The Jakarta Post edisi Jumat, 4 Juli 2014, secara mengejutkan tiba-tiba memuat sebuah tajuk khusus. Tulisan berjudul Endorsing Jokowi tersebut isinya terang-terangan mendukung capres nomor urut 2 Joko Widodo. Banyak koran yang akhirnya ikut memuatnya menjadi bahan berita. Tentu ini merupakan keputusan yang tidak mudah dilakukan oleh sebuah media.
Tulisan yang ditulis oleh redaksi The Jakarta Post itu bukan tanpa resiko apa-apa. Sebagai media yang terbit di wilayah DKI utamanya, tentu sikap politis akan mengundang reaksi dari berbagai pihak. Termasuk dari pembaca setianya. Sebab, seorang pembaca koran juga punya sikap politis masing-masing, yang notabene bisa sama atau berbeda dengan para awak redaksi the Jakarta Post.
Sikap politis bisa menjadi semacam rahasia pribadi yang tak saling diketahui selama tidak dinyatakan secara lisan atau tertulis, baik itu oleh pembaca ataupun oleh redaksinya sendiri. Apapun itu, entah berupa dukungan, penolakan, ataupun idealisme politik, jika ditulis ke dalam sebuah tajuk akan punya pengaruh kuat, terlebih pada mereka yang tahu tentang media.
Dalam tulisan itu nampaknya redaksi berusaha sedikit berhati-hati sembari menjelaskan secara detail alasan-alasan mengapa memutuskan untuk membuat tulisan politis yang memihak pada Jokowi. Meski begitu, ada konsekuensi logis yang akan didapat setelah pembaca tahu tentang sikap politis The Jakarta Post. Sebuah resiko yang tak bisa dibilang ringan.
Secara jurnalistik tulisan itu tidak salah. Dewan Pers juga sudah merestuinya sebagai sesuatu yang lazim dilakukan lantaran berupa pendapat yang sifatnya pribadi dan menjadi hak tiap warga negara. Dukungan berupa kolom editorial seperti ini pernah dilakukan oleh The New York Times di Amerika Serikat. Saat pemilihan Presiden Amerika Serikat 2012, The New York Times menyatakan dukungannya terhadap Barack Obama.
Pemimpin Redaksi The Jakarta Post Meidyatama Suryodiningrat ternyata punya alasan sendiri atas sikap ini. Dia mengatakan, Jokowi dianggap lebih memiliki nilai-nilai pluralisme, tidak memiliki masalah hak asasi manusia (HAM), mendukung perbaikan masyarakat sipil, dan setia pada semangat reformasi (Tempo, 4 Juli 2014).
Tapi tulisan-tulisan berupa pernyataan sikap politis yang dinyatakan oleh sebuah media, punya konsekuensi sendiri. Pembaca The Jakarta Post yang punya akses terbanyak di wilayah DKI tentu bisa berubah haluan setelah membaca tajuk tersebut. Para pembaca yang kebetulan lebih condong berpihak ke Prabowo akan beresiko pindah haluan, membenci, bahkan menyatakan sikap yang sebaliknya terhadap The Jakarta Post.
Ada dua resiko yang harus ditanggung oleh The Jakarta Post. Pertama, para pembaca yang semula bersikap netral atas kedua capres mendadak akan berubah pikiran dan lantas mendukung Jokowi. Sebaliknya, pembaca yang semula condong mendukung Prabowo akan menolak sikap The Jakarta Post. Resiko dari yang kedua ini adalah kehilangan pelanggan, iklan dan pasar. Maka ini akan menjadi sebuah pertaruhan tersendiri bagi The Jakarta Post
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H