Suatu do'a dapat diterima dan dikabulkan dengan mudah ketika orang itu dalam keadaan suci baik lahir maupun batinnya.
Apalagi bulan suci Ramadhan yang merupakan bulan saatnya banyak-banyak memanjatkan do'a untuk kebaikan diri sendiri, keluarga maupun sesama kaum muslimin.
Alkisah, dalam sebuah riwayat ada seorang musafir yang nampak penampilannya kusut, badannya kotor, dan rambutnya penuh dengan debu lalu ia menengadahkan tangannya ke langit seraya berdo'a: "Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku...".Â
Akan tetapi diketahui orang itu sering memakan dari barang haram, jika mendapat makanan juga dari barang haram, dan minuman yang ia minum juga tidak halal. Lalu Rasulullah SAW., bertanya menafikannya "bagaimana dia bisa dikabulkan do'anya?".
Nah, sesungguhnya mengenai diterimanya atau tertolaknya suatu do'a itu erat sekali hubungannya dengan orang yang berdo'a itu sendiri, oleh sebab itu sejak jaman dahulu termasuk di jaman Rasulullah SAW., hingga sekarang suatu kebiasaan yang terjadi dengan menyerahkan do'a kepada orang-orang yang kita kenal hidupnya senantiasa mendekatkan diri pada Allah dan dianggap sebagai ahli ibadah, semisal para ulama, ustadz, Kyai dan sebutan lainnya.
Maka, mengenai syarat-syarat diterimanya suatu do'a sudah tentu dikembalikan lagi kepada yang berdo'a itu sendiri, meskipun tidak mustahil ada pula do'a dari orang-orang yang bukan ahli ibadah atau tidak memenuhi syarat yang pada kenyataannya diterima dan dikabulkan oleh Allah, hal itu terjadi karena kebijaksanaan-Nya dan kekuasaan-Nya.
Perlu untuk diketahui bahwa syarat-syarat diterimanya suatu do'a, antara lain :
1. Jika makan harus dari barang yang halal.
2. Jangan menganggap do'a itu lambat dikabulkan, apalagi menganggap do'anya tidak dikabulkan!
3. Jangan pernah berdo'a dengan disertai dosa dan memutuskan tali silaturahmi maupun kekeluargaan.
Akan tetapi jangan dulu berputus asa karena menganggap diri sendiri bukan ahli agama atau bukanlah ahli ibadah sehingga beranggapan do'a kita sendiri tidak akan dikabulkan, ini juga bukan pendapat yang benar.