Mohon tunggu...
Dwiyanto Agus Nugroho
Dwiyanto Agus Nugroho Mohon Tunggu... -

Tinggal di Yogyakarta sudah menikah dengan 2 orang putri

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Indonesia Darahnya Kebudayaan Indonesia

25 September 2012   16:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:42 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum lama ini, Taufiq Ismail mengajak kita untuk menyelamatkan bahasa Indonesia dari penjajahan bahasa asing, khususnya Bahasa Amerika-Inggris ( Kompas.com, 30 Juni 2012 ). Ajakan penyair dan sastrawan senior tersebut tentu tidak main-main, apalagi jika dikaitkan dengan judul tulisan ini. Mengapa?

Banyak orang menganggap bahwa Indonesia kita kini telah bangkrut. Modal ekonomi boleh dikatakan minim, sehingga biaya pembangunan dilaksanakan melalui pundi pundi hutang luar negeri yang semakin menumpuk. Kemudian modal budaya melempem karena bangsa ini telah meminggirkan kebudayaannya sendiri yang diganti dengan budaya bangsa lain. Modal sosial bangsa kita carut marut,hukum tidak berdaya, dan akhirnya modal simbolik sebagai bangsa yang besar dan bermartabat ikut-ikutan tergerus sehingga kita tak bangga lagi dengan Indonesia kita. Taufiq Ismailpun pernah mengatakan Malu Aku Jadi Orang Indonesia sebagai judul antologi puisinya.

Banyak pula orang yang menganggap bahwa kebangkrutan kita tersebut di atas disebabkan karena krisis moneter tahun 1997. Namun anggapan yang terakhir ini telah terbantahkan ketika bangsa lain yang juga terimbas krisis telah bisa bangkit, berjalan dan berlari mengejar ketertinggalannya. Sementara kita, setelah lima belas tahun dihantam krisis tersebut, ternyata untuk sekedar bangkit saja susah payah hingga hari ini. Kitapun menduga, tentu ada faktor lain yang lebih dahsyat dari sekadar krisis moneter. Faktor apakah itu ?

Sultan Hamengku Buwono X ( 2008 ) menyatakan bahwa krisis yang menimpa bangsa ini sejatinya adalah krisis kebudayaan. Menurutnya, dasar kebudayaan nasional kita ternyata keropos, tidak sekokoh yang kita sangka dan percayai selama ini. Akibatnya kita gagal membangun peradaban sebagai bangsa. Untuk mengatasinya diperlukan suatu strategi kebudayaan. Pertanyaannya adalah mengapa kebudayaan kita keropos? Salah satu penyebabnya adalah ketidakmampuan kita dalam berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Lho kok bisa ?

Kita tahu bahwa salah satu unsur kebudayaan universal adalah bahasa ( unsur yang lainnya adalah : peralatan dan perlengkapan hidup manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, religi, ekonomi, sosial kemasyarakatan, dan kesenian). Kita juga tahu bahwa masing-masing unsur kebudayaan itu memiliki tiga wujud yakni gagasan, aktivitas dan artefak atau yang kita kenal dengan nama peradaban suatu bangsa. Unsur dan wujud kebudayaan tersebut mengandalkan bahasa sebagai alat dan mediauntuk berkembang lebih maju dan berkualitas.

Dengan bahasalah unsur dan wujud kebudayaan itu digagas, dipikirkan, dibicarakan, dituliskan, didiskusikan, disebarluaskan, dikembangkan dan sebagainya. Ketika bahasa tidak dikuasai dengan baik, maka unsur dan wujud kebudayaannyapun macet dan akhirnya lama kelamaan akan mati. Peradabanpun punah. Dengan demikian bahasa adalah darahnya kebudayaan, maka bahasa Indonesia adalah darahnya kebudayaan Indonesia.

Ketika bahasa Indonesia kita anggap tidak penting, kita sepelekan, kita pinggirkan, maka kebudayaan kitapun akan terjangkit anemia alias penyakit kurang darah yang bercirikan lemah, letih, lesu, lunglai dan lelah (5L). Ketika kebudayaanya terjangkit 5L, makamanusia Indonesia jadi malas berpikir (karena suplai oksigen ke otak kurang), tidak kreatif dan inovatif, dan berbagai predikat kualitas sumber daya manusia yang rendah lainnya. Akhirnya kebudayaan kitapun keropos.

Sampai disini kita menjadi paham makna sesungguhnya dibalik ajakan Taufiq Ismail serta sebab mengapa bangsa ini sulit untuk bangkit dari keterpurukannya. Kitapun jadi mengakui kebenaran peribahasa bahasa menunjukkan bangsa. Kitapun jadi menyadari sepenuhnya bagaimana strategisnya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional sekaligus bahasa negara. Dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar kita membangun bangsa mewujudkan Indonesia Baru yang lebih baik. Semoga.

Referensi

Hamengkubuwono X, Sultan. 2008. “ Merajut Kembali Keindonesiaan Kita .“ Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Ismail, Taufiq. “ Selamatkan Bahasa Indoneisa.” Kompas.com. 30 Juni 2012 diakses tanggal 25 September 2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun