Setiap umat beragama tentunya akan di uji tingkat keimanannya, cepat atau lambat hal itu akan terjadi pada kehidupannya ketika seseorang meyakini akan kebenaran dari ajaran agamanya. Kaum muslimin pun tidak luput dari ujian yang menimpa salah satunya disaat mendengar adanya peristiwa Isra' Mi'raj yang jika dipahami secara nalar manusia pada umumnya, sulit untuk dipercaya. Akan tetapi jika dipahami dengan kualitas keimanan yang baik maka pasti akan dipercaya dan meyakininya dengan sepenuh hati.
Suatu malam yang sangat luar biasa, memiliki makna dan sangat bersejarah telah dituangkan dalam Al-Qur'an, dimana malam tersebut dengan kekuasaan Allah SWT, Nabi Muhammad SAW Â telah melakukan suatu perjalanan mulia dari Mekkah ke Baitul Maqdis yang berada di Palestina, lalu dari sana beliau terus dinaikan ke langit ke satu, kedua, ketiga, keempat, kelima, ke enam, ketujuh dan terus naik lagi sampai ke Sidratul Muntaha hingga sampailah pada suatu tempat yang bernama Mustawa, perjalanan bersejarah itu sebagai mukjizat yang besar nabi Muhammad SAW, karena tidak satupun manusia di dunia ini yang sanggup melakukan perjalanan seperti itu dan kejadian yang sangat hebat tersebut bisa diketahui, dikenang, dan dapat diambil hikmahnya-hikmahnya hingga datangnya hari kiamat, peristiwa yang sungguh diluar nalar manusia itu telah diabadikan dalam Al-Qur'an Surat Al-Isra' ayat 1.
Jika kita analisa, maka seluruh ulama islam pada umumnya sejak dahulu berpendapat bahwa mi'raj itu dilakukan oleh beliau SAW dalam keadaan terjaga dan berangkat dengan tubuh jasmani serta rohaninya (tidak dalam keadaan mimpi). Perihal ini telah diperkuat dengan dalil-dalil Al-Qur'an dan hadits.
Al-Qur'an surat Al-Isra ayat 60, berbunyi :
Pada ayat ini disebutkan bahwa diwaktu perjalanan mi'raj itu Nabi Muhammad SAW, banyak melihat tamsil-tamsil atau contoh-contoh hukuman bagi orang yang berbuat jahat bagi manusia dalam hidupnya.
Arti ru'ya dalam ayat itu mengartikan bahwa kejadian isra mi'raj bukanlah mimpi melainkan penglihatan mata. Maka dalam ayat ini menyatakan bahwa apa-apa yang dilihat oleh nabi pada saat itu apabila dikabarkan kepada umum akan menjadi suatu ujian, apakah mereka beriman kepada nabi ataukan justru ingkar (tidak percaya) dan tidak menutup kemungkinan setelah mendengarnya orang malah menjadi kafir karena kejadian isra mi'raj diluar logika manusia, hanyalah kekuatan iman pada orang yang mendengarnya dalam mempercayai peristiwa ini.
Hadits mi'raj meriwayatkan seperti dibawah ini :
"Bahwa pada suatu malam di dekat ka'bah Mesjidil Haram, beliau dibawa oleh Jibril ke dekat telaga Zamzam maka dibedahlah dadanya oleh Jibril, yang kemudian di datangkan seekor Buraq (hewan yang lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari bihal) kemudian Nabi SAW diterbangkan ke Palestina dan dari sana di naikan ke langit secara berjenjang, sehingga sampai melihat tuhan? Maka tuhan mewajibkan ketika itu shalat lima waktu sehari semalam dan beliau melihat Jibril dekat Sidratul Muntaha, kemuadian beliau kembali menjelang shubuh yang membawa perintah shalat lima waktu". (Al-Hadits).
Pada ayat dan hadits tadi sangatlah jelas tidak ada sepatah katapun yang menyebutkan bahwa Nabi SAW mi'raj melalui mimpi dan seandainya dengan mimpi maka akan timbul beberapa pertanyaan, antara lain:
1. Peristiwa mi'raj ada hubungannya dengan perintah melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari semalam, memiliki kedudukan sebagai tiangnya agama, maka tidak mungkin perintah (wahyu) ini diterima dalam bentuk mimpi.