 'Indonesia berwarna merah'.

Perselisihan soal perkebunan akhirnya diakhiri dengan ikut campurnya Mayor Jenderal Nishimura, sebagai advisor atas Panitia Kemerdekaan, dalam urusan zumin (ekonomi) dimana Hatta berdebat panas dengan kelompok pemodal swasta. Nishimura meminta agar kelak bangsa yang berdiri tidak lagi ditunggangi oleh prasangka-prasangka, dan ekonomi Indonesia bisa berkembang dengan pesat. Sebenarnya apa langkah Nishimura ini melewati langkah Gunseikanbu (Setingkat Gubernur Jenderal) Jepang untuk Indonesia : Yamamoto yang sama sekali tak mengarahkan Nishimura, namun apa statemen Nishimura adalah sebuah pernyataan diam-diam agar 'Jepang bersiap dengan ekonomi Indonesia kelak ketika Indonesia bisa merdeka'.

Perkembangan politik ternyata ke arah lain, Jepang dibredel oleh para Pemuda-Pemuda Nasionalis Kiri garis keras yang paksa Sukarno dan Hatta untuk tanda tangan Kemerdekaan tanpa endorse pihak Jepang. Di masa-masa inilah revolusi berlangsung cepat bahkan bunuh-bunuhan.

Persoalan penting soal ekonomi tak dipikir matang-matang, hanya Tan Malaka yang mampu berpikir taktis dan strategis yaitu Perang Total menguasai sumber-sumber ekonomi. Apa yang dikobarkan Tan Malaka di koran-koran dan jadi bahan diskusi pada perdebatan-perdebatan Revolusi menjadikan anak-anak muda bersenjata memihak pada gerakan Tan Malaka, sementara tentara resmi memihak pada politik diplomasi Sukarno-Hatta.

Intelijen Belanda dibawah Van Der Plas membaca laporan-laporan bahwa anak-anak Tan Malaka mengarahkan kekuatan politiknyan ke daerah kantong-kantong ekonomi,  laporan ini kemudian diteruskan ke Van Mook dan melalui rapat terbatas militer di Istana Gambir, maka diputuskan bahwa Belanda akan mengoperasikan perang yang dinamakan 'Operasi Produkt' tahun 1947 untuk menguasai lahan-lahan sumber minyak dan kilang serta menjaga modal Belanda atas lahan tambang minyak.

Operasi Produkt, dibarengi dengan taktik diplomasi, pihak militer resmi Republik termakan taktik ini kemudian berunding soal wilayah-wilayah pendudukan, sementara pihak Laskar Rakyat terutama kelompok Tan Malaka menolak perundingan sama sekali, penguasaan tambang-tambang minyak dan perkebunan adalah 'harga mati' disinilah kemudian muncul istilah 'Merdeka' 100%.

Pada rapat politik di Purwokerto 1946, Jenderal Sudirman sudah kepincut atas ide Tan Malaka, Sudirman menasbihkan dirinya sebagai pengikut garis politik Tan Malaka, bahkan Sudirman sendiri berdiri dan bertepuk tangan saat Tan Malaka berpidato soal 'Kedaulatan Total Republik'.

Salah satu pengikut Tan Malaka paling fanatik adalah Chaerul Saleh.  Pemuda kelahiran Sawahlunto tahun 1916 adalah seorang lelaki muda yang tampan, berlagak seperti bintang film tapi amat pemberani dan nekat. Chaerul Saleh menolak semua politik Hatta dan Sjahrir yang kompromistis, seperti kolega-nya Sukarni yang juga terkenal nekat, Chaerul Saleh sering membentak para penggede Republik yang coba berani duduk satu meja dengan Belanda.

[caption id="attachment_182080" align="aligncenter" width="300" caption="Chaerul Saleh (Sumber Photo : Biografi Chaerul Saleh)"][/caption]

Chaerul Saleh punya pasukan sendiri namanya Pasukan Bambu Runcing, pasukan ini banyak bergerak di Banten sebagai wilayah kekuasaan mereka pertama kali pada jam-jam awal Republik, pasukan Chaerul Saleh kenal sekali dengan para jago-jago perang Banten dan membangun hubungan baik, sikap radikal Chaerul Saleh didukung oleh banyak kelompok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun