Dari sisa-sisa makanan pesta tadi, dijadikan satu campuran dan diletakkan di atas nasi dalam kua, untuk kucingnya. Sejak itulah mo'a moi, "bubur kucing" menjadi satu menu perjamuan di Zhaoan tersebut.
Sesampainya nasi bakmoy ini di Taiwan, juga menjadi salah satu makanan nasional mereka, dan disebut lu-rou-fan, nasi daging masak kecap.
Orang Zhaoan dari Hokkian ini yang menjadikan pelopor etnis Tionghoa di Nusantara di abad ke-16.
Semenjak adanya pencabutan segel larangan keluar laut di keakhiran Dinasti Ming pada tahun 1567, dari Dermaga Zhaoan-Dongshan yang merupakan satu di antara 9 dermaga yang dibuka di pesisiran Hokkian, Tanglang Cangciu membawa teh dan garam mereka via Champa di Vietnam Tengah sampai meletakkan kaki di Dermaga Ampel di Kalimas, Surabaya.
Mereka menempatkan diri di selatannya Kampung Arab, dan dari saudagar Muslim mendapatkan beras dan gula untuk dibawa pulang ke Hokkian. Sejak itu, Tanglang berkembang di kawasan Pecinan mereka.
Lain dari Muslim yang duluan sudah menetap dis ini, Tanglang tidak hentinya mondar-mandir berniaga, setelah bersinggah sekian lama di Nusantara, yang pada akhirnya, pulanglah mereka kembali ke negaranya di Hokkian, supaya bisa dikebumikan di samping leluhur mereka.
Hal ini pernah diamati oleh Bung Hatta, dari tingkah Tanglang yang berada di Padang.
Tanglang meninggalkan keluarga dan perusahaannya kepada nyai mereka di Pecinan dan sekitarnya, beserta mewariskan banyak kuliner dan kebiasaan kehidupan dari Zhaoan sana, yang sekarang juga merupakan bagian dari budaya Tionghoa di Nusantara.
Contohnya, membuat kecap, semulanya merupakan usaha perumahan, dari peragian kedele yang menjadi dasar pembikinan kecap ini, mereka sebut tao-pe, itulah tempeh.
Mereka memulai jualan makanan gerobak, baik bakmoy dalam versi mie yang disebut cui-mie (mie kua), maupun minuman wedang sekoteng, di goh-ga, yaitu trotoar dibawah semperan tutup yang berkelebaran 5 langkah kaki di depan pertokoan, sekarang kita sebut mereka "PKL" Pedagang Kaki Lima.
Wanita mereka bersifat keras, tekun berusaha, dan ketat mengawasi gerak gerik lelakinya. Saking menyebalkan, mereka menyebut istrinya itu "ca-boh" atau bu' bandit.