Mohon tunggu...
Anton Suryanto
Anton Suryanto Mohon Tunggu... Musisi - Mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas PGRI Semarang

Penikmat Kopi,Hujan, Dan Senja

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menyalakan Lagi Asa Berbahasa Indonesia

18 Oktober 2017   00:14 Diperbarui: 18 Oktober 2017   01:01 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
animal print wallpapers icon (repro)

Era globalisasi juga menciptakan istilah bahasa Indonesia unik yang diciptakan oleh para pemuda yang kreatif, misal fenomena mencampur adukkan bahasa Indonesia dengan bahasa inggris, meniru gaya berbahasa salah satu artis, yang dianggap keren. Lalu ada bahasa yang tak jelas diksi dan ejaannya atau lebih dikenal sebagai bahasa vikinisasi yang sempat heboh beberapa waktu yang lalu.

Tak lupa bahasa gaul ciptaan para insan muda kreatif, yang sudah menjadi hal lumrah dalam bersosialisasi, misal istilah "kuy" "btw" "Gaje" "Asap" "keleus" dan masih banyak lain yang cenderung memplesetkan bahasa Indonesia. Selain itu juga ada penggantian istilah nominal 1000 rupiah menjadi menjadi "K" padahal dalam kaidah berbahasa Indonesia yang baik dan benar ustilah "K" dipakai untuk istilah Berat,jarak,Isi,Gelombang,Tegangan dan tenaga Listrik.dan sebagainya. Seandainya berkenan di ganti tentu saja cukup memakai istilah ribu (rb) atau lakukan redenominasi menggunakan angka saja. (Mahmud Hidayat, PENULISAN HURUF K SEBAGAI SATUAN HARGA dalam Facebooknya 5 September 2017)

Ya memang nyatanya Bahasa Indonesia sudah dilupakan dirumah sendiri, peraturan untuk memakai bahasa Indonesia tinggalah seonggok tulisan tanpa makna. Sejarah bagaimana bahasa Indonesia dijadikan bahasa persatuan hanya lembaran kisah masa lalu yang pernah terjadi untuk dikenang. Padahal negara Jerman yang jumlah penduduknya tak seberapa mampu membuat aturan bahwa setiap warga yang ditinggal di Jerman harus menguasai bahasa Jerman, siapapun.

Tak usah jauh-jauh negara tetangga kita Malaysia, juga menjunjung tinggi bahasa nasional, meski seringkali terdengar aneh maupun lucu saat terdengar, namun mereka bangga dan menganggap bahwa memakai bahasa melayu sebagai wujud nasionalisme pada tanah air. Sebuah realita yang sangat ironi sekali setelah 89 tahun sumpah pemuda didengungkan ke seluruh dunia sebagai wujud persatuan para pemuda, para rakyat Indonesia.

Tentu kita semua tak ingin di momen bulan yang istimewa ini, masyarakat Indonesia terutama pemudanya semakin melupakan bahasa Indonesia. Para pemuda 89 Tahun yang lalu sudah berikrar bersama menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional persatuan, kini sudah saatnya kita para pemuda generasi bangsa bangun dan sadar akan merawat dan menjaga ikrar tersebut, agar kita tak tercatat dalam lembaran kelam sejarah, sebagai "pemuda perusak Sumpah Pemuda, perusak Bahasa Indonesia"

Di momen sumpah pemuda ini tentunya, kita para pemuda butuh kesadaran bersama akan pentingnya menjaga marwah Bahasa Indonesia. Butuh komitmen yang serius dan berjangka panjang agar tidak hanya keras saat momen sumpah pemuda saja lalu hilang seiring bergantinya bulan, Karena jika dianggap tak serius bukan hal yang tidak mungkin beberapa tahun lagi bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua di tanah dan rumah sendiri, sebuah ironi yang mengenaskan.

Saya sebagai penulis tidak bertujuan untuk menganggap bahasa asing tidak penting, bahasa asing itu penting untuk di kuasai, namun dalam penggunaannya harus pada porsi yang tepat dan sesuai, tidak serta merta melupakan bahasa Nasional sendiri, saya lebih bertujuan untuk kembali merefleksikan diri dalam menghormati dan melestarikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Kalau saja anak cucu kita nanti, masih bisa hidup berdampingan sebagai masyarakat Indonesia yang majemuk, tidak lagi permusuhan, tidak ada terdengar lagi kata-kata kebencian dan kalimat bermandi darah, masih mampu berinterakraksi dengan penuh kedamaian, itu karena masih menggunakan bahasa yang sama, Bahasa Indonesia. "Bahasa terbina dari nurani bangsa, bangsa besar kerana keutuhan bahasanya." - Rahimidin Zahari, Bayang Beringin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun