Mohon tunggu...
wigianto
wigianto Mohon Tunggu... Karyawan -

Float like a butterfly, sting like a bee

Selanjutnya

Tutup

Politik

[Masih dari Kasus RS Sumber Waras]: Mendadak Dangdut dan Pihak Ketiga Sebagai Penentu Akhir Cerita

5 Mei 2016   15:48 Diperbarui: 5 Mei 2016   16:00 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk sementara boleh bernafas lega, serangan demi serangan yang memojokkan dirinya belakangan ini berangsur-angsur menjauh darinya. Pemberitaan di media, terutama mengenai kasus RS Sumber Waras sudah tidak semasif sebelumnya. Memang masih ada riak-riak kecil tetapi itu hal yang normal munculnya deru ombak seusai badai mengamuk.

Mulai sepinya pemberitaan kasus RS Sumber Waras (RSSW) disebabkan beberapa hal. Kasus yang mencuat Bulan Agustus tahun lalu itu kemudian bergerak liar sampai mencapai puncaknya ketika Ahok diperiksa KPK tanggal 12 April lalu. Selama beberapa hari terjadi adu argumentasi dan perang opini, bukan saja antara Ahok vs BPK, tetapi juga melibatkan para pendukung kedua kubu di medsos. Setelah itu isu RSSW mereda. Publik sudah mulai bosan dan mencapai titik jenuh atas pemberitaan kasus RSSW dan publik juga sudah bisa melakukan penilaian dan mengambil kesimpulan, walaupun itu masih sementara. 

Kasus RSSW bisa ramai kembali kalau ada temuan, bukti, atau fakta baru yang membuat Ahok kembali diperiksa KPK. Selama media, pendukung Ahok, pro BPK/anti Ahok masih berkutat dengan yang itu-itu saja, maka bisa dipastikan tidak akan menjadi berita yang sexy lagi. Ibarat lagu yang enak di dengar apabila terus menerus diputar lama-lama orang akan menjadi bosan. Agar tidak bosan selagi menunggu lagu baru tidak ada salahnya lagu lama tersebut dinyanyikan oleh penyanyi lain, di aransemen ulang atau dibuat genre musik yang berbeda, persis seperti Inul Daratista menyanyikan lagu "I Want to Break Free" milik grup legendaris Queen.

Mendadak Dangdut Ala Pendukung Ahok dan Pendukung BPK/Anti Ahok

Kasus RSSW sempat menjadi perdebatan hebat si medsos, dengan memakai bahasa dan kaca mata hukum yang dijelaskan secara panjang lebar, sampai mengupas pasal demi pasal, peraturan demi peraturan yang membuat para pembaca menjadi takjub bercampur geli. Takjub? ya, bagaimana tidak, karena tidak semua pendukung Ahok dan yang anti Ahok berlatar hukum, tetapi mereka semuanya menjadi mendadak ahli hukum bahkan sanggup menjelaskannya dengan sangat meyakinkan. 

Sama seperti tokoh Petris (Titi Kamal) dalam lakon "Mendadak Dangdut". Petris alias Iis yang gagap bernyanyi dangdut kemudian nekad bernyanyi dan berjoget dangdut yang sukses mengantarnya menjadi idola. Geli? ya, karena para pakar hukum sekaliber Yusril Ihza Mahendra, Mahfud MD, Refly Harun atau Saldi Isra sepertinya tenang-tenang saja. 

Selama pertempuran antara pendukung vs anti Ahok masih bersumber keterangan Ahok dan BPK, maka bisa dipastikan akan terjadi debat kusir yang tak berujung. Bukan itu saja, bahkan pertempuran mereka sudah bersifat personal, Ahok tidak mungkin bersalah vs Ahok pasti bersalah. Memang tidak mungkin mengharapakan ke-2 kubu untuk berargumentasi secara obyektif dan sah-sah juga menulis atau berargumentasi secara subjektif. Disinilah diperlukan sumber dari pihak ke-3 untuk menambah daya gedor dan memperkaya argumentasi masing-masing kubu dan hal ini terbukti efektif mempengaruhi opini publik.

Pihak Ketiga Sebagai Pembeda

Berdasarkan opini yang berkembang di masyarakat, sebelum Ahok diperiksa KPK, BPK berada diatas angin dan Ahok terpojok. Desakan dari politisi Kebon Sirih dan Senayan ke KPK menambah tekanan buatnya, Ahok hanya bisa bertahan. Isu yang dihembuskan para lawan politik bahwa ia tinggal menunggu waktu untuk menjadi pesakitan KPK santer terdengar. Kemudian terjadilah titik balik, pada saat Ahok diperiksa KPK, ketika sebelum memasuki dan setelah keluar gedung KPK; Ahok mengatakan BPK "ngaco" dan telah menyembunyikan kebenaran, perkataan ini langsung membuat merah telinga BPK, sampai-sampai Ketua BPK, Harry Azhar Aziz terpancing dan keluar dari "sarangnya". Ketua BPK ikutan balik menyerang Ahok dan berkomentar bahwa pembayaran pada tanggal 31 Desember malam dan cara pembayaran yang "tunai" adalah tidak lazim, padahal apa yang dikatakannya tersebut tidak melanggar peraturan yang ada. 

Alih-alih mau menyerang balik Ahok ternyata kata-kata Ketua BPK ini boleh dibilang sebuah blunder atau gol bunuh diri, BPK yang tadinya sedikit diatas angin kemudian menjadi goyah. Publik mempertanyakan bagaimana mungkin seorang ketua BPK mengomentari hal-hal teknis dan tidak substansial dan celakanya penjelasannya tersebut tidak seperti apa yang dimaksud. Kasus Panama Papers juga ikut mempengaruhi opini publik, yang membuatnya harus mengklarifikasi ke Presiden Jokowi. Kedudukan Ahok vs BPK sampai saat itu masih sama kuat.

Munculnya pihak ke-3 untuk masing-masing kubu, akhirnya lah yang menjadi pembeda. BPK didukung oleh sebagian anggota DPRD/DPR RI, khususnya Komisi III yang membidangi hukum, lawan politik Ahok, bakal cagub dan ormas. Sebaliknya yang ada di pihak Ahok adalah ICW, pihak RS Sumber Waras, BPN dan seorang ahli hukum Tata Negara. Tindakan dan komentar mereka dari masing-masing kubu bisa mempengaruhi opini publik. Dari peta 2 kekuatan yang ada tersebut, publik sudah bisa menilai pendapat siapa yang tergolong "netral" dan bisa dipercayai. Ada 2 pendapat yang menguntungkan Ahok yaitu dari BPN dan 1 ahli hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun