Mohon tunggu...
Anto Medan
Anto Medan Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Ayuk.......

Selanjutnya

Tutup

Money

Dwelling Time, Mulai Makan Korban

31 Juli 2015   18:30 Diperbarui: 12 Agustus 2015   05:23 1661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Tadi pagi, saya dikejutkan dengan penetapan tersangka pada Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Partogi Pangaribuan! Setidaknya itu yang saya baca di surat kabar. Sungguh suatu hal yang di luar sangkaan. Saya pikir, kalaupun ada 'memakan korban', tentunya pihak Pelindo atau pihak lain dulu. Tetapi inilah kenyataannya.

Pihak kemendag tentu sekarang galau. Dan seperti yang saya pernah tulis tentang proses kepabeanan (Dwelling Time, yang tak kucintai, 1 Juli 2015 di kompasiana), maka yang menjadi titik berat adalah point kelengkapan dokumen. Untuk barang-barang yang dibatasi dan dikenakan SNI, dalam importasinya, diwajibkan memiliki SPI (selain BL, Packing List dan Invoice) dari Kementerian Perdagangan, biasanya ditandatangani oleh Direktur Impor, di bawah Dirjen Daglu. Dari kompas dan sumber lainnya, terindikasi, bahwa dalam penerbitan SPI, ada oknum-oknum yang terlibat untuk mempersulit pengusaha sambil menawarkan jalan 'keluar' dengan biaya tertentu.

Pada jaman edan ini, yang wajar menjadi tak wajar, yang tak wajar menjadi wajar. Maka, importir pada umumnya, sudah pasrah dengan kondisi, memberikan 'penghargaan' yang harusnya membuat pemberi dan penerima risih, menjadi terbalik, kalau tidak kasih kok jadi risih. Kalau mau cepat, ya, pakai amplop saja. Setiap timbul peraturan baru dan memerlukan dokumen lain selain BL+Packing List+Invoice, maka importir sudah pasrah saja. Ramai-ramai berusaha mengikuti aturan baru, apabila tidak mampu, maka terpaksa beralih usaha, mengimpor barang lain yang tidak diatur dalam peraturan baru.

Memang terlalu banyak peraturan yang aneh-aneh di negeri ini. Seorang teman di Dinas Perindustrian, mengatakan, "Entah untuk apa kipas angin wajib SNI, toh tidak pernah kejadian kipas angin terbakar?" Menurut saya, penetapan barang-barang wajib SNI, memang patut untuk dievaluasi! Sangat sarat kepentingan!

Contoh lainnya, importasi coil dikenakan bea masuk anti dumping, padahal kapasitas produksi Krakatau hanya sepertiga dari kebutuhan nasional. Akhirnya, (pada masa itu) semua orang terpaksa membeli dari Krakatau Steel, dengan harga yang terus naik! Dan industri yang memerlukan coil, terpaksa tutup, satu demi satu!

Apakah sudah diinfokan ke Menteri terkait? Apakah para Menteri tidak tahu? Entahlah.... Yang Pasti, sudah ada asosiasi yang melakukan protes. Jadi, kenapa kok masih didiamkan, ya? Kalau mau bertanya, jangan tanya saya, tanyakan saja pada rumput yang bergoyang, haahahaha....

Ada sesuatu yang kurang dewasa, Dirut Pelindo II, 31 Juli 2015, jam 14.26 di kompas.com, mengatakan 'sandiwara besar sudah terkuak'. Sementara, Mendag Gobel, sebelumnya juga mengatakan bahwa Pelindo juga perlu ditertibkan! Hadeuh, saya heran, kenapa Mendag Gobel dan Dirut Pelindo II ini sepert kucing dan anjing. Kalau kita simak dengan cermat, demo dan mogok kerja karyawan JICT (Jakarta International Container Terminal) yang memprotes perpanjangan kontrak pengelolaan JICT ke pihak Hongkong, itu sudah telak-telak menunjukkan kesalahan Dirut Pelindo II. Kalau Jendral Buwas mau, kayaknya bisa segera jadi tersangka juga, Dirut Pelindo II ini. Hehehe.... Sebaiknya kedua belah pihak, saling koreksi diri masing-masing saja.

Kalau Pelindo masih merasa tidak bersalah, maka sebaiknya dilihat apakah kapal-kapal (baik impor maupun domestik) masih harus menunggu lama sebelum bisa sandar? Apakah peralatan kerja, crane dan alat bongkar muat lainnya sudah dalam keadaan sehat dan cukup? Apakah pelayanan administrasi Pelindo sudah 24jam? Apakah Pelindo ada melakukan 'monopoli' dalam pengelolaan pelabuhan? Dan masih banyak 'Apakah" yang perlu dijawab pihak Pelindo.

Esensi dari kemarahan Presiden Jokowi adalah timbulnya banyak biaya akibat pelayanan yang lambat dari pihak-pihak yang memiliki wewenang di pelabuhan. Biaya yang banyak timbul itu mulai dari ketibaan kapal, bukan sejak barang selesai dibongkar, sampai berangkatnya kapal!

Saya juga membaca, Jendral Buwas mengindikasikan ada 18 kementerian yang terlibat. Dan Jendral Buwas akan melakukan operasi di pelabuhan lain selain Priok. Wah, ini yang seru. Apakah dengan tindakan dari POLRI maka ketertiban akan terciptakan? Ataukah akan menimbulkan gejolak gejolak politik yang mengejutkan? Apakah kita akan mencapai satu kesepakatan tentang cara kerja yang baik dan benar? Kita lihat dan ikuti saja, perkembangan selanjutnya...

Singkat cerita, harapan saya, perizinan dibuat sesimple mungkin dan pelayanan publik dijadikan prioritas. Biarlah pengusaha yang sudah mengagunkan rumah dan harta bendanya untuk modal kerja, tidak perlu diribetkan lagi oleh birokrasi yang tak kunjung usai, tetapi cukup berkonsentrasi dalam memenangkan persaingan dalam dan luar negeri, berjuang untuk membayar upah buruhnya, berkutat untuk mengecilkan biaya produksi dan memajukan bangsa ini, untuk bersama komponen bangsa lainnya, mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun