Di kalangan peranakan Tionghoa Jawa Timur, sewaktu mengadakan pesta ulang tahun atau pertunangan, secara tradisi keluarga, menghidangkan sepiring nasi cincang daging ayam masak kecap dalam kua, itu nasi bakmoy. Sekarang juga sudah ada depot peranakan yang menyediakannya.
Sekiranya hanya hidangan sederhana. Namun nasi bakmoy ini mengandung cerita asal-usul dan makna suguhan yang mendalam.
Etimologi bakmoy ini dari kata mo'a-moi, dialek Tanglang (orang dari Hokkian) logat Kabupaten Zhaoan (baca cao'an) yang letaknya di ujung barat daya Kota Cangciu (Zhangzhou), artinya: "bubur kucing".
Mo'a-moi terbaca bakmoy oleh peranakan dari Lasem sampai Pasuruan. Dari Zhaoan di Hokkian situlah bermulanya hidangan perjamuan ini.
Nasi bakmoy merupakan tradisi hidangan perjamuan gembira yang sudah agak jarang dikenal oleh peranakan sekarang, tetapi masih sangat populer di Malaysia dan sekitarnya, di sana masih disebut Chaw'an Cat Porridge, bubur kucing Zhaoan.
Nasi dalam kua ini disebut bubur, yang dari semulanya tidak pernah memakai daging kucing. Dan, di belakangnya, mempunyai cerita yang menarik.
Konon ada satu orang kaya di Zhaoan yang memestakan anaknya. Di belakang restoran itu sedang ada seorang pengemis muda, yang kelihatan ada banyak makanan yang lezat, ada daging dan ada udang, ikan tersisa yang bakal dibuang.
Memikirkan ibunya yang di rumah belum punya makanan, anak muda miskin yang dikenal sangat mencintai ibunya ini, segera mengambil sedikit sisa makanan itu dan dibungkusnya dengan kertas.
Kebetulan kepergok oleh orang kaya yang mengadakan pesta makan tadi, sehingga dia sangat terkejut, dengan malu menyembunyikan bungkusannya ke belakang badan.
Orang kaya menegur apa yang ia perbuat. Dengan ketakutan menjawabnya, untuk dibawa pulang buat kucingnya.
Namun orang kaya itu memang mengerti, bahwa dia pasti membawakan sisa makanan untuk menyuap ibunya yang sudah tua. Segera menyuruh koki restoran menyediakan sesuatu untuk dibawakan pulang.