Mohon tunggu...
Anton Sanjaya
Anton Sanjaya Mohon Tunggu... -

Jadilah Lilin dikegelapan untuk memberikan Cahaya bagi umat yang membutuhkan, jadilah pemimpin yang bisa membawahi semua kepentingan Golongan tanpa harus ada sekat. karena pada esensinya kita semua sama.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Apa Kabar Pilkada Jakarta

23 Maret 2016   11:29 Diperbarui: 23 Maret 2016   12:03 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilkada di Indonesia telah dilaksanakan sejak masa pemerintahan kolonial Belanda dengan mekanisme yang berbeda-beda, ada yang menggunakan pola penunjukkan, pilkada melalui DPRD, dan pilkada secara langsung.Pilihan masing -masing pola tersebut sangat bergantung pada pemegang kekuasaan.Pergantian pemegang kekuasaan maupun masuknya rezim baru dalam suatu kekuasaan memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan pilkada selama ini.Masing -masing penguasa atau rezim mengambil kebijakan -kebijakan yang berbeda -beda. perjalanan pelaksanaan pilkada di Indonesia apabila dikaji secara historis dibagi menjadi 3 zaman. Hal ini berdasarkan zaman sebelum Indonesia merdeka sampai memperoleh kemerdekaan. Untuk itu sebelum kita bicara tentang pilkada Jakarta yang akan dilaksanakan pada tahun depan kita coba melihat kebelakang tentang sejarah singkat pilkada di Indonesia.

Memang pilkada pada zaman kedudukan belanda berbeda dengan zaman sekarang kenapa berbeda dikarenakan pada zaman penjajahan belanda terhadap bangsa Indonesia demokrasi di bangsa ini semua terbatasi dikarenakan masih adanya system kerajaan yang membuat system monarki sehingga orang-orang yang tidak dekat dengan raja atau sultan maka sudah pasti tidak bisa menjadi kepala daerah, sebaliknya kalau dekat sama raja atau sultan bisa diangkat untuk menjadi kepala daerah.

Sejarah Singkat Pilkada

Perubahan Sitem Pemilu Kepala Daerah di Indonesia dari Masa Kemasa Undang-undang nomor 1 tahun 1945, tentang peraturan mengenai kedudukan komite nasional daerah yang diundangkan pada tanggal 23 November 1945 menyatakan bahwa kepala daerah yang diangkat adalah kepala daerah pada masa sebelumnya. Undang-undang nomor 22 tahun 1948 tentang pemerintahan di daerah dalam pasal 18 menyatakan bahwa kepala daerah propinsi (gubernur) diangkat oleh presiden dari calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi. Untuk kepala daerah kabupaten, diangkat oleh menteri dalam negeri dari calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten. Demikian juga untuk kepala daerah desa (kota kecil) yang diangkat oleh kepala daerah propinsi dari calon yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Desa (kota kecil). Undang-undang nomor 1 tahun 1957 mengatur tentang pemerintahan daerah. didalam undang-undang ini, tingkatan-tingkatan daerah dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu; daerah tingkat I dipimpin oleh gubernur, daerah tingkat II dipimpin oleh bupati atau walikota dan daerah tingkat III dipimpin oleh camat. Kepala daerah adalah orang yang dikenal baik oleh rakyat di daerahnya, oleh karena itu harus dipilih langsung oleh rakyat. Atas dasar itu, dibandingkan dengan Undang-undang terdahulu dan bahkan setelahnya, nuansa demokrasi dalam arti membuka akses rakyat berpartisipasi sangat tampak dalam pilkada yang diatur UU No.1 tahun 1957. Dalam undang-undang ini, sistem pemerintahan kepala daerah langsung namun dalam kenyataannya berbeda. Berdasarkan keterangan itu, sistem pilkada langsung dalam undang-undang nomor 1 tahun 1957 benar-benar merupakan introduksi dalam pentas politik karena secara empirik belum dapat dilaksanakan. Penetapan Presiden Nomor 6 tahun 1959 yang mengatur tentang mekanisme dan prosedur pengangkatan kepala daerah. Kepala daerah diangkat dan diberhentikan oleh presiden atau menteri dalam negeri. Pengangkatan dilakukan terhadap salah seorang yang diajukan oleh DPRD. Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 berdampak pada keluarnya undang-undang nomor 18 tahun 1965 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah. Dalam undang-undang ini, kepala daerah diangkat dan diberhentikan oleh presiden atau menteri dalam negeri melalui calon-calon yang diajukan oleh DPRD. Undang-undang nomor 5 tahun 1974 tentang pokok - pokok pemerintahan di daerah. kepala daerah diangkat oleh presiden dari calon yang memenuhi syarat, tata cara seleksi calon yang dianggap patut diangkat oleh presiden dilakukan oleh DPRD. Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah pada tanggal 7 Mei 1999 mengisyaratkan tentang pemilihan kepala daerah yang dipilih oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-undang nomor 32 tahun 2004, mengatur tentang pemilihan kepala daerah secara langsung, dari 240 pasal yang ada, sebanyak 63 pasal berbicara tentang pilkada langsung.

Pilkada Jakarta

Kita masuk kepada tema yang diatas berbicara tentang pilkada DKI Jakarta hal ini yang harus kita telusuri bersama sehingga menghasilkan pemimpin yang bisa mengakomodir semua kepentingan rakyat Jakarta khsususnya dan Indonesia pada umumnya, hal ini sangat penting karena Jakarta merupakan pusat pemerintah maka sudah pasti banyak suku, ras, dan etnis yang berdomisili disini sehingga benar-benar harus bisa menjaga perbedaan yang ada.

Selama ini yang berlihat di berbagai media masa maupun media cetak sudah ada beberapa tokoh yang mulai bermunculan untuk selalu menjaga perbedaan yang ada di kota megapolitan ini, mulai dari Politikus senior, Seniman sampai dengan pengusaha, hal ini tidak lain dikarenakan Jakarta merupakan ibu kota negara yang mempunyai peran sangat signifikan dalam pemerintahan pusat. Beberapa hari yang lalu saya sempat berdiskusi dengan teman tentang tidak adanya figure asli Jakarta yang mencalonkan diri, hal ini sangat disayangkan, belum selesai berbicara sudah di cut sama teman saya katanya ada Beberapa kawan-kawan Pemuda dan Mahasiswa yang tergabung dalam Jaringan Pemuda Mahasiswa Jakarta ada mendorong seorang putra daerah asli Jakarta untuk bertarung di Pilkada Jakarta, di karenakan orang betawi yang sangat toleran dengan kehidupan yang multicultural di Jakarta sehingga semua bisa terakomodir. Begitu teman saya bilang begitu saya mulai mencari informasi tentang orang betawi yang di maksud.

Ternyata seorang yang bernama Firdaus Djaelani Ponakan dari KH. Abdullah Syafii seorang ulama besar betawi. Inilah Profil lengkap Firdaus Djaelani yang lahir di Jakarta pada tanggal 17 Desember 1954 dikenal sebagai seorang ekonom Indonesia. Firdaus sebelumnya telah menyelesaikan studi sarjananya dalam ilmu Manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada 1981 dan program pascasarjana dalam ilmu ekonomi Ekonomi di Ball State University, Indiana pada tahun 1988. Di tahun 2012, Firdaus memperoleh gelar doktornya di Universitas Gajah Mada setelah dia berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Pertumbuhan Industri Asuransi Jiwa di Indonesia: Kajian dari sisi Pembeli, Penjual dan Kebijakan Publik” dalam ujian terbuka di Gedung Paska Sarjana Gedung UGM, Yogyakarta yang dilaksanakan pada tanggal 31 Maret 2012.

Nama Firdaus sendiri kini disebut-sebut memiliki kans paling besar untuk duduk sebagai salah satu komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Maklum saja, pengalaman dia sebagai tokoh asuransi dan dunia perbankan cukup lengkap. Dia pernah menjadi Direktur Direktorat Asuransi Ditjen Lembaga Keuangan sejak 2001 hingga 2006. Saat itu Firdaus di bawah pimpinan Darmin Nasution, Dirjen Lembaga Keuangan sejak 2001 pula. Firdaus dan Darmin merupakan dua tokoh kunci yang dipercaya Menteri Keuangan untuk melahirkan Lembaga Penjamin Simpanan yang muncul pada 2004. Pada 2005, Darmin menjadi Kepala Bapepam & LK sedangkan Firdaus ditunjuk masuk direksi LPS di bawah arahan Rudjito (eks Dirut BRI) dan Krisna Wijaya. Pada 2008, Firdaus resmi menjabat Kepala Eksekutif LPS menggantikan Krisna Wijaya yang mengundurkan diri sejak 2 Januari 2008. Selama di LPS, Firdaus sangat akrab dan sukses dengan penanganan permasalahan perbankan mulai dari penanganan BPR bermasalah hingga menangani kasus seperti Bank Century. Di industri asuransi, nama besar Firdaus tetap memiliki pijakan yang kuat, setidaknya dia masih dipercaya sebagai salah satu komisaris di beberapa perusahaan asuransi seperti PT Reasuransi Internasional Indonesia. Namun, keberhasilan Firdaus mengawal pendirian LPS tak berujung pada pendirian Lembaga Penjamin Polis,  lembaga sejenis yang seharusnya juga dibutuhkan oleh industri asuransi. Jabatannya sebagai ketua LPS kini telah digantikan oleh Mirza Adityaswara.

Kalau dilihat dari Profil yang diatas Firdaus Djaelani merupakan sosok yang sangat dibutuhkan oleh warga Jakarta saat ini, yang menjadi permasalahan apakah Firdaus Djaelani masih menjaga budaya betawi yang sangat toleransi. Karena Jakarta ini bukan hanya milik suku bangsa tertentu tetapi sudah menjadi milik seluruh Rakyat Indonesia. Karena Jakarta Kita.

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun