6. Polisi ganteng menjadi trend dengan tagar #Kamitaksir.
7. Polisi dengan fashion mendapat pujian, karena pakaian, sepatu adidas dan tas selendangnya.
Â
Analisa dan pendapat saya atas poin-poin di atas adalah:
1. Secara pribadi, saya selalu heran, apabila ada pelanggaran lalu lintas, kenapa kita harus diarahkan ke seorang polisi yang berada di Pos atau di tempat yang terlindungi dari pandangan umum? Coba jawab dengan jujur, dalam hati saja.
2. Apakah seorang Polantas itu demikian gampang dilumpuhkan? Apakah Polantas boleh tidak bersenjata? (karena saya dengar Polantas di sana tidak menyandang pistol) Apabila seorang Polisi yang bertugas di garda depan tidak diperlengkapi dengan pistol karena tidak lulus psikotes atau secara sendiri menolak dipersenjatai, lebih baik bertugas administrasi saja atau sebagai juru periksa?
3. Kalau hal ini benar, ini adalah hal yang sangat memalukan. Sebaiknya rekrutmen polisi diperbaiki. Revolusi mental jelas diperlukan di tubuh POLRI.
4. Saling klaim kepahlawanan ini mulanya membawa decak kagum, tetapi lama-lama saya sadar, kan emang sudah tugas seorang polisi menghadapi orang bersenjata yang mengamuk di jalanan?
Kemudian ada beberapa fakta yang tidak matching mengenai AKBP Untung Sangadji. Pertama, Untung mengaku begitu mendengar bom, segera ke arah suara bom, menyelamatkan Polantas yang terluka dan kemudian tembak menembak dengan teroris sampai kemudia melumpuhkan dan membunuh teroris. Tetapi kesaksian Ipda Tamat, mereka (Untung dan Tamat) memang segera berlari ke lokasi bom pertama, membantu polantas yang terluka, kemudian ketika dua teroris menembak secara membabi buta, dia dan Untung berlari dan berlindung kemudian tiarap di belakang CRV karena terus menerus ditembaki oleh teroris. Ketika suasana sudah hening, Untung baru ketempat teroris yang sudah terkapar, kemudian menembak mati teroris yang dalam keadaan terluka dan terbaring, dengan alasan khawatir ada bom yang lebih besar. Menurut saya, ini tindakan yang sangat brutal dan tidak cerdas. Teroris yang sudah dilumpuhkan harusnya dibiarkan hidup untuk mengorek sebanyak mungkin informasi, bukan dibunuh di depan umum dengan ditembaki beberapa kali. Persis seperti pemburu menembak babi buruan atau lebih mirip tindakan penuh dendam kesumat.
Ternyata ada beberapa fakta menarik tentang Untung Sangadji. Untung bukanlah seorang polisi dari awalnya. Dia adalah seorang tentara, yang kemudian entah bagaimana berganti baju dari hijau menjadi coklat, menjadi polisi. Untung adalah seorang ahli bom dan bahan peledak. Dia pernah bertugas di Satgas Bom. Dia juga penggemar bela diri. Keberadaannya di lokasi, karena dalam rangka pengamanan jalur lintas Presiden, padahal sekarang AKBP Untung bertugas di Polair. Kok makin gak nyambung, ya? Pernyataannya, "lebih baik teroris atau saya yang mati, daripada ribuan masyarakat yang mati" sedikit berlebihan menurut saya. Agak lebay. Karena, ketika dia membunuh teroris, teroris sudah terkapar, tidak berdaya dan tidak ada ribuan atau ratusan masyarakat yang terancam.
Kemudian, bukan mengurangi keberanian dan jasa para Pamen POLRI di atas, tetapi, apakah dalam menghadapi penjahat bersenjata api di jalanan, harus seorang Karo Ops Polda, dua orang Kapolsek, seorang Kabag Ops Polres ditambah dengan AKBP Untung Sangadji? Di mana para bintaranya? Apakah polisi yang pemberani hanya kalau sudah AKBP ke atas? Agak mengherankan. Oleh karena itu, meski saya lebih percaya cerita versi AKBP Dedi, tetapi ada baiknya, cerita heroik ini ditutup sampai di sini saja. Biarlah yang sudah diceritakan sampai sana saja. Mungkin banyak pahlawan lainnya di sana, yang tidak ingin dikenal, yang keberaniannya tidak kalah dengan cerita-cerita heroik.