Bel masuk sekolah berbunyi. Hawa dingin masih menyelimuti pagi, kabut menutupi pegunugan yang indah. Pagi yang dingin ini tiba- tiba membuatku terusik. Yap, dia melihatku. Seketika itu juga jantungku berdebar seakan- akan bisa meledak begitu saja. Mata kami saling melihat satu sama lain.
Ya perkenalkan namaku Keira, anak kelas 9A yang tidak hitz dan tenar diantara teman- teman. Pagi itu bermula dari aku yang melihat dia dihukum karena terlambat masuk sekolah. Wajar saja karena di sekolahku SMP N 56 Cempaka setiap hari Jum'at mengadakan acara jalan sehat. Sehingga kami harus datang lebih awal, yaitu pukul 06.30 untuk bisa menghindari hukuman.
Dia dengan senyumannya yang sangat tulus dan tanpa beban berhasil membuatku tertarik kepadanya. Walaupun kami teman sekelas namun aku tidak terlalu dekat dengan pria. Walaupun jumlah murid pria di kelasku terancam punah, hanya ada 5 orang. Namanya adalah Danu seorang yang berhati baik, soleh, pintar, dan murah senyum jadi wajar saja banyak cewek yang mengejarnya.
Setiap hari Danu selalu datang menuju ke kelas dengan senyumannya itu. "Sangat menjijikkan dan sok" menurutku. Seakan dia dikenal dan disukai banyak orang dia membuatku semakin jijik dengannya. "Aku kesal, bukankah dia terlalu tebar pesona" ucapku kepada teman sebelahku Jian.
"Keira?" seperti ada yang memanggil namaku. Aku menoleh kebelakang dan ternyata dia, Danu. Dengan suara yang berat aku menjawab dirinya "Hhh... iya ada apa".
Dengan senyumannya yang murahan itu dia menjawab "Tidak, hanya ingin memanggil saja" dasar tidak berguna, apa maksudnya dengan begitu. Suasana menjadi hening seketika hingga akhirnya Jian datang menuju ke kelas setelah pergi jajan. "Jian kamu sudah selesai pergi dari kantin sekolah," untuk mencairkan suasana saja, Jian mengganguk dengan malu.
Jam istirahat telah berakhir dan pelajaran kali ini adalah Pendidikan Agama Islam. Kami segera mempersipkan diri untuk berdoa terlebih dahulu (aturan dalam pelajaran agama). Tidak lama kemudian Bu Nia datang dengan membawa buku penilaian. Hari ini kita akan praktik membaca Al-Quran. Kita mulai beringsik menanadakan tidak terlalu setuju dengan Bu Nia "Bu tidak usahlah kitakan belum persiapan" berusaha mencari alasan agar tidak jadi praktik.
Dengan sangat jelas suara lantang terdengar dari belakang tempat duduk "Saya setuju bu. Apakah kita harus mempersiapkan lagi hal yang biasa kita lakukansehari- hari?" rupanya Danu sok sekali dia. "Kalau begitu kamu maju dulu saja Nu" tidak ambil lama dia langsung mengeluarkan Al-Quran dari dalam tasnya dan melangkah menuju ke depan. Dia membuka satu persatu halaman hingga akhirnya berhenti pada suatu halaman dia mulai membaca. Tiba- tiba suasana menjadi hening seketika. Hembusan angin seakan terdengar dengan jelasnya melalui telinga.
Danu mulai membaca Al-Quran. Aku mulai terkejut, "Wow rupanya suaranya sangat indah tidak heran jika dia sangat percaya diri," apa yang aku lihat sehari- hari ternyata tidak selalu menggambarkan sifat seseorang. Pemikiranku salah selama ini, aku pikir sifat asli seseorang akan muncul dalam konteks kehidupan sosial. Aku memikirkannya berkali- kali hingga tidak sadar bahwa Danu telah selesai membaca Al-Quran. Dia melewati jalan di sebelah mejaku dengan senyuman yang terpancar dari wajahnya. Seketika juga aku tersadar seakan angin kencang telah melewatiku, aku tersentak. Waktu seakan berhenti, segala yang ada di sekitar tak bergerak sejengkalpun. Aliran darahku bergerak degan cepatnya, jantungku berdetak tanpa berhenti. Bagai terdengar suara detak jantungnya aku merasakan bahwa detakan jantung kita seirama saling mengalun beriringan.
Tak kusadari mulai tumbuh rasa di antara kita, aku menyukainya. Rasa ini tidak dapat dihalau dan dicegah, timbul begitu saja entah karena apa. Apakah kalian pernah merasakan yang namanya cinta? Mungkin setiap orang melalui cara yang berbeda, namun menurutku kisah cintaku ini sangat berbeda dengan kisah cinta yang pernah aku dengar dari teman- temanku.
Kami mulai memiliki perasaan satu sama lain. Bukan perasaan yang biasa antara teman, namun perasaan yang melebihi pertemanan. Setiap kami berpapasan, hatiku seketika berdetak dengan cepat. Dia selalu membuang senyum kepadaku setiap kali berpapasan, sehingga rasa ini menjadi semakin sulit untuk dipendam.