MUSLIMTIONGHOAMEMBERIBENTUKPERAYAAN SINCIADI-HOKKIANDANLEBARANDI-JAWA
Oleh:AnthonyHocktongTjio.
Muslim Tionghoa Laksamana Mahmud Shamsudin Cheng Ho. (foto AH Tjio)
Lebih kurang 3000 tahun bangsa Tionghoa merayakan Sincia sebagai penyambutan tibanya musim Semi. Awalnya dari orang yang berada diutaranya Sungai Yangtze di Dataran Sentral atau Tiongkok Semula, karena selama 2000 tahun adanya perantauan masal dan transmigrasi yang berulang sedikit-dikitnya empat kali dari orang yang semula diutara itu untuk pindahkeselatan Yangtze, maka budaya Sincia bersama adat kebiasaan lain Tionghoa diutara juga dibawa keselatan, ini terus menyebar sampai kedaerah dipesisir tenggara Tiongkok seperti Hokkian. Kemudian ada orang-orang Tanglang (keturunan Tionghoa dari Dinasti Tang di Hokkian) dalam waktu dua hingga tiga ratus tahun terachir ini juga secara berbondong-bondong merantau ke Asia Tenggara dan Nusantara, maka Sincia pun dirayakan di Indonesia sekarang.
Perayaan Sincia di Indonesia pada umumnya mengikuti adat yang berasal dari Hokkian, ini sangat berbeda dari tata peradatan ketat yang semula diajarkan oleh para Maha Guru pra-Qin seperti Konghucu di Tiongkok Utara lebih dari 2500 tahun lalu. Modifikasi tersebut bisa terjadi setelah orang Tanglang menetap dan menyesuaikan diri dengan kehidupan di Tiongkok Selatan, yang dimana cuacanya jauh lebih hangat daripada diutara sehingga mempengaruhi macamnya hidangan makanan Sincia, kehidupan diselatan yang lebih makmur juga bisa mempengaruhi kemewahan dalam penyelenggaraan Sincia, dan adanya pengaruh budaya dari bangsa-bangsa asing yang sejak abad 8 datang dari Jalur Sutra Maritim di Teluk Zaitun (Quanzhou), juga bisa menyebabkan pemalihan cara perayaan Sincia di Hokkian.
-
- Pada menit-menit pertama dini hari Sincia, Tanglang membawa keluarganya ke-klenteng setempat untuk sembahyang Tuhan Allah dan Dewa Rejeki, bersukur atas berkahan tahun lampau and meminta tetap sejahtera dan damai ditahun baru. Ini seperti Takbiran Idul Fitri.
- Menyalakan lampion-lampion dan lilin-lilin berwarna merah untuk memeriahkan Sincia, ini seperti menyalakan obor maupun damar Idul Fitri diluar rumah.
- Sekeluarga mengenakan pakaian dan sepatu baru, setidak-tidaknya yang bersih bagi yang tak mampu, merupakan kebiasaan bersama pada Sincia dan Lebaran. Biasanya lelaki Tanglang mengenakan pakaian tradisi tanpa kerah yang serupa baju koko busana Muslim.
- Beramai-ramai me-udik pulang kampung dan balik mudik Sincia di Tiongkok yang sama juga dengan Lebaran di Indonesia.
- Berkunjung kumpul Pai-cia pada Sincia, yang layak sungkem dan halal bi-halal Lebaran.
- Serupa Zakat Lebaran juga diselenggarakan oleh organisasi perguyuban marga Tionghoa diwaktu Sincia, memberi bantuan kepada warga yang butuh dalam penghidupan.
- Saku merah Ang-pao berisi sedikit duit yang dibagikan kepada kanak-kanak setelah so-jia-kui, berlutut dan menyembah pada orang tua, adalah serupa dengan pembagian Uang Lebaran.
- Buat pengusaha atau juragan untuk membagikan Tunjangan Hari Raya atau bingkisan Lebaran pada pegawainya, itu seragam dengan Sincia.
- Makan ketupat dengan lauk opor ayam, rendang, sambal goreng hati dan sayur lodeh yang dijelma menjadi lontong cap-go-meh hidangan peranakan Tionghoa.
- Menyalakan mercon, petasan dan bunga api yang merupakan salah satu penemuan Tionghoa.
Bangsa-bangsa Asia Tengah, India dan Timur Tengah sudah berdatangan melalui berbagai jalur perniagaan sutra di-Tiongkok Selatan selama 2000 tahun, mereka kemudian menetap dan berkembang biak menjadi bangsa Tionghoa keturunan. Setelah Islam masuk di-Tiongkok pada abad 7, kebanyakan Tionghoa keturunan tersebut menjadi mualaf Islam. Sedikit-dikitnya sejuta Muslim Tionghoa tersebut terkumpul di Kerajaan Dali Yunnan, dan ada beberapa ratus ribu juga di Teluk Zaitun Hokkian pada masa kejayaan Mongol Yuan diabad 13. Bersangkutan dengan terhentinya Jalur Sutra Maritim karena keruntuhan Mongol Yuan, maka kawasan pemukiman Muslim Tionghoa di Yunnan dan Hokkian itu bubar, sehingga kebanyakan mereka merantau ke Kerajaan Champa yaitu sisa Srivijaya dipertengahan Vietnam diabad 14.
Laksamana Muslim Tionghoa Mahmud Shamsudin Cheng Ho yang setiap kalinya mampir di Champa dalam pelayarannya ke Nusantara, memicu diaspora Muslim Tionghoa yang telah lebih dari seabad di Champa, untuk melanjutkan perantauan mereka ke Samudra-Pasai Aceh, Srivijaya Palembang dan Majapahit Surabaya diabad 15.
Seperti dengan hal pembetukan kebudayaan Nusantara yang terjadi karena peleburan budaya dari berbagai bangsa yang berbaur bersama, maka bisa terjadi juga persilangan budaya antara Konghucu Tanglang dan Muslim Tionghoa sebelum mereka sama-sama mencapai di Nusantara, ini dikarenakan adanya keberadaan bersama mereka yang telah berlangsung beberapa ratus tahun dan telah melintasi beberapa generasi keturunan di Hokkian itu. Kemudian hibrida budaya yang dinamik itu terbawa oleh diaspora Muslim Tionghoa dalam Lebaran di-Jawa, juga oleh diaspora Tanglang dalam Sincia di Nusantara. Sehingga bisa coba membandingkan Sincia dan Lebaran sebagai berikut:
Upacara Hari Raya Muslim Tionghoa di Baiqi, Teluk Quanzhou (Zaitun), Hokkian.
(Foto AH Tjio)
Dikabarkan bahwa Cheng Ho membawa tambur bedug buat Takbiran dari Tiongkok, yang memang asalnya disana digunakan untuk memberi waktu dipertengahan-pertengahan kota. Sunan Bonang di Tuban mengajarkan peradaban sungkem, mohon maaf lahir dan batin dalam rangka Lebaran yang chas Muslim Indonesia, ini layak berkunjung kumpul pai-cia diwaktu Sincia. Sunan Kalijaga Gan Si Cang membikin ketupat yang dimakan dengan hidangan opor dan sambal goreng pada Lebaran, dan ini yang menjadi lontong cap-go-meh, yang sudah merupakan hidangan chas peranakan Tionghoa di Indonesia.
Sincia sebagai budaya diaspora Tanglang yang dirayakan di Jawa, bisa jadi telah banyak terpengaruh oleh Muslim Tionghoa yang telah ratusan tahun berada di Hokkian, dan kemudian meresap kedalam kebudayaan peranakan Tionghoa di Indonesia. Sedangkan Idul Fitri yang semula dibawa oleh diaspora Muslim Tionghoa datang ke-Jawa, bisa jadi sudah merupakan wujud peleburan budaya antara Islam dan Konghucu yang menjadikan Lebaran suatu fenomena yang chas Muslim Indonesia sekarang. Sehingga walau berbeda antara Sincia dan Lebaran, tetapi bila diteliti, ada kedekatan dalam tradisi perayaannya satu sama yang lain, sehingga kadang kala Sincia pun disebut Lebaran Cina, karena ada peran Muslim Tionghoa yang memberi bentuk perayaan Sincia di-Hokkian dan Lebaran di-Jawa.
“Sin Cun Kiong Hie” , mohon maaf lahir dan batin, dalam Tahun Kuda.
Anthony Hocktong Tjio, Diaspora Indonesia kelahiran Surabaya.
Monterey Park, CA. 26 Januari 2014.