Mohon tunggu...
Antika Narasanti
Antika Narasanti Mohon Tunggu... -

seorang pemudi yang masih banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kejahatan Seksual di Sekolah, Siapa yang harus Disalahkan?

23 Mei 2014   14:01 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:12 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kasus pelecehan seksual yang belakangan ini kian marak terjadi khusunya di kalangan anak-anak rasanya kian meresahkan para orang tua. Sungguh ironis, terlebih kejadian ini terjadi di suatu “lembaga pendidikan” yang seharusnya menjadi tempat yang dipercaya para orang tua untuk menitipkan anaknya untuk menjadi pribadi yang berkualitas, justru meredupkan kualitas anak didiknya. Hampir satu bulan terakhir media banyak meliput kasus pelecahan seksual terhadap anak didik yang terjadi di lembaga pendidikan negeri ataupun lembaga pendidikan swasta yang pelakunya merupakan orang-orang yang selalu berada di sekitar sang murid. Entah motif apa yang mendasari mereka melakukan hal itu tetapi yang terlihat hanyalah kerugian yang didapat. Mulai dari sang pelaku, yang akhirnya kejahatan busuknya terbongkar, sang korban yang kondisi psikisnya terancam hingga jatuhnya reputasi lembaga pendidikan dimana pelaku dan korban berada.

Keadaan tersebut semakin membooming tatkala munculnya Kasus JIS (Jakarta International School) yang kemudian berdampak sistemik terhadap sekolah-sekolah di tanah air. Sekalipun kasus pelecehan seksual di sekolah bule tersebut bukan hal yang baru terjadi di dunia pendidikan di tanah air. Berbagai kasus pelecehan seksual dan sejenisnya satu persatu mencuat dipermukaan, baik kasus lama maupun kasus yang baru terjadi. Dampak yang sangat dirasakan adalah oleh guru-guru, khususnya sekolah-sekolah anak usia dini seperti TK dan PAUD. Orangtua makin khawatir dengan keselamatan dan keamanan anaknya bersekolah. Tingkat kepercayaan orang tua terhadap sekolah pun akan menurun.

Disini terlihat adanya sistem yang tidak berjalan dengan baik , dimana sekolah yang dipandang sebagai sebuah sistem seharusnya mampu berjalan sesuai fungsi dan tujuannya. Lemahnya sistem tersebut berasal dari komponen-komponen yang tidak bisa menjalankan tugasnya dengan baik, disini komponen sistem yang lemahnya itu guru, orang tua serta pengawasan warga sekolah. Guru yang seharusnya menjadi contoh bagi murid di lingkungan sekolah tidak menunjukkan itu. Orang tua yang seharusnya menjadi tempat anak untuk berdiskusi tentang apa yang ia dapat disekolah nyatanya terlalu sibuk dengan urusan kantornya. Sehingga bagaimana untuk mengatasi masalah tersebut perlu adanya perubahan sistem di sekolah dan di keluarga dalam memperhatikan kondisi perkembangan anak.

Selain itu, saya sempat dengar di perbincangan bahwasanya beberapa kalangan mengusulkan untuk menambahkan materi pendidikan seksual dalam sistem kurikulum pendidikan nasional untuk tingkat PAUD dan sekolah dasar. Namun menurut saya itu kurang tepat dimana pada usia saat itu perkembangan seksual anak sedang pada masa laten (tersembunyi), mereka sedang disibukkan dengan urusan sekolah ataupun bermain. Sehingga jika pada usia segitu anak sudah mulai diperkenalkan dengan pendidikan seksual bisa-bisa seperti “membangunkan macan tidur” kurang tepat saja rasanya. Kalaupun pemahaman tentang pendidikan seksual juga sangat penting diberikan kepada anak-anak, mungkin penyampaiannyanya saja yang harus lebih diperhatikan. Guru atau orang tua bisa lebih memberikan pemahaman kepada anak-anak mereka dengan penyampaian yang ringan dengan suasana yang santai dan yang nantinya tidak membuat anak bisa berorientasi jauh berpikir tentang seks.

Sekian opini dari penulis amatir…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun