Nama : Vispy Anthika
NIM :43219010081
Mata Kuliah : Teori Akuntansi
Dosen : Prof.Dr.Apollo M.Si.Ak
Universitas MercuBuana (Warung Buncit)
- TUGAS BESAR 2 TEORI AKUNTANSI PENDEKATAN SEMIOTIKA-
Semiotika berasal dari kata Yunani kuno “semeton” yang berarti tanda atau “sign” dalam bahasa Inggris. Ferdinand de Saussure, yang dikenal sebagai bapak linguistik modern, juga mengajukan konsep signe (bahasa Inggris: bahasa Indonesia tanda: tanda) dalam bukunya Ours de Linguistiqe General (1916), mengusulkan signifie (bahasa Inggris: signified) atau "hal yang ditafsirkan" adalah makna atau konsep penanda atau penafsir berupa bunyi bahasa. Signifiet dan signifiant sebagai tanda-tanda linguistik mengacu pada referen, yaitu sesuatu yang berupa objek atau benda di luar bahasa (Munandar, dkk dalam Chaer, 2004).
Kata semiotika dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris: semiotics, dari bahasa Yunani: semion, yang berarti tanda (Chaer, dalam Munandar, 2004). Nama lain dari semiotika adalah semiotika. Untuk penutur bahasa Inggris dan budaya Amerika, nama semiotika telah menjadi Istilah semiotika menjadi populer karena gagasan filsuf dan ahli logika Charles Sanders Pierce. Ia mengembangkan semiotika dalam hubungannya dengan filsafat pragmatisme. Dalam budaya Prancis dan Eropa lainnya, nama semiotika lebih dikenal dan dipahami. Hal ini berkat jasa terbaik Ferdinand de Saussure, “bapak linguistik modern” (Munandar et al., Zoest, 2004), yang berhasil meletakkan dasar-dasar semiotika linguistik dan psikologi sosial bagi perkembangan semiotika.
Dalam perkembangan selanjutnya, semiotika berkembang menjadi disiplin ilmu tersendiri, antara lain Charles Morris, Roman Jakobson, Jonathan Culler, Roland Barthes, Umberto Eco, Julia Kristeva, Aj Grimas, dan Michael Rifaterre (Noth, 1990). Teori semiotik yang akan diacu dalam analisis puisi ini selanjutnya adalah teori semiotika yang dikembangkan oleh Michael Rifatel dalam bukunya The Semiotics of Poetry (1978). beliau menganggap bahwa puisi adalah salah satu wujud aktifitas bahasa, puisi berbicara secara tidak langsung sehingga bahasa yang digunakan pun berbeda dari bahasa seharihari. Laras bahasa puisi tersebut disebabkan oleh penggubahan (displacing makna, penciptaan (creating) makna baru, dan perusakan (distorsing) makna kebahasaan sehari-hari. Bahasa sehari-hari itu bersifat mimetik sehingga membangun arti (meaning) yang beraneka ragam dan menampakkan adanya keterpecahan atau ketakgramatikalan (ungrammatikalitas). Sebaliknya, bahasa puisi itu bersifat semiotik sehingga membangun makna (significance) tunggal dan memusat.
Ferdinand de Saussure( 1857- 1913) mengungkapkan semiotika didalam Course in General Lingustics sebagai“ ilmu yang mengkaji tentang kedudukan ciri sebagai bagian dari kehidupan sosial”. Implisit dari definisi tersebut merupakan suatu kedekatan, jika seandainya ciri ialah bagian kehidupan sosial yang berlaku. Terdapat sistem ciri( sign system) serta terdapat sistem sosial( social system) yang keduanya silih berkaitan. Dalam perihal ini, Saussure berdialog menimpa konvesi sosial( social konvenction) yang mengendalikan pemakaian ciri secara sosial, ialah pemilihan pengkombinasian serta pemakaian isyarat dengan metode tertentu sehingga dia memiliki arti serta nilai sosial( Alex Sobur, 2016: 7).
Contoh: apabila orang menyebut kata“ anjing”( signifier) dengan nada mengumpat hingga perihal tersebut ialah ciri kesialan( signified). Bahasa di mata Saussure tidak ubahnya suatu karya musik. Buat menguasai suatu simponi, wajib mencermati keutuhan karya musik secara totalitas serta bukan kepada game individual dari tiap pemain musik. Agar dapat menguasai bahasa, wajib dilihat secara“ sinkronis”, suatu jaringan ikatan antara bunyi serta arti. Kita tidak boleh melihatnya secara atomistik, secara individual( Sobur, 2016: 44).
- Prinsip- prinsip linguistik Saussure bisa disederhanakan ke dalam butir- butir uraian selaku selaku berikut:
1. Bahasa merupakan kenyataan sosial.
2. kenyataan sosial, bahasa laten, bahasa tidaklah terdapat gejala-gejala permukaan melainkan kaidah- kaidah yang memastikan tanda- tanda permukaan, yang diucap sengai langue. Langue tersebut terman- ivestasikan selaku parole, ialah aksi berbahasa ataupun tuturan secara individual.
3. Bahasa merupakan sesuatu sistem ataupun struktul isyarat. Oleh Sebab itu, bahasa memiliki satuan- satuan yang bertingkat- tingkat, mulai dari fonem, morfem, klimat, sampai wacana.
4. Unsur- unsur dalam tiap tingkatan tersebut silih menjalakan lewat metode tertentu yang diucap dengan ikatan paradigmatik serta sintagmatik.
5. Kedekatan ataupun hubungan- hubungan antara faktor serta tingkatan seperti itu yang sebetulnya membangun sesuatu bahasa. Kedekatan menentuka nilai, arti, penafsiran dari tiap faktor dalam bangunan bahasa secara totalitas.
6. untuk mendapatkan pengetahuan tentang bahasa yang prinsip-prinsipnya yang sudah diucap diatas, bahasa bisa dikaji lewat sesuatu pendekatan sikronik, ialah pengkajian bahasa yang menghalangi fenomena bahasa pada satu waktu tertentu, tidak meninjau bahasa dalam pertumbuhan dari waktu ke waktu( diakronis).
- Ilmu Semiotika STUKTURALISME
1.Sebuah paham menyatakan masy & kebudayaan memiliki suatu struktur yg sama dan tetap
2. Manusia sistem di lingkungannya
3. Sebagai produk dari struktur regulasi yang dapat diprediksi dalam jangkauan pria;
4. Subjektivitas
- Ciri-ciri strukturalisme:
Desentralisasi manusia dipengaruhi oleh bahasa, sosial, ekonomi, politik; Ide Politea_Community .Contohnya Ngoko, Kromo, Kromo kapalan kata dan sumpahmu anak muda
3 Prinsip Semiotika Ferdinand de Saussure
1. Sign“ Ciri”; konsep campuran citra bunyi, apa yang dilihat/ dimengerti manusia
bahasa ialah sesuatu sistem ciri( sign). Suara- suara, baik suara manusia, fauna, ataupun bunyi- bunyian, hana dapat dikatakan bahasa ataupun berperan bahasa apabila suara ataupun bunyi tersebut mengekspresikan, melaporkan, ataupun menyampaikan ide- ide, pengertian- pengertian tertentu. Oleh karena itu, suara- suara tersebut wajib yaitu bagian dari suatu sistem kesepakatan, sistem konvensi serta ialah bagian dari suatu sistem ciri.
apabila diklasifikasikan jadi icon, index, serta symbol. Icon merupakan ciri yang menegaskan maknanya bersumber pada kualitasnya itu sendiri. Misalnya dalam program pc, icon keranjang sampah mewakili tempat sampah file pc. Index merupakan ciri yang mengindikasikan suatu yang berarti lain. Misalnya merupakan ciri foto siluet laki- laki buat menunjukkan wc laki- laki. Simbol merupakan ciri yang berarti tertentu. Misalnya foto HoBo yang menunjukkan penguasa Kesultanan Yogyakarta ialah Sri Sultan Hamengku Buwono
2. Signifier( YANG MENANDAI_“ Indikator”) _ Gimana manusia
Ciri-Ciri merupakan kesatuan dari sesuatu wujud indikator( signifier) dengan suatu ilham ataupun petanda( signified). Dengan kata lain indikator merupakan„bunyi- bunyi yang bermakna‟ ataupun„coretan yang bermakna‟. jadi indikator merupakan aspek material dari bahasa: apa yang dikatakan ataupun didengar serta apa yang ditulis ataupun dibaca. Petanda merupakan cerminan mental, benak, ataupun konsep. Jadi petanda merupakan aspek mental dari bahasa( Bartens, 2001: 180). Yang wajib dicermati merupakan kalau dalam ciri bahasa yang senantiasa memiliki 2 segi; indikator ataupun petanda; signifier ataupun signified; signifiant ataupun signifie.Sesuatu indikator tanpa petanda tidak berarti apa- apa serta sebab itu tidak ialah ciri kebalikannya, sesuatu petanda tidak bisa jadi di informasikan ataupun ditangkap lepas dari indikator; petanda ataupun yang ditandakan itu tercantum ciri sendiri serta dengan demikian ialah sesuatu aspek linguistis.
Misalnya;“ indikator serta petanda ialah kesatuan semacam 2 sisi dari sehelai kertas,” kata Saussure. Jadi, walaupun antara indikator serta petanda nampak selaku entitas yang terpisah- pisah tetapi keduanya cuma terdapat selaku komponen ciri. Tandalah yang ialah kenyataan bawah dari bahasa. Hingga itu, tiap upaya buat menguraikan teori Saussure menimpa bahasa pertama- tama wajib membicarakan pemikiran Saussure menimpa hakikat ciri tersebut
3. Signified( YANG DITANDAI_” Petanda”) _ Konsep,
Ciri tersebut manusia bisa dimaknai ciri kebahasaan, bagi Saussure, pada dasarnya menyatukan suatu konsep( concept) serta sesuatu citra suara( sound image), bukan melaporkan suatu dengan suatu nama. Suara yang timbul dari suatu kata yang diucapkan ialah indikator( signifier), lagi konsepnya merupakan petanda( signified). 2 faktor ini tidak dapat dipisahkan sama sekali. Pembelahan cuma hendak menghancurkan„kata‟ tersebut.
Misalnya, suatu kata apa saja, hingga kata tersebut tentu membuktikan tidak cuma sesuatu konsep yang berbeda( distinct concept), tetapi pula suara yang berbeda( distinct sound).
- Dalam hal ini terdapat lima pandangan dari Saussure yang kemudian menjadi peletak dasar dari strukturalisme Levi-Strauss yaitu pandangan tentang
- Sign (Tanda), Signifier (Penanda) dan Signified (Petanda)
Strukturalisme Perancis tidak dapat dipisahkan dari semiologi Saussure. Untuk dia, semiologi merupakan ilmu pengetahuan universal tentang ciri. Serta, ciri tidak cuma hanya kata, namun ciri mencakup kata serta konsep. Dengan kata lain, ciri merupakan campuran antara konsep serta cerminan akustik. Misalnya, arbor( maksudnya tumbuhan) merupakan ciri bahasa. Sebaliknya“ tumbuhan” merupakan konsep.
Linguistik yang ilmiah merupakan linguistik yang wajib cocok dengan ujaran- ujaran serta pola- pola yang dipaksakan( diterapkan secara konvensional) oleh warga bahasa. Langue merupakan objek linguistik yang konkret serta integral; dia ialah khasanah ciri sebab dia didasarkan pada kesepakatan sosial. Dengan metode pandang semacam ini, sesungguhnya pemikiran Saussure sejalan dengan Whitney: ciri bahasa merupakan bentuk psikis sebab dia tidak memikirkan bentuk dari parole.
Dalam ciri bahasa wajib dibedakan: Awal, citra akustis( image acoustique) yang nobene bersangkutan dengan ingatan ataupun kesan bunyi yang bisa kita dengar dalam khayal, bukan dalam ujaran yang diucapkan. Salah satu khasiat konsep citra akustis merupakan kalau komponennya jelas batasnya.
Citra akustis bisa ditafsirkan dengan tulisan secara teliti, sebaliknya bunyi tidak( contohnya: bunyi gemuruh, gimana menuliskannya dengan perkata?). Citra bunyi merupakan totalitas faktor fonem yang jumlahnya terbatas serta bisa diwujudkan dengan lambang tertulis yang jumlahnya proporsional. Kedua, bagian lain dari ciri bahasa merupakan konsep. Konsep lebih abstrak daripada citra akustis. Konsep bertabiat pembeda sekedar, serta secara langsung tergantung pada citra bunyi. Seperti itu sebabnya Saussure berkata kalau ciri memiliki 2 muka yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain: konsep itu signifie( yang diisyarati ataupun petanda) serta citra akustis itu signifiant( yang menandai ataupun indikator).Merupakan konkret dalam makna tidak terdapat satupun yang ditinggalkan dari defenisi yang dibutuhkan oleh sudut pandangnya sebab sudut pandangnya seperti itu yang menghasilkan objek: sudut pandang memastikan apa yang dikira konkret( merata) selaku lawan dari abstrak( sebagian). Saussure berkomentar kalau ciri merupakan berbentuk kalimat, klausa, frasa, morfem( afiks, inflektif, derivatif). Terdapat 2 tipe ciri: ciri tunggal serta ciri sintagma.
Seluruh ciri tersebut mempunyai watak utama, ialah:
- Awal, prinsip arbitrer( kesemenaan). Kesemenaan ciri bahasa dalam makna tidak terdapat motivasi aspek bunyi dalam barang yang ditandainya serta cuma ada dalam ciri tunggal. Sebaliknya dalam sintagma, semacam kata majemuk, frasa ada motivasi relatif, misalnya wujud inflektif( pergantian nada suara) diwujudkan secara sama buat penuhi ikatan arti yang sama ataupun konstruksi sintaksis yang dipergunakan dalam suasana yang sama diwujudkan secara sama pula. Kesemenaan ialah wujud universal dari keahlian biologis manusia buat mengkoordinasikan serta mengasosiasikan( pada waktu yang sama) sehingga melahirkan sistem bahasa yang berbeda untuk tiap warga. Dengan kata lain, tempat manusia membuat sejarah pada dirinya. Namun wajib dicermati kalau karakteristik lambang tidak senantiasa semena, tidak hampa. Karena, terdapat sesuatu bawah dari jalinan natural antara indikator serta petanda.
Misalnya, lambang keadilan, timbangan, tidak bisa jadi ditukar dengan sembarang lambang, misalnya dengan lambang kereta. Meski demikian, semena bukan berarti indikator bergantung dari opsi leluasa penutur melainkan semena merupakan tanpa motif.
Buat paham gimana sesuatu kata diucap semena, marilah kita ikuti uarian ini: seketika aku berteriak kepada bapak aku yang kebetulan melalui di depan aku“ bapak, tunggu saya!”. Kata bapak di sana bertabiat semena ataupun tanpa motif sebab buat menyebut kata“ bapak” pasti aku tidak butuh berpikir terlebih dulu serta tidak butuh aku mencari- cari kata apa yang wajib aku serukan buat memanggil pria yang melalui di depan aku; serta tidak bisa jadi aku mengatakan: ya telah, aku panggil saja bapak aku selaku“ bunda”, tidak bisa jadi. Meski demikian, bila dalam wujud kalimat, langue tidak sepenuhnya semena sebab langue merupakan sesuatu sistem; serta sistem mempunyai nalar tertentu. Misalnya: Aku makan nasi( S+P+K), tidak bisa jadi aku balik: makan nasi aku. Namun malah sebab alibi inilah warga tidak sanggup mengganti langue semau hatinya.
- Kedua, prinsip kelinearan ciri bahasa. Perihal ini sangat terlihat dalam signifiant, ialah dalam rangkain wicara. Serta, perihal ini yang membedakan bahasa dengan ciri lain( entah parole serta pula langage). Indikator akustis cuma terdapat dalam garis waktu; unsur- unsurnya terungkap satu persatu. Seluruh itu membentuk sesuatu rangkain.
- Ketiga, prinsip tidak tertukarkan( ketakterubahan). Saussure berikan 4 alibi kenapa ciri tidak tertukarkan:
1) sebab ciri bertabiat arbitrer;
2) meski terdapat mungkin orang mau mengganti sistem tulisan yang sifatnya arbitrer sebab unsur- unsurnya terbatas, tetapi sebab ciri bahasa tidak terbatas jumlahnya, hingga ketakterbatasan tersebut membatasi pergantian bahasa;
3) bahasa ialah sistem yang sangat rumit;
4) bahasa merupakan salah satunya sistem sosial yang dipergunakan seluruh orang. Oleh karena itu, di antara penutur ada perilaku konservatif dalam mengalami pergantian Kerutinan bahasa. Dengan kata lain, bahasa diwarisi. Serta penerima peninggalan itu menerima begitu saja( pasif) serta apalagi jadi bahasa konvensional. Indikator seakan dipisah secara leluasa namun bila ditatap dari warga bahasa yang memanfaatkannya, indikator bahasa tidak leluasa, dia dipaksakan. Indikator yang diseleksi oleh langue tidak bisa jadi ditukar dengan yang lain.
Contoh: memilih, tidak bisa jadi aku ubah ciri bahasa di dalam kata itu jadi“ memilih?”. Jadi, warga tidak bisa memaksakan kemauannya pada satu kata, warga terikat pada langue semacam apa terdapatnya.
Singkatnya, bahasa tidak terikat kontrak, itulah yang membuat pembelajaran bahasa isyarat begitu menyenangkan. Karena jika kita ingin menunjukkan bahwa hukum yang diterima secara sosial adalah hal yang kita ikuti, bukan aturan yang dibuat oleh individu secara bebas, bahasa adalah analogi yang paling tepat. Bahasa atau tanda-tanda bahasa tidak terikat oleh kehendak kita, itu adalah warisan abad terakhir. Misalnya, memberi nama pada benda atau benda merupakan warisan zaman dahulu. Oleh karena itu, bahasa juga merupakan hasil dari faktor sejarah, sehingga bahasa tidak dapat diubah.
Keempat, prinsip kemampuan berubah: karakteristik ini muncul jika dari sudut pandang historis, ada perubahan dalam hubungan antara petanda dan petanda sebagai akibat dari perubahan analogi yang wajar. Tanda selalu berubah karena tanda itu terus menerus. Pergantian tanda selalu mengakibatkan perubahan hubungan antara petanda dan penanda. Misalnya, kata “nēcare” (Latin) dikemudian hari berubah menjadi “necare”. Atau contoh lain adalah kata “dritteil” (kata Jerman klasik) berubah menjadi “drittel” (kata Jerman modern). Jadi, penanda berubah, baik secara material maupun secara gramatikal.
Namun, sebuah langue sama sekali tidak berkekuatan untuk mempertahankan diri terhadap faktor-faktor yang setiap waktu mengubah hubungan antara penanda dan petanda; hal ini adalah salah satu konsekuensi dari kesemenaan lambang. Prinsip dasar bahasa adalah tata nama. Artinya, sebuah kata mewakili “hal” atau “benda”. Prinsip ini mengandaikan adanya “benda” sebelum ada kata. Tetapi kata tak jelas apakah berwujud bunyi atau psikis
2.synchronic (sinkronik) dan diachronic (diakronik)
Linguistik sinkronis adalah tentang bagian statis dari ilmu pengetahuan. Sementara Linguistik diakronis adalah segala sesuatu yang memiliki atribut perkembangan. Ada panduan berbeda untuk menggambarkan dualisme ke dalam (sinkronis dan diakronis). Misalnya, kata Latin "cripus" (bergelombang, bergelombang, bergelombang), mengarah ke akar bahasa Prancis crép-, yang membingkai kata kerja crépir 'melucuti', dan décrépir, 'melucuti lepa'. Pada suatu waktu, Prancis meminjam kata Latin décrepitus, 'lelah karena usia', untuk membentuk décrépit; namun jelas individu gagal untuk mengingat awal kata ini.
Model lain dalam bahasa Jerman. Di Old High German, bentuk jamak gast, 'have', awalnya gasti, dan jamak hant 'hand' awalnya hanti, dan seterusnya. Bagaimanapun, kemudian, I menjadi um laut yang menyebabkan a menjadi e pada suku kata yang lalu: gasti menjadi gesti, hanti menjadi berhenti, namun pada saat itu (sekali lagi) I-kehilangan bunyinya dan mengantarkan gesti menjadi geste , dll. Dengan demikian, saat ini ada kata-kata Gäst: Gaste, Händ: Hande, dan banyak kelompok kata termasuk jamak dan khusus. Ini adalah aspek bahasa diakronis. Diakronis tidak mengubah kerangka kerja karena kata yang diubah adalah kerangka kerja dalam struktur alternatif dari kerangka masa lalu. Perubahan kata-kata terjadi di luar kemampuan siapa pun.
Sinkronisitas dapat dipahami dengan cara ini: dalam bahasa Prancis, tekanan bergantung pada suku kata terakhir, kecuali jika suku kata terakhir mengandung e pepet (seperti "ə"). Ini adalah realitas sinkronis, atau setidaknya, hubungan antara kumpulan kata Prancis dan stres. Namun kenyataan ini juga datang dari zaman dahulu (diakronis). Langue adalah instrumen yang terus bekerja meski disakiti. Sebuah langue adalah kerangka kerja yang bagian-bagiannya dapat dan harus dilihat dalam hubungan simultan. Dalam bahasa, setiap komponen memiliki nilai yang bertentangan dengan komponen yang berbeda. Perbedaan hände dengan hanti adalah tidak dibatasi atau kebetulan atau tanpa proses pemikiran, tanpa tujuan.
Ada kasus luar biasa dalam etimologi sinkronis dan diakronis, misalnya: poutre (poni jantan) kemudian diubah artinya menjadi "poros pendukung" (jadi pentingnya berubah). Kata itu tetap ada, tetapi pemahaman orang mungkin menafsirkan kata itu telah berubah. Jadi realitas yang dapat diverifikasi atau diakronis mengikuti realitas sinkronis.
Seperti yang ditunjukkan oleh Saussure, kata perlawanan hanyalah kata ganda, juga bukan dualisme. Dengan demikian, kaum sinkronis menganggap gast berlawanan dengan gäste, gebe berlawanan dengan gib, dll. Sedangkan diakronis menganggap gast berubah menjadi gaste. Diakronis hanya hadir dalam pembebasan bersyarat. Karena semua perubahan pertama kali dilakukan oleh orang-orang sebelum menjadi biasa.
Misalnya, bahasa Jerman memiliki: ich war, wir waren, sedangkan bahasa Jerman Kuno hingga abad keenam belas mencirikannya: ich was, wir waren dan dalam bahasa Inggris: I was, we were. Secara keseluruhan, bagaimana penggantian terjadi dari pertempuran ke was? Kemudian, pada saat itu, kata Saussure, harus ada individu-individu tertentu yang terpengaruh oleh waren dan kemudian melakukan pertempuran melalui kesamaan; ini adalah kenyataan dalam pembebasan bersyarat. Namun karena kata tersebut sering diulang-ulang dan diakui oleh masyarakat setempat, maka pada saat itulah kata tersebut menjadi kenyataan dalam bahasa.
Jika seseorang hanya melirik sisi diakronis bahasa, yang dilihatnya saat ini bukanlah bahasa yang dilihatnya melainkan rangkaian "kejadian" yang secara tak terduga adalah paroles. Etimologi diakronis akan melihat hubungan antara komponen progresif yang tidak terlihat oleh kesadaran bersama yang sama, dan yang satu menggantikan yang lain tanpa membingkai kerangka di antara mereka. Kemudian lagi, semantik sinkronis akan mengelola koneksi cerdas dan mental yang menghubungkan komponen yang tersedia bersama dan menyusun kerangka kerja, seperti yang ditemukan dalam pola pikir bersama yang serupa.
3. syntagmatic (sintakmatik) dan associative (paradigmatik);
- Hubungan Asosiatif
Setiap koneksi dalam suksesi wacana membantu individu untuk mengingat unit dialek lain. Selanjutnya, dengan alasan bahwa unit tersebut berbeda dari yang lain dalam struktur dan kepentingan, ini disebut hubungan afiliasi atau paradigmatik. Hubungan afiliasi juga dibawa secara in absentia, karena beberapa hal yang terkait muncul, beberapa tidak dalam wacana. Associativity adalah unsur yang sama dalam pembentukkannya, memiliki pilihan untuk berbicara dengan diri sendiri tanpa memperhatikan bibir dan perkembangan seseorang ketika seseorang berbicara. Contoh koneksi afiliasi dalam kehidupan sehari-hari biasa ditemukan dalam kata burung. "Burung" dapat dikaitkan dengan alat kelamin laki-laki. Dengan demikian, afiliasi mengandung kepentingan demonstratif.Afiliasi memang bermaksud agar ada komponen yang serupa dalam penyusunannya, misalnya: perahu dapat dikaitkan dengan burung, spanduk, dll. Dix-neuf (sembilan belas) adalah ketabahan dengan dix-huit (delapan belas) dan soixante (tujuh puluh, dst, dan Secara sintagmatis, solider dengan komponen-komponennya, khususnya dix (sepuluh) dan neuf (sembilan).Hubungan ganda ini memberinya sebagian dari valensinya, dan cutoff ketabahan ini menunjukkan keleluasaan.
- Hubungan sintagmatik
Sedangkan hubungan sintagmatik adalah koneksi antar join dalam progresi ekspresi. Hubungan sintagmatik disebut juga hubungan in prasentia karena hal-hal yang terkait tersedia dengan wacana. Dalam pembicaraan, kata-kata bergabung untuk kemajuan, suatu hubungan dalam pandangan gagasan langsung dari langue, yang menghalangi kesempatan untuk mengartikulasikan dua komponen ganda. Komponen mengatur diri mereka sendiri dalam perkembangan yang stabil dalam perkembangan pembebasan bersyarat. Campuran yang dijunjung tinggi keluasan itu bisa disebut sintagma. Dengan cara ini, sintagma terus-menerus dibingkai oleh dua atau berbagai unit kata yang berurutan, misalnya: relire (baca sekali lagi), contre tous (melawan segalanya), la bersaing humaine (keberadaan manusia): Dieu est bon (Tuhan itu Baik) , s 'il fait lover temps, nous sortirons (dengan asumsi kondisi cuaca bagus, kita akan keluar), dan seterusnya. Ketika terletak di dalam sintagma, sebuah istilah kehilangan valensinya karena muncul secara berbeda dalam kaitannya dengan istilah yang mendahului dan mengikuti atau dengan keduanya.
- Contoh lain yaitu :
CONTOH PARADIGMATIK ; Kamu Makan Nasi ,Dia Makan Nasi ,Kita Makan Nasi
CONTOH SINTAMATIK; Aku makan Nasi
- Analogi Semiotika Ferdinand de Saussure
1.Langue; sifatnya fakta sosial, satu sistem instituasi, atuaran ucapan dan tulisan, ejan tata bahasa, sintaksis, tata baca
2. Parole:bersifat individu, manifestasi aktual dr Langue;
3. Langage: aktivitas lingustik, gabungan langue dan porole;
Maka ;
LANGUE; KESADARRAN SOSIAL
PAROLE; KESADARAN INDIVIDU
LANGAGE SEBAGAI KESADARAN BUDAYA,
Langage adalah perpaduan parole dan langue (campuran peristiwa dengan aturan bahasa atau tanda baca, atau struktur bahasa). Seperti yang dikemukakan Saussure, bahasa tidak memenuhi syarat sebagai realitas sosial karena dalam bahasa terdapat faktor-faktor individu bahasa yang bersumber dari karakter penutur. Memang, bahkan bahasa tidak memiliki aturan kelengkapan yang memungkinkan kita untuk menjelajahinya secara logis.
Langage menggabungkan apa pun yang dikomunikasikan serta pencegah yang mencegahnya mengomunikasikan hal-hal yang bukan linguistik. Misalnya, kata materi. Kata ini pasti dan secara umum terlibat secara sosial meskipun dipandang sebagai bahasa biasa. Sejujurnya, "materi" tidak standar, tidak sesuai dengan ejaan yang ditingkatkan (EYD).
Langage memiliki perspektif tunggal (parole) dan sudut sosial (langue), namun kita tidak dapat menganalisis yang satu tanpa yang lain. Dengan demikian, bahasa memiliki banyak struktur dan bersifat heteroklit; dan mistik.
b. Langue
Langue adalah bahasa biasa, bahasa sesuai ejaan yang lebih baik, bahasa yang menjaga pedoman aturan tanda baca bahasa. Lebih lanjut Saussure mengatakan bahwa langue adalah seluruh kecenderungan (kata) yang diperoleh secara laten yang ditunjukkan dalam bahasa daerah setempat, yang memungkinkan penutur untuk melihat satu sama lain dan menghasilkan komponen-komponen yang dirasakan oleh penutur dan masyarakat. Bahasa bercampur dengan kehidupan individu secara normal. Dengan cara ini, daerah setempat adalah pemelihara langue.
Dalam langue ada batas-batas negatif (misalnya, tergantung pada pedoman bahasa, ketabahan, afiliasi dan sintagmatif) untuk apa yang harus dikatakan ketika seseorang menggunakan bahasa secara sintaksis. Langue adalah semacam kode, matematika berbasis variabel murni atau kerangka nilai. Langue adalah sekumpulan acara yang kami akui, siap untuk digunakan, dari pembicara sebelumnya. Langue telah dan dapat diselidiki; langue juga konkret karena pada umumnya merupakan kumpulan tanda bahasa yang disepakati. tanda bahasa tersebut dapat menjadi lambang tulisan yang konvensional.
Motivasi di balik semantik adalah untuk melacak konstruksi kerangka (langue) dari realitas substansial (parole). Ini menunjukkan struktur premis pendekatan strukturalis. Kata struktur pertama kali diungkapkan oleh Jean Piaget: struktur adalah permintaan makhluk yang mencakup kelengkapan, perubahan (dinamis) dan pedoman diri, seharusnya menjadi "keseluruhan" dengan alasan bahwa permintaan kehadiran bukan sekadar bermacam-macam. tetapi karena setiap bagian dari konstruksi tunduk pada aturan. - prinsip yang melekat dan tidak memiliki kehadiran bebas di luar konstruksi.
Langue tidak bisa dipisahkan antara suara dan perkembangan mulut. Langue juga bisa menjadi gambaran bahasa yang substansial; pekerjaan yang dapat dideteksi dan dilihat (khususnya untuk gangguan pendengaran). Langue adalah kerangka tanda yang mengkomunikasikan pikiran. Model: pergi! Dalam kata ini, pikiran kita adalah perlu untuk mengusir, mengatur, Memang kata pergi!, kita juga dapat berkomunikasi dengan tuli dengan set surat tuli, atau dengan gambar atau dengan tanda-tanda militer.
Langue menyerupai putaran catur, dengan asumsi saya mengambil sedikit catur, itu akan berubah dan, yang mengejutkan, permainannya akan kacau; Sama halnya dengan bahasa, jika kita mengubah konstruksi (kerangka) maka akan bergejolak juga. Misalnya: Saya makan nasi, dengan asumsi saya mengubah kalimat
ini menjadi: makan nasi saya, kalimatnya tampak ganjil. Atau sebaliknya dalam bahasa Latin: laudate (acclaim be), jelas jika kita mengubahnya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip permainan dalam bahasa Latin, maka akan rusuh. Langue tidak bergantung pada karakter.
Misalnya kata-kata: tten, fuolen dan stōzen; kata-kata ini kemudian berbeda dengan tölen, füolen dan stōzen. Dari mana datangnya perubahan itu? Memang langue lebih suka tidak tahu dengan perubahan itu, yang penting sudah digunakan secara rutin, memang langue.
Langue penting agar pembebasan bersyarat dapat dilihat satu sama lain; dan pembebasan bersyarat sangat penting bagi langue to frame. Pada akhirnya, pada umumnya, realitas pembebasan bersyarat umumnya mendahului langue. "Pergi!" adalah pembebasan bersyarat tetapi juga merupakan bahasa karena kerangka tanda ada dan pentingnya ada di sana. Langue tersedia sepenuhnya sebagai berbagai pukulan disingkirkan di setiap pikiran; sesuatu seperti referensi kata yang duplikatnya tidak dapat dibedakan (salinan), yang akan dibagi di antara orang-orang. Oleh karena itu, bahasa adalah sesuatu yang ada pada setiap orang tetapi orang-orang juga mengetahuinya.
Langue, adalah homogen, percakapan tradisional. Resepnya adalah: 1 + 1 + 1 + 1… .= 1. Artinya, kata-kata yang diungkapkan secara lisan oleh orang diucapkan dengan cara yang sama oleh banyak individu, serta implikasinya, semua individu bahasa tahu. Penataan bahasa juga dipengaruhi oleh faktor luar, misalnya: penjajahan (bahasa penjajah mempengaruhi bahasa yang dijajah). Selain itu, Saussure berpendapat bahwa langue diakui secara laten, tanpa menyebutkan dari mana langue berasal. Misalnya, "get": kita tidak perlu tahu dari mana kata ini dibuat dan kita tidak perlu tahu dari negara (klan) mana kata itu berasal. "Dapatkan" dikenal oleh semua jaringan bahasa.
Terlepas dari kenyataan bahwa kita tidak tahu dari mana asalnya, itu tidak menghalangi kita untuk mempelajarinya. Perlu diingat bahwa bahasa berubah namun penutur tidak dapat mengubahnya; atau langue tertutup untuk impedansi namun terbuka untuk kemajuan.
Tanda-tanda yang membentuk langue bukanlah artikel dinamis melainkan item substansial. Misalnya: pohon (yang besar, berbatang, bisa kita lihat) dan "pohon" lainnya adalah dialek berbentuk yang kita bicarakan, kita artikulasikan. Jenis bahasa hanya ada karena ada partisipasi antara penanda dan yang dimaksud. Dalam langue, sebuah ide adalah sifat dari zat suara, sama seperti suara tertentu adalah sifat dari sebuah ide. Jadi, gagasan tentang rumah, putih, penglihatan, sangat penting untuk penelitian otak. Ide tersebut mungkin berubah menjadi suatu jenis bahasa jika dikaitkan dengan gambar akustik (cenderung dalam struktur tersusun maupun dalam suara). Di bawahnya, kami akan memeriksa instrumen bahasa Saussure.
Untuk memulainya, Syntagmatic Fortitude. Pada umumnya, perbedaan bunyi dan gagasan yang membentuk langue adalah akibat dari dua jenis pemeriksaan: kenal dan sintagmatik. Pengelompokan yang akrab dan sintagmatik sebagian besar terbuat dari langue. Ini mengatur struktur dan mengarahkan kerja langue. Dalam ketabahan sintagmatik, hampir semua unit bahasa (kata-kata) bergantung pada apa yang melingkupinya saat diucapkan atau pada bagian-bagian berurutan yang membentuknya. Model: unit seperti désireux (yang membutuhkan) terdiri dari unit bawahan, khususnya désir-eux, tetapi mereka bukan dua bagian bebas yang ditambahkan satu sama lain (bukan wash + eux)
Satuan adalah suatu barang, campuran dari dua komponen kuat, yang hanya memiliki valensi karena hubungannya dalam satu kesatuan yang lebih besar. Kata "- eux" adalah postfix, dan dengan asumsi penambahan diisolasi dari akar kata, itu tidak penting. Misalnya: unit, sulit untuk dikomposisikan: one-an. Sama seperti kata dasar, tidak independen semua hal dipertimbangkan. Itu hanya ada dalam campuran dengan tambahan (misalnya: roul-is 'swing'; roul tidak dapat diuraikan sebagai ayunan tanpa penyempurnaan - adalah).
Kedua, dua jenis koleksi yang bekerja pada waktu yang sama (bersama-sama). Saussure berpendapat bahwa dalam langue, antara berafiliasi dan sintagmatif juga terjadi sepanjang waktu (hadir bersama dalam langue). Misalnya, struktur dé-faire 'menghancurkan', kata ini mengandung aspek sintagmatik dan kooperatif, karena dapat menyebabkan hubungan di penghujung hari.
Marilah kita lihat bagan berikut:
D é – f a i r e
DécollerDéplacerDécoudredsb.
FaireRelafaireContrefairedsb.
Contoh model sebagai kalimat: que vous dit-il? 'apa yang dia katakan padamu?' bisa diganti dengan kalimat: que te dit-il? 'apa yang dia katakan padamu?' bisa diganti dengan kalimat: que nous dit-il? 'apa yang dia katakan pada kita?' dan seterusnya. Jadi kita bisa menggantikan "kamu" (vous) dengan - mu.
Ketiga, penegasan langsung dan mediasi relatif. Tak terbantahkan berarti tak menentu tanpa proses berpikir apa yang agak inkonsisten. Meskipun demikian, hanya sebagian dari tanda-tanda yang tidak menentu, sementara di tempat lain ada efek samping yang memungkinkan untuk memahami tingkat intervensi tanpa menghapusnya: 'tanda-tanda' mungkin secara umum tidak konsisten.
Misalnya: vingt 'twenty' tidak dirancang, namun dix-neuf 'nineteen' tidak memiliki tingkat intervensi yang sama dengan vingt karena kata tersebut dibingkai dari komponen yang berbeda yang dapat digabungkan dengan komponen yang berbeda, untuk contoh: dix-neuf 'sembilan belas' , vingt-neuf '29', dix-huit 'delapan belas', soinxante-dix 'tujuh puluh', dan seterusnya. Setiap kali diisolasi, dix 'sepuluh' dan neuf 'sembilan' memiliki situasi yang sama dengan vingt 'dua puluh', namun kata dix-neuf adalah contoh dari proses berpikir relatif.
- pembebasan bersyarat
Pembebasan bersyarat dikomunikasikan dalam bahasa, bahasa sehari-hari. Sederhananya, parole adalah keseluruhan dari apa yang diinstruksikan kepada individu termasuk pengembangan tunggal yang muncul dari keputusan pembicara, dan ekspresi yang diharapkan untuk menyampaikan perkembangan ini dalam pandangan keputusan bebas juga. Parole adalah indikasi tunggal bahasa. Misalnya, bahasa pembebasan bersyarat, saya bisa melakukannya tanpa itu, apakah Anda siap, dll. Sepanjang garis ini, pembebasan bersyarat adalah lidah. Pembebasan bersyarat tentu saja bukan kebenaran sosial karena itu sepenuhnya merupakan hasil dari individu yang sadar, termasuk kata-kata yang diungkapkan secara lisan oleh pembicara; itu juga heterogen dan tidak dapat diperiksa.
- Dalam pembebasan bersyarat komponen yang menyertainya harus diakui:
- Pertama-tama, perpaduan kode bahasa (tanda aksentuasi) digunakan oleh penutur untuk mengkomunikasikan pikirannya sendiri. Misalnya: perang, saya katakan, perang! Kalimat ini, setiap kali diucapkan oleh individu yang sama, kata Saussure, menyampaikan dua hal yang berbeda dalam elokusi (konflik utama diartikulasikan secara unik berbeda dengan konflik berikutnya).
- Kedua, instrumen aktual mistik yang memungkinkan seseorang mengomunikasikan campuran-campuran ini. Parole membuat perubahan bahasa: kesan yang kita dapatkan ketika kita mendengar orang lainlah yang mengubah kecenderungan bahasa kita. Jadi, antara langue dan parole terhubung; langue serta peralatan dan barang pembebasan bersyarat. Orang: semua penampilan melayang dan heterogen dan terdiri dari cara berperilaku individu.
Pembebasan bersyarat dapat diketahui: (1' + 1'' + 1''' + 1''''… ..). yaitu, kata yang serupa diartikulasikan dengan cara yang tidak terduga, baik oleh individu yang sama atau oleh banyak individu.
- Sistem Aksara
Menurut Saussure, ada dua kerangka konten, khususnya: Pertama, kerangka ideografis: kata-kata dikomunikasikan oleh gambar tunggal dan tidak ada hubungannya dengan suara yang membentuknya, misalnya karakter Cina.
Kedua, kerangka fonetik: pengulangan urutan bunyi progresif dalam sebuah kata (dalam beberapa kasus suku kata dan berurutan) menyiratkan bahwa itu tergantung pada komponen pembebasan bersyarat akhir. Langue tumbuh terus-menerus dan karakter umumnya akan tetap ada. Selanjutnya, pada titik ini tidak seperti apa yang diwakilinya, yang konsisten pada waktu tertentu, menjadi konyol dalam seratus tahun berikutnya. Beberapa waktu yang lalu individu mengubah gambaran realistik agar sesuai dengan wacana yang berkembang. Misalnya, dalam 100 tahun XI di Prancis ada perbedaan antara cara membaca dengan teliti (cara berkomunikasi) dan cara menulis.
Abad
Orang mengucapkan
Orang menulis
XI
Rei, lei
Rei, lei
XIII
Roi, loi
Roi, loi
XIV
Roe, loe
Roi, loi
XIX
Rwa, lwa
Roi, loi
Selain model-model di atas, ada tambahan kesalahan antara membaca (elokusi) dan mengarang (desain), misalnya diucapkan veyẻr namun kata tersebut berakhir dengan diucapkan "eveiller". Demikian juga, ada juga masalah dengan pengucapan, misalnya, dalam bahasa Jerman ada huruf-huruf yang hanya berdasarkan sifatnya yang dibuat-buat.
- Fonologi
Menurut Saussure, fonetik adalah penyelidikan tentang kemajuan suara, sains yang dapat diverifikasi, pemecahan peristiwa, perubahan yang bergerak seiring waktu. Bagaimanapun, kata Saussure, fonologi berada di luar waktu dengan alasan bahwa mekanisme elokusi selalu serupa. Namun fonologi hanyalah disiplin asisten dan bergerak di tingkat pembebasan bersyarat. Apa yang Saussure perlu selidiki lebih pada bahasa, sebenarnya. Karena, langue adalah kerangka berdasarkan resistensi mistik suara, misalnya, bordir adalah penghenti pertunjukan yang dibuat oleh resistensi visual antara string nada yang berbeda. Namun, yang penting adalah putaran perlawanan dan bukan cara nada disampaikan.
(1). Karakter fonologis
Aturan persona fonologis persona harus diwakili oleh tanda, setiap komponen dalam suksesi wacana. Konten fonologis harus tetap dimanfaatkan oleh para etimolog. Naskah dihubungkan dengan jenis karangan sedangkan fonologi dihubungkan dengan wacana atau fonetik atau cara membaca.
(2). Fonem
Pembatasan bunyi wacana harus dibuat berdasarkan kesan akustik, tetapi penggambaran harus dilakukan dengan memperhatikan tindakan penjelasan karena unit akustik ditangkap sebagai suksesi yang tidak dianalisis. Dalam suara ada konsistensi yang setara dalam tugas laring dan depresi hidung; meskipun ketidakkekalan serupa terjadi di lubang mulut. Namun, apa yang menciptakan variasi fonologis yang memungkinkan kita mengenali petunjuk bahasa adalah suara laring yang seragam. Menurut Saussure, hidung berfungsi sebagai resonator untuk getaran suara yang melewatinya; Dengan demikian, hidung juga merupakan pembuat suara. Rongga mulut berfungsi sebagai generator dan resonator.
Mengapa Perlu Mempelajari Semiotika STUKTURALISME
- Agar Membantu memahami realitas penampakan, perlu sikap objektif, bersih, dan masuk dalam interprestasi manusia;
- Hidup didunia adalah simbol, maka diperlukan membongkar realitas tanda untuk mengungkap ketersembunyiannya
Terima Kasih
Referensi Sumber :
- Prof Apollo. (2022). Semiotika Ferdinand de Saussure . Modul Kuliah Teori Akuntansi. Jakarta : FEB-Universitas Mercu Buana
- Ambar. (2017). Teori Semiotika Ferdinand de Saussure . https://pakarkomunikasi.com/teori-semiotika-roland-barthes. Diakses online pada 20 Mei 2022
- Apollo(2022).Semiotika Ferdinand de Saussure.http://repository.usm.ac.id/files/skripsi/G31A/2014/G.331.14.0057/G.331.14.0057-05-BAB-II-20190226071554.pdf
- Apollo(2022).Semiotika Ferdinand de Saussure.https://pusatbahasaalazhar.com/2010/07/28/ferdinand-de-saussure/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H